Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Kortison 3

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
LARUTAN INJEKSI KORTISON ASETAT
21 April 2010


















PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
I. ZAT AKTIF

Cortisoni Acetas
Kortison Asetat







21-asetoksi-17α-hidroksi pregn-4-en-3,11,20-trion

C23H30O6 BM 402,49

Kortison asetat mengandung tidak kurang dari 97.0 % dan tidak lebih dari 102.0 % C23H30O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau praktis putih; tidak berbau. Mantap di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol (95 %) P; mudah larut dalam kloroform P; sangat sukar larut dalam aseton P; larut dalam dioksan P.
Indikasi: Terapi substitusi meliputi insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia, adrenal congenital, insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis. Terapi non endokrin meliputi karditis reumatik, penyakit ginjal, penyakit kolagen, asma bronchial dan penyakit ginjal.
Kontraindikasi: Diabetes militus, tukak peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi dan gangguan system kardiovaskular.
Efek samping: Insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan malaise.
Dosis: Berdasarkan Farmakope III
1xp= 150 mg
1xh= 400 mg


II. FORMULASI FORNAS
Cortisoni Injectio – Injeksi Kortison
Komposisi : Tiap ml mengandung:
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya
Dosis : Im, sehari 2 ml sampai 16 ml, dalam dosis bagi
Catatan : 1) Digunakan kortison asetat serbuk sangat halus
2) pH 5,0 sampai dengan 7.2
3) Dibuat dengan teknik aseptik
4) Pada etiket harus juga tertera: “tidak untuk intravenous”
III. FORMULASI
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml

IV. PERHITUNGAN
E kortison asetat = = = 0,076
E polisorbat 80 = 0,02
E Na CMC = 0,03
E NaCl = 1
E benzyl alcohol = 0,17
Karena kortison tidak larut, maka ia tidak diperhitungkan dalam perhitungan isotonis.
V = W x E x 111,1
= (0,004g x 0,02 x 111,1)+(0,003g x 0,03 x 111,1)+(0,009g x 1 x 111,1)+ (0,009g x 0,17 x 111,1)
= 1,1888 ml (Hipertonis)

V. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat Sterilisasi Suhu dan Waktu Literatur
1. Beker glass 50ml dan 100ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
2. Erlenmeyer 50ml dan 100ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
3. Gelas ukur 10ml dan 25ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
4. Kaca arloji Oven 1500 C, 30 menit FI IV
5. Batang Pengaduk Oven 1500 C, 30 menit FI IV
6. Spatula Oven 1500 C, 30 menit FI IV
7. Ampul Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
8. Pipet Direndam alcohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
karet pipet Direbus dengan air mendidih 30 menit Watt 1/45
9. Spuit Direndam alcohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
10. Kertas saring Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
11. Corong pisah Oven 1500 C, 30 menit FI IV
12. Pinset Oven 1500 C, 30 menit FI IV
13. Krustang Oven 1500 C, 30 menit FI IV
14., Spatula Direndam alkohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
15. Mortir Dibakar dengan etanol95% - -

B. BAHAN
Kortison asetat
Polisorbat 80
Na CMC
NaCl
Benzyl alcohol

VI. PROSEDUR KERJA
1) Sterilisasi alat dengan cara yang telah diuraikan di atas.
2) Na-CMC dikembangkan dalam 2 bagian air hangat sampai menjadi mucilago.
3) Lalu eksipien lainnya disuspensikan ke dalam mucilago.
4) Sterilisasi eksipen yang telah disuspensikan ke mucilago dan tween 80 ke dalam autoklaf (121oC selama 15 menit).
5) Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan pembawa yang telah disterilkan (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus.
6) Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi.
7) Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi.

VII. EVALUASI
1. Kekedapan
Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%), ditambahi 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm sodium hydrochloiride. Bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70mmHg (0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15 menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan berwarna akan masuk dan mewarnai ampul sehingga menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna, diuji dengan larutan berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan pada sinar UV.

2. Kejernihan
Ampul diputar 1800 secara berulang-ulang didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya. Dengan demikian, serpihan gelas akan berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu berkumpul didasar ampul. Bahan melayang akan berkilauan jika terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux – 3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam.

3. Kadar Zat Aktif
Volumetrik, spektrofotometer, HPLC, atau standar farmakope

4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji pada setiap kelompok dan masing-masing farmakope berbeda-beda. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila sterility Assurance Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptic maka SAL = 104.

5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.

6. Volume Terpindahkan
Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan.

7. pH
Menggunakan indicator pH universal dan pH meter

8. Homogenitas
Diberlakukan untuk suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogen setelah penggocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat viscometer Brookfield, sedangkan pengujian emulsi dilakukan secara visual.

9. Toksisitas
Uji BSLT LD¬50

VIII. HASIL PERCOBAAN DAN EVALUASI
Pada percobaan ini, kami membuat dua ampul suspensi injeksi masing-masing 5 ml. Terhadap hasil percobaan, kami melakukan hanya dua evaluasi, yaitu
1) Uji pH
Uji pH kami lakukan menggunakan indikator pH universal. pH sediaan berdasarkan evaluasi adalah 6. pH ini telah sesuai dengan rentang stabil pH sediaan.
2) Volume terpindahkan
Volume terpindahkan seharusnya telah terhitung saat membuat sediaan. Volume sediaan per vial adalah 5 ml. Berdasarkan referensi farmakope Indonesia edisi III, untuk sediaan kental volume 5 ml, perlu ditambahkan 0.5 ml sehingga volume total per vial adalah 5.5 ml. Setelah uji pemindahan menggunakan spuit, volume yang ikut terukur setelah dipindah adalah 5 ml. Hal ini menunjukkan kesesuaian yang baik dengan literatur.

IX. PEMBAHASAN
Sediaan injeksi tidak selalu berupa larutan air. Selain terdapat juga larutan dengan pelarut non air, terdapat pula sediaan injeksi berupa suspense dan emulsi. Masing-masing zat aktif memiliki spesifikasi kelarutan berbeda berdasarkan stabilitasnya. Ada beberapa zat aktif yang tidak larut dan stabil dalam air. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat digunakan pelarut non air, dibuat suspensi,atau dibuat emulsi. Zat aktif yang disuspensikan biasanya karena zat tersebut tidak larut air namun membutuhkan pembawa air. Zat aktif disuspensikan dengan membuat mucilage dari suspending agent yang sesuai.
Zat aktif yang kami gunakan dalam praktek ini adalah kortison. Bahan yang digunakan adalah bentuk asetat dari kortison karena kortison asetat memiliki kelarutan lebih baik dalam air sehingga lebih mudah melarut dalam air meskipun masih termasuk kriteria tidak larut. Jadi, berdasarkan sifat tersebut dan informasi dari beberapa literatur, kami memilih membuat sediaan injeksi kortison asetat berupa suspensi. Kami juga menggunakan formulasi yang telah familiar, yaitu formulasi berdasarkan FORNAS.
Sebagai suspending agent, kami menggunakan CMC-Na. CMC-Na merupakan suatu suspending agent yang baik karena ia membentuk mucilago dengan penampilan baik atau lebih jelasnya ia membentuk mucilago gel bening yang tidak terlalu mengganggu warna sediaan.
Suatu suspensi harus berkriteria zat-zat yang disuspensikan harus mudah tersuspensi kembali saat dilakukan pengocokan. Kortison asetat merupakan zat yang sulit dibasahi, sehingga perlu adanya tambahan zat yang mampu menurunkan tegangan permukaan antara zat aktif dengan air yang dikenal dengan istilah wetting agent. Wetting agent yang kami gunakan adalah polysorbat 80. Wetting agent mempermudah partikel-partikel tersuspensi kembali setelah mengendap saar penyimpanan dalam waktu yang lama.
Selain itu, kami menggunakan bahan tambahan lain seperti benzyl alkohol yang berguna sebagai pengawet karena sediaan merupakan sediaan dosis berulang dan dapat pula berfungsi sebagai anestesi saat penyuntikan untuk menghilangkan rasa sakit. Sebagai pengisotoni, kami menggunakan NaCl. Hasilnya, sediaan bersifat hipertonis. Keadaan ini dapat diterima untuk sediaan suspensi injeksi untuk tujuan intramuskular.
Proses pembuatan sediaan dilakukan dengan teknik aseptis sehingga membutuhkan sterilisasi awal. Beberapa alat yang digunakan dalam proses pembuatan di white area disterilisasi terlebih dahulu menggunakan alat yang sesuai dengan karakteristik komponen penyusun alat. Hal ini telah diuraikan dalam tabel sebelumnya. Saat sterilisasi awal, kami membuat mucilago terlebih dahulu yang terdiri dari CMC-Na, beberapa bagian dari API yang dibutuhkan. Selain itu, pada wadah berbeda, kami mendispersikan kortison asetat dalam air disertai tambahan polysorbat 80 dan benzyl alkohol. Mucilago dan campuran kortison asetat, air, dan bahan lain ditempatkan masing-masing dalam beaker glass lalu disterilisasi dengan autoklaf dengan suhu 121oC. Proses ini membutuhkan waktu 15 menit. Sebetulnya, berdasarkan pengalaman percobaan sebelumnya, kortison asetat dapat disterilkan dalam keadaan kering, tanpa perlu didispersikan dalam air terlebih dahulu, tidak perlu ada kekhawatiran menjadi gosong/ abu.
Setelah masing-masing disterilisasi, campuran kortison asetat dimasukkan ke dalam mucilago CMC-Na sambil langsung diaduk sampai homogen. Dari sediaan yang dihasilkan, tampak beberapa pertikulat dapat terlarut sehingga partikulat yang masih terlihat hanya sedikit meskipun pada dasarnya, kortison asetat masih merupakan zat yang sangat tidak larut. Ternyata, setelah peninjauan ulang pasca pembuatan, kami menggunakan zat aktif yang salah. Lebih jelasya, kami menggunakan zat lain yang tidak sesuai dengan yang dituliskan pada etiket di wadah stok bahan baku laboratorium (KORTISON ASETAT). Dapat diperkirakan, zat yang kami gunakan dalam percobaan ini memiliki kelarutan yang jauh lebih besar daripada kortison asetat.
Evaluasi lain yanng kami lakukan selain evaluasi penampilan adalah evaluasi pH. Uji pH menggunakan indikator universal menunjukkan sediaan memiliki pH 6. Nilai pH ini masuk dalam rentang pH stabil sediaan, yaitu antara 5 dan 7.

X. KESIMPULAN
1) Kortison asetat merupakan senyawa yang tidak larut air. Berdasarkan karakteristik ini, untuk tujuan injeksi, kortison asetat dibentuk sediaan supensi.
2) Eksipien yang digunakan antara lain CMC Na sebagai suspending agent, benzyl alcohol sebagai pengawet dan anastesi, polisorbat 80 sebagai wetting agent, dan NaCl sebagai pengisotoni.
3) Sterilisasi injeksi kortison asetat ini di sterilisasi dengan sterilisasi awal.
4) Hasil yang diperoleh kurang baik dikarenakan kortison asetat yang digunakan bukanlah kortison asli, zat aktif pada tempat yang berlabelkan kortison asetat ternyata bukan kortison asetat.
5) Evaluasi yang dilakukan adalah uji pH, pH yang diperoleh adalah 6. Nilai ini sesuai dengan rentang nilai yang telah ditentukan yaitu pH 5-7.


XI. DAFTAR PUSTAKA
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 1998. ISO Indonesia. Volume 32. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nelly Suryani dan Farida Sulistiawati. 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen Kesehatan RI
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eight edition. London : The Pharmaseutical Press.
Tjay, Tan Hoan,dkk. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia
Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Excipients. Second edition. Washington : American Pharmaseutical Association








LAMPIRAN
Brosur
KORSET®
INJEKSI SUSPENSI KORTISON ASETAT
Kortison Asetat 25mg/mL
Komposisi :
Tiap ml mengandung Kortison Asetat ...................................................................... 25 mg
Indikasi : Terapi substitusi meliputi insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia, adrenal congenital, insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis
Efek Samping : Insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan malaise.
Kontraindikasi : Diabetes militus, tukak peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi dan gangguan system kardiovaskular.
Dosis :
1xp= 25mg
Penyimpanan : Simpan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya
Kemasan :
Box, 3 ampul @ 1 ml No. Reg. DKL 0805634704 A1


Diproduksi oleh: PT. NAFTALEN PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia

Injeksi Vit.B12 Laporan 2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sediaan-sediaan farmasi pada proses pembuatannya kemungkinan dapat tercemar oleh mikroorganisme terutama pada bahan bakunya. Pada waktu penggunaan dapat pula terjadi kontaminasi. Sediaan obat yang telah terkontaminasi dapat menyebabkan kerusakan seperti turunnya potensi, berubahnya rasa maupun bau dan terjadinya reaksi pirogenik, sehingga akan terjadi infeksi pada pengguna.
Sediaan lain seperti alat kesehatan steril digunakan untuk orang yang sedang sakit dimana kondisinya dalam keadaan lemah, sehingga terkontaminasi akan berpotensi menambah penyakit. Sediaan yang penggunaanya disuntikan pemakaiannya lansung berhubungan dengan sirkuasi darah dimana darah media berpotensi untuk tumbuhnya mikroorganisme. Kontaminasi akan mempercepat berkembangnya mikroorganisme dalam sediaan.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, sediaan obat harus steril dan berlebelkan steril. Oleh karena itu, perlu proses sterilisasi dan uji sterilitasnya. Steril berarti bebas dari jasad renik, bakteri pathogen dan non pathogen,vegetatif atau non vegetatif. Apabila pada penandaan obat diterakan kata steril, maka ini berarti bahwa batch yang sampelnya diuji sterilitasnya adalah steril.

1.2 Tujuan
a. Memahami tentang larutan injeksi steril
b. Memahami prinsip dasar pembuatan dan mampu mengaplikasikannya dalam praktikum untuk skala lab
c. Memahami evaluasi dan mampu mengaplikasikannya dalam praktikum untuk skala lab

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lender. Menurut definisi dalam Farmakope,sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu:
1) Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama: injeksi. Contoh: Injeksi Insulin
2) Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril. Contoh: Sodium steril
3) Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya: untuk injeksi. Contoh: Methicillin Sodium untuk injeksi.
4) Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya: suspensi steril. Contoh: Cortison Suspensi steril
5) Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa yang sesuai. kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril untuk suspensi
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir ineksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan, maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena.
Waktu mulai dan lamanya obat dapat diatur sesuai dengan bentuk kimia obat yang digunakan. Keadaan fisik obat suntik (larutan atau suspensi), dan pembawa yang digunakan. Obat yang sangat larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat diabsorbsi dan mula kerjanya paling cepat. Artinya, obat dalam larutan air mempunyai mula kerja yang lebih cepat dari pada obat dalam larutan minyak. Obat suspensi dalam minyak. Alasanya adalah sediaan dalam air lebih muah bercampur dengan cairan tubuh sesudah disuntikkan dan kemudian kontak partikel obat dengan cairan tubuh menjadi lebih cepat. Kita seringkali, membutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi pengulangan pemberian suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa disebu jenis sediaan “depot” atau “repository”. Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus steril, tidak terkonaminasi bahan asing, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.
Sediaan injeksi ini memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain
a) Kelebihan
1) Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung berhenti)
2) Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan asam lambung)
3) Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau tidak sadar)
4) Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
5) Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi atau anastiologi
6) pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit.

b) Kekurangan
1) Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personal yang terlatih dan membutuuhkan waktu pemberian yang lebih lama
2) Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptic rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
3) Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
4) Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pegemasan
5) Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral dan interaksi obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilitas karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
6) Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas parenteral harus oleh semua personel yang terlihat.

Evaluasi
a) Kekedapan
Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%), ditambahi 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm sodium hydrochloiride. Bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70mmHg (0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15 menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan berwarna akan masuk dan mewarnai ampul sehingga menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna, diuji dengan larutan berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan pada sinar UV.

b) Kejernihan
Ampul diputar 1800 secara berulang-ulang didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya. Dengan demikian, serpihan gelas akan berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu berkumpul didasar ampul. Bahan melayang akan berkilauan jika terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux – 3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam.

c) Kadar Zat Aktif
Volumetrik, spektrofotometer, HPLC, atau standar farmakope.
d) Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji pada setiap kelompok dan masing-masing farmakope berbeda-beda. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila sterility Assurance Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptic maka SAL = 104.

e) Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.

f) Volume Terpindahkan
Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan.

g) pH
Menggunakan indicator pH universal dan pHmeter.

h) Homogenitas
Diberlakukan untuk suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogen setelah penggocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat viscometer Brookfield, sedangkan pengujian emulsi dilakukan secara visual.

i) Toksisitas
Uji BSLT LD¬50






BAB III
PRAFORMULASI









α-(5,6-dimetilbenzimidazol-2-)-kobalimida sianida
C63H88CoN14O14P BM = 1355,35
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; merah tua; tidak berbau. Bentuk anhidrat sangat higroskopik.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P; praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P; dan dalam aseton P.
Struktur : Molekul vitamin B12 terdiri atas bagian cincin porfirin dengan satu atom Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose, dan asam folat. Penambahan gugus -CN pada kobalamin menghasilkan sianokobalamin, sedangkan penambahan gugus –OH menghasilkan zat yang dinamakan hidroksikobalamin. Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosi kobalamin dan metilkobalamin.
Defisiensi : Kekurangan vitamin B12 disebabkan oleh kurangnya asupan, terganggunya absorbs, terganggunya utilisasi, meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berlebihan atau ekskresi yang meningkat. Defisisensi kobalamin ditandai dengan gangguan hematopoesis, gangguan neurologi, kerusakan sel epitel terutama epitel saluran cerna dan debilitas umum.
Indikasi : Anemia pernisiosa yang tidak terkomplikasi atau malabsorbsi pada intestinum yang menyebabkan defisiensi vitamin B12.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik pada wanita hamil.
Stabilitas : Dalam larutan yang mengandung tiamin HCl, sianokobalamin, dan penyusun lain vitamin B Kompleks, kerusakan produk tiamin HCl menyebabkan kerusakan sianokobalamin yang cepat ion Fe konsentrasi rendah dapat melindungi produk tanpa mempengaruhi stabilitas tiamin.
Inkompatibel : Dengan oksidator dan reduktor dan dengan garam logam berat. Stabil dalam larutan netral dan dalam larutan asam kuat.
Efek samping : Sianokobalamin biasanya bisa ditoleransi dengan baik. Reaksi alergi setelah injeksi jarang terjadi.
pH : stabil pada pH 4 sampai dengan 7
Titik lebur : Melebur pada suhu 300oC
Suhu stabilitas : Stabil pada suhu kamar
Rusak pada suhu : 140 – 145oC karena ikatan sianida melepas pada suu tersebut.
Injeksi sianokobalamin
• BP: Larutan steril sianokobalamin dalam API yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida yang sesuai untuk mencapai pH 4 (rentang 3.9-5.5), dapat pula mengandung buffering agent yang sesuai. Disterilkan dengan sterilisasi autoklaf. Potensinya setara dengan sianokobalamin anhidrat dengan jumlah yang sama. Terlindung dari cahaya.
• USP: Larutan steril sianokobalamin dalam API, atau dalam API isoosmotik oleh penambahan NaCl. pH 4,5–7. Dapat pula mengandung buffering agent yang sesuai. disterilkan dengan sterilisasi dengan autoklaf. Potensinya setara dengan sianokoblamin anhidrat dengan jumlah yang sama. Terindung dari cahaya.

Formulasi berdasarkan fornas hal. 89
Komposisi: Tiap ml mengandung:
Sianookobalamin 1 mg
API ad 1 ml
Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal atau wadah ganda terlindung cahaya
Dosis: Secara IM pemeliharaan sekali sebulan 100µg
Pengobatan 3x seminggu 1mg
Catatan:
1. Pada pembuatan ditambahkan asam asetat atau asam klorida encer secukupnya hingga pH ± 4,5. Dapat juga ditambahkan Na dihidrogenfosfat.
2. Ditambahkan NaCl secukupnya.
3. Dapat ditambahkan fenil raksa (II) nitrat 0,001% b/v atau benzyl alcohol 1% b/v.
4. Disterilkan dengan cara sterilisasi A, B dan C.
5. Sediaan berkekuatan lain: 500µg/ml












BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN

4.1 Formulasi
Sianokobalamin 1 mg
API ad 1 ml

4.2 Volume Larutan yang Dibuat
Volume larutan yang dibuat
V = (n + 2) V’ + (2 x 3) ml
= (3 + 2) 1.1 + 6 ml
= 11.5 ml

Keterangan
V = volume larutan yang dibuat
V’= volume larutan per wadah setelah ditambah volume yang dilebihkan berdasarkan panduan pada Farmakope III halaman 19.
n = jumlah wadah yang dibuat

4.3 Perhitungan Dapar
Berdasarkan catatan untuk injeksi sianokobalamin pada FORNAS halaman 89, injeksi ini dapat pula ditambah dapar Na dihidrogenfosfat. Oleh karena itu, kami memilih menggunakan dapar fosfat. Berikut ini perhitungan daparnya.
pH stabil sediaan = 4.5 – 7
pH stabil yang dipilih = 6
pKa H2PO4- = 7,12
Persamaan Henderson-Hasselbach untuk Buffer
pH = pKa + log
6 = 7,12 + log
log = -1,12
= 0,076
[HPO42-] = 0,076 [H2PO4-]

Persamaan Koppel-Spiro-Van Slyke untuk Kapasitas Dapar
Ka = antilog (-pKa) = antilog (-7,12) = 7,6 . 10-8
[H3O+] = antilog (-pH) = antilog (-6) = 1 . 10-6


β = 2.3 C
0,01 = 2.3 C
= 2.3 C
= 2.3 C (6,55 x 10-2)
C = 0,066 mol/L
C = [garam] + [asam]
0,066 = [HPO42-] + [H2PO4-]
= 0,076 [H2PO4-] + [H2PO4-]
= 1,076 [H2PO4-]
[H2PO4-] = 0,061 M
[HPO42-] = 0,076 [H2PO4-]
= 0,076 x 0,061
= 4,636 x 10-3 M
Komposisi dapar = NaH2PO4 + Na2HPO4
BM NaH2PO4 = 120
BM Na2HPO4 = 142
Konsentrasi komposisi dapar per ml
[NaH2PO4] = [H2PO4-] = 0,061 mol/l
= 0,061 x 120
= 7,32 gram/l
= 7,32 mg/ml
[Na2HPO4] = [HPO42-] = 4,636 x 10-3 mol/l
= 4,636 x 10-3 x 142
= 0,6583 g/l
= 0,6583 mg/ml
Volume larutan injeksi yang dibuat adalah 11,5 ml, maka jumlah pendapar yang diperlukan
NaH2PO4 = 7,32 mg/ml x 11,5 ml = 84,18 mg
Na2HPO4 = 0,6583 mg/ml x 11,5 ml = 7,57 mg

4.4 Perhitungan Tonisitas Larutan Injeksi
Untuk menghitung tonisitas menggunakan persamaan White-Vincent, kita perlu mengetahui nilai ekuivalensi NaCl masing-masing bahan terlarut.
Ekuivalensi NaCl
EB12 =
=
= 0,023
ENaH2PO4 =
=
= 0,482
ENa2HPO4 =
=
= 0,407
Persamaan White-Vincent
V = W x E x 111,1
= (11,5 x 10-3 x 0,023 x 111,1) + ( 84,18 x 10-3 x 0,482 x 111,1) + (7,57 x 10-3 x 0,407 x 111,1)
= 4,88 ml → hipotonis
Maka, NaCl yang perlu ditambahkan untuk mencapai isotonis adalah
V = W x E x 111,1
W=
=
= 0,0596 g
= 59,6 mg →untuk 5 ml
Maka, per 1 ml mengandung = 5,18 mg

4.5 Formula Akhir
Sianokobalamin 1 mg
NaH2PO4 7,32 mg
Na2HPO4 0,6583 mg
NaCl 5,18 mg
API ad 1 ml




BAB V
MATERI DAN METODE

5.1 Alat dan Bahan
5.1.1 Alat
a) Beaker glass 50 ml
b) Beaker glass 100 ml
c) Kaca arloji
d) Cawan penguap
e) Batang pengaduk
f) Spatula
g) Ampul
h) Gelas ukur kecil (25 ml)
i) Pipet
j) Karet pipet
k) Spuit

5.1.2 Bahan
a) Sianokobalamin
b) NaCl
c) NaH2PO4
d) Na2HPO4

5.2 Prosedur Kerja
1) Membuat aqua pro injeksi dengan memanaskan aquadest sampai mendidih lalu terus mendidihkannya selama 30 menit.
2) Menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan.
3) Melarutkan bahan-bahan pada beaker glass dengan sebagian dari API yang dibutuhkan sampai seluruh bahan terlarut seluruhnya.
4) Menuangkan larutan pada gelas ukur. Menambahkan API sampai volume yang ditentukan.
5) Memasukkan larutan injeksi ke dalam ampul sesuai dengan ketentuan volume per ampul.
6) Menutup ampul.
7) Sterilisasi sediaan dengan autoklaf 115oC selama 30 menit dengan posisi ampul terbalik di atas kapas dalam wadah beaker glass.




















BAB VI
HASIL DAN EVALUASI PERCOBAAN

a) Kejernihan
Evaluasi ini dilakukan dengan cara memperhatikan dengan teliti larutan didalam ampul ada atau tidaknya partikel yang mengambang.
b) Volume Terpindahkan
Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan.
c) pH
pH diuji dengan menggunakan indicator pH universal dan pHmeter. pH larutan injeksi adalah 6.
d) Homogenitas
Evaluasi ini dilakukan dengan memperhatikan larutan injeksi yang dihasilkan terlarut sempurna ditunjukkan dengan tidak adanya partikel yang menggambang dan menggendap.












BAB VII
PEMBAHASAN

Sediaan injeksi yang kami buat berupa larutan dengan zat aktif vitamin B12 (Sianokobalamin). Injeksi sianokobalamin memiliki konsentrasi 1mg/ml yang bertujuan untuk pengobatan anemia persiniosa. Berdasarkan literatur, sianokobalamin memiliki pH stabil antara 4-7 dan akan rusak pada suhu 1400-1450 C karena pada suhu ini ikatan sianida yang ada pada sianokobalamin akan putus menyebabkan toksik.
Pada pembuatan ini kami menggunakan larutan pendapar untuk menstabilkan pH yang diinginkan selain itu larutan pendapar dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan pada saat penyuntikan. Larutan pendapar yang digunakan adaah kombinasi antara Na2HPO4 dengan NaH2PO4. pH dapar untuk sediaan kami adalah pH 6. pH ini dipilih karena masih didalam rentang pH stabil dan berada dipertengahan, karena apabila pH beergeser, pergeserannya tidak jauh dari pH stabilnya.
Proses pembuatan dilakukan dengan cara membuatan larutan pendapar terlebih dahulu sesuai dengan perhitungan pendapar yang dibutuhkan. Pendapar tersebut dilarutkan dengan API (Aqu Pro Injeksi) kemudian diisotonis dengan NaCl yang telah diperhitungkan sebelumnya. Lalu melarutkan Sianokobalamin kedalam larutan pendapar dan mengiisotonisnya kembali dengan NaCl yang telah diperhitungkan sebelumnya. Setelah sediaan selesai dimasukkan kedalam ampul dan dilakukan sterilisasi akhir menggunakan autoklaf dengan suhu 1210 selama 30 menit.
Berdasarkan hasil praktikum, kami menghasilkan 3 ampul larutan injeksi sianokobalamin 1 ml dengan kadar sianokobalamin 1mg/ml. Ampul tidak ditutup karena alat yang biasa digunakan untuk menutup ampul sedang rusak. Oleh karena itu, uji kebocoran tidak dapat kami lakukan. Salah satu uji yang kami lakukan adalah uji pH. pH larutan injeksi kami uji setelah larutan selesai dibuat (volume sampai yang tepat dibutuhkan). pH larutan injeksi yang kami buat adalah 6.
Evaluasi uji kejerrnihan kami lakukan sebelum dan setelah proses sterilisasi. Berdasarkan pengamatan kami, sediaan yang kami hasilkan jernih dengan parameter dapat melihat tembus pandang melalui zat dan tidak ada partikel-partikel yang tidak terlarut. Selanjutnya adalah evaluasi volume terpindahkan. Berdasarkan perhitungan volume larutan, volume yang perlu ditambahkan sebagai volume yang hilang per 1 ml sediaan yang dibuat adalah 0,1 ml. Evaluasi menunjukkan bahwa volume yang hilang saat pemindahan adalah 0,05ml.




















BAB VIII
KESIMPULAN

1) Sediaan steril harus bebas dari jasad renik, bakteri patogen non patogen baik yang vegetatif maupun non vegetatif. Oleh karena itu, untuk suatu sediaan parenteral perlu dibuat steril untuk menghindari kontaminasi yang akan mempengaruhi kesehatan tubuh pengguna.
2) Sediaan steril yang kami buat berupa larutan injeksi sianokobalamin 1mg/ml yang dibuat dengan sterilisasi akhir (autoklaf) yang stabil pada pH 5 sampai dengan 7.
3) Untuk membuat sediaan stabil pada pHnya kami menggunakan tambahan dapar fosfat (kombinasi NaH2PO dan Na2HPO4) sesuai dengan perhitungan yang telah dianjurkan untuk mendapar pada pH 6.
4) Selain itu, kami juga menggunakan tambahan NaCl sebagai pengisotoni larutan injeksi terhadap tonisitas darah.
5) Dari beberapa evaluasi yang dilakukan, larutan injeksi sianokobalamin yang kami buat memiliki pH 6, homogen, dan jernih. Beberapa uji tidak dilakukan karena terbatasnya alat skala laboratorium.










DAFTAR PUSTAKA


Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta : UI press
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 1998. ISO Indonesia. Volume 32. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nelly Suryani dan Farida Sulistiawati. 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen Kesehatan RI
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eight edition. London : The Pharmaseutical Press.
Tjay, Tan Hoan,dkk. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia
Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Exipients. Second edition. Washington : American Pharmaseutical Association








LAMPIRAN
Brosur
LANSIA®
LARUTAN INJEKSI SIANOKOBALAMIN
Vitamin B12 1mg/mL
Komposisi :
Tiap ml mengandung vitamin B12 ............................................................................... 1 mg
Indikasi :
Anemia pernisiosa yang tidak terkomplikasi atau malabsorbsi pada intestinum yang menyebabkan defisiensi vitamin B12.
Efek Samping :
Sianokobalamin biasanya bisa ditoleransi dengan baik. Reaksi alergi setelah injeksi jarang terjadi.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik pada wanita hamil.
Dosis :
1xp= 1mg
Penyimpanan :
Simpan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya
Kemasan :
Box, 3 ampul @ 1 ml No. Reg. DKL 0805634704 A1


Diproduksi oleh: PT. NAFTALEN PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia

Etiket

OTM Gentamisin 2

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
LARUTAN OBAT TETES MATA
27 Mei 2010











PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
TUJUAN
Memahami tentang larutan obat tetes mata
Memahami prinsip dasar pembuatan dan mampu mengaplikasikannya dalam praktikum untuk skala lab
Memahami evaluasi dan mampu mengaplikasikannya dalam praktikum untuk skala lab

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Berdasarkan FI III
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata.
Teks Book of Pharmaceutics, hal; 358
Tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus conjungtival. Mereka dapat mengandung bahan-bahan antimikroba seperti antibiotik, bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid, obat miotik seperti fisostigmin sulfat atau obat midriatik seperti atropin sulfat.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Tetes Mata
Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan;
Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari sediaan;
Isotonisitas dari larutan;
pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum
Faktor yang paling penting dipertimbangkan ketika menyiapkan larutan mata adalah tonisitas, pH, stabilitas, viskositas, seleksi pengawet dan sterilisasi. Sayang sekali, yang paling penting dari itu dalah sterilitas yang telah menerima sifat/perhatian dan farmasis dan ahli mata.
Banyak dari syarat ini saling berkaitan dan tidak dapat dipandang sebagai faktor terisolasi yang dipertimbangkan secara individual. Sterilisasi misalnya, dapat dihubungkan dengan pH, buffer, dan pengemasan. Sistem dapar harus dipertimbangkan dengan pemikiran tonisitas dan dengan pemikiran kenyamanan produk.

Keuntungan dan Kreugian Tetes Mata
Keuntungan Tetes Mata
Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yantg obat-obatnya larut dalam air. Obat tetes mata tidak menganggu penglihatan ketika digunakan.

Kerugian Tetes Mata
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi. Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan melewati kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat lambat, pasien mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat.

Penggunaan Tetes Mata
Cuci tangan
Dengan satu tangan, tarik perlahan-lahan kelopak mata bagian bawah
Jika penetesnya terpisah, tekan bola karetnya sekali ketika penetes dimasukkan ke dalam botol untuk membawa larutan ke dalam penetes
Tempatkan penetes di atas mata, teteskan obat ke dalam kelopak mata bagian bawah sambil melihat ke atas jangan menyentuhkan penetes pada mata atau jari.
Lepaskan kelopak mata, coba untuk menjaga mata tetap terbuka dan jangan berkedip paling kurang 30 detik
Jika penetesnya terpisah, tempatkan kembali pada botol dan tutup rapat
Jika penetesnya terpisah, selalu tempatkan penetes dengan ujung menghadap ke bawah
Jangan pernah menyentuhkan penetes denga permukaan apapun
Jangan mencuci penetes
Ketika penetes diletakkan diatas botol, hindari kontaminasi pada tutup ketika dipindahkan
Ketika penetes adalah permanen dalam botol, ketika dihasilkan oleh industri farmasi uunutk farmasis, peraturan yang sama digunkahn menghindari kontaminasi
Jangan pernah menggunakan tetes mata yang telah mengalami perubahan warna
Jika anda mempunyai lebih dari satu botol dari tetes yang sama, buka hanya satu botol saja
Jika kamu menggunakan lebih dari satu jenis tetes pada waktu yang sama, tunggu beberapa menit sebelum menggunakan tetes mata yang lain
Sangat membantu penggunaan obat dengan latihan memakai obat di depan cermin
Setelah penggunaan tetes mata jangan menutup mata terlalu rapat dan tidak berkedip lebih sering dari biasanya karena dapat menghilangkan obat dari tempat kerjanya.

Karakteristik Sediaan Mata
Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya. pengerjaan penampilan dalam lingkungan bersih.
Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test sterilitas.

Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zaat tambahan larutan dan tipe pengemasan.
Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH 6.8 namun demikian, pH stabilitas kimia (atau kestabilan) dapat diukur dalam beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini, bahan kehilangan stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pH 5, kedua obat stabil dalam beberapa tahun.
Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan cairan mata yaitu 7,4. Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas bahan aktif dalam optalmologi adalah garam basa lemah dan paling stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi kortikosteroid tidak larut suspensi biasanya paling stabil pada pH asam.

Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang dihasilkan oleh larutan dari keberadaan padatan terlarut atau tidak larut. Cairan mata dan cairan tubuh lainnya memberikan tekanan osmotik sama dengan garam normal atau 0,9% larutan NaCl. Larutan yang mempunyai jumlah bahan terlarut lebih besar daripada cairan mata disebut hipertonik. Sebaliknya, cairan yang mempunyai sedikit zat terlarut mempunyai tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik. Mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai tonisitas dalam range dari ekuivalen 0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa ketidaknyamanan yang besar.
Tonisitas pencuci mata mempunyai hal penting lebih besar daripada tetes mata karena volume larutan yang digunakan. Dengan pencuci mata dan dengan bantuan penutup mata, mata dicuci dengan larutan kemudian overwhelming kemampuan cairan mata untuk mengatur beberapa perbedaan tonisitas. Jika tonisitas pencuci mata tidak mendekati cairan mata, dapat, menghasilkan nyeri dan iritasi.
Dalam pembuatan larutan mata, tonisitas larutan dapat diatur sama cairan lakrimal dengan penambahan zat terlarut yang cocok seperti NaCl. Jika tekanan osmotik dari obat diinginkan konsentrasi melampaui cairan mata, tidak ada yang dapat dilakukan jika konsentrasi obat yang diinginkan dipertahankan, ketika larutan hipertonik. Contohnya 10 dan 30% larutan natrium sulfasetamid adalah hipertonik, konsentrasi kurang dari 10% tidak memberikan efek klinik yang diinginkan. Untuk larutan hipotonik sejumlah metode disiapkan untuk menghitung jumlah NaCl untuk mengatur tonisitas larutan mata, salah satu metodenya adalah metode penurunan titik beku.

Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.
Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama kontak dalam mata.

Additives/Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan, namun demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama. surfaktan nonionik, kelas toksis kecil seperti bahan campuran digunakan dalam konsentrasi rendah khususnya suspensi dan berhubungan dengan kejernihan larutan.
Penggunaan surfaktan, khususnya pada beberapa konsentrasi sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik bahan-bahan. Surfaktan nonionik, khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet.
Surfaktan kationik digunakan secara bertahap dalam larutan mata tetapi hampir invariabel sebagai pengawet antimikroba. benzalkonium klorida dalam range 0,01-0,02% dengan toksisitas faktor pembatas konsentrasi. Benzalkonium klorida sebagai pengawet digunakan dalam jumlah besar dalam larutan dan suspensi mata komersial.

Sterilisasi
Sterilisasi merupakan sesuatu yang penting. larutan mata yang dibuat dapat membawa banyak organisme, yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. infeksi mata dari organisme ini yang dapat menyebabkan kebutaan. Ini khususnya berbahaya untuk penggunaan produk nonsteril di dalam mata ketika kornea dibuka. bahan-bahan partikulat dapat mengiritasi mata, ketidaknyamanan pada pasien dan metode ini tersedia untuk pengeluarannya.
Jika suatu batasan pertimbangan dan mekanisme pertahanan mata, bahwa sediaan mata harus steril. air mata, kecuali darah, tidak mengandung antibodi atau mekanisme untuk memproduksinya. Oleh karena itu, mekanisme pertahanan utama melawan infeksi mata secara sederhana aksi pertahanan oleh air mata, dan sebuah enzim ditemukan dalam air mata (lizozim) dimana mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa polisakarida dari beberapa organisme ini. Organisme ini tidak dipengaruhi oleh lizozim. satu yang paling mungkin yang menyebabkan kerusakan mata adalah Pseudomonas aeruginosa (Bacillus pyocyneas).

Bahaya Obat Nonsteril
Pseudomonas aeruginas (B. pyocyaneus; P. pyocyanea; Blue pas bacillus) ini merupakan mikroorganisme berbahaya dan upportunis yang tumbuh baik pada kultur media yang menghasilkan toksin dan zat/produk antibakteri, cenderung untuk membunuh kontaminan lain dan membiarkan Pseudomonas aeruginosa untuk tumbuh pada kultur murni. Bacillus gram negative menjadi sumber dari infeksi yang serius pada kornea. Ini dapat menybabkan kehilangan penglihatan pada 24-48 jam. Pada konsentrasi yang ditoleransi oleh jaringan mata, menunjukkan bahwa semua zat antimikroba didiskusikan pada bagian berikut dapat tidak efektif melawan beberapa strain dari organisme ini.

Wadah
Wadah untuk larutan mata. Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi.
Botol plastik untuk larutan mata juga dapat digunakan. Meskipun beberapa botol plastik untuk larutan mata telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir.

Zat Aktif - Gentamisin Sulfat
Gentamisin merupakan antimikroba golongan aminoglikosida, sekelompok dengan tobramisin dan amikasin. Kelompok ini biasanya digunakan untuk melawan bakteri aerob gram-negatif dengan cara berikatan pada antar muka antara subunit ribosom 30S dan 50S. Bakteri anaerob umumnya resisten terhadap aminoglikosida karena transport aminoglikosida ke dalam sel membutuhkan oksigen.
Gentamisin sulfat merupakan bentuk gentamisin yang lebih larut. Hal ini mempermudah dalam pembuatan sediaan-sediaan larutan gentamisin.

FORMULA DASAR
R/ Gentamisin sulfat 0.3%
Benzalkonium klorida 0.02%
Na. Metabisulfit 0.1%
Na. EDTA 0.1%
Ad API 10 ml

MONOGRAFI
ZAT AKTIF – GENTAMISIN SULFAT
Pemerian : Serbuk, putih sampai kuning gading
Kelarutan : Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95%)P, dalam kloroform P dan dalam eter P.
pH : 3.5 – 5.5
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Antibiotikum

ZAT TAMBAHAN
Benzalkonium klorida
Pemerian : Serbuk, putih atau kekuningan
Kelarutan : praktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol (95%), metanol, propanol dan air
pH : 5 - 8
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Antimikroba, antiseptik, disinfktan, solubilizing agent dan wetting agent.
Inkompatibel : Alumunium, surfaktan anionik, sitrat dan hidrogen peroksida.

Na-Metabisulfit
Pemerian : Tidak berwarna, berbantuk kristal prisma atau bubuk kristal berwana putih hingga putih gading
Kelarutan : Larut dalam 1.9 bagian air
pH : 3.5 - 5
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Antioksidan
Inkompatibel : Kloramfenikol, obat simpatomimetik, derivat asam sulfonat, fenilmerkuri asetat ketika sedang di auroklaf untuk obat tetes mata.

Na-EDTA
Pemerian : Bubuk kristal putih
Kelarutan : Larut dalam alkali hidroksida dan larut dalam 500 bagian air
pH : 4.3 – 4.7
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : chelating agent
Inkompatibel : Oksida kuat, basa kuat dan polivalen logam kuat.

NaCl
Pemerian : Bubuk kristal berwarna putih atau kristal tidak berwarna
Kelarutan : Larut dalam 2.8 bagian air, 250 bagian etanol (95%) dan 10 bagian gliserin
pH : 6.7 – 7.3
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Tonisitas


Na2HPO4
Pemerian : Serbuk putih.
Kelarutan : Sangat larut dalam air, lebih larut lagi dalam air panas atau mendidih, praktis tidak larut dalam etanol (95%). Bentuk anhidrat larut 1 bagian dalam 8 bagian air, bentuk heptahidrat larut 1 bagian dalam 4 bagian air, sedangkan bentuk dodekahidrat larut 1 bagian dalam 3 bagian air.
pH : 9.1
Stabilitas : Higroskopis. Saat dipanaskan pada suhu 40oC, bentuk dodekahidrat melebur; pada suhu 100oC ia kehilangan air kristalnya, dan pada sekitar 240oC, ia berubah menjadi pirofosfat, Na4P2O7. Larutan dibasic natrium fosfat stabil dan dapat disterilisasi dengan autoklaf. Harus disimpan pada wadah kedap udara, tempat yang sejuk dan kering.
Fungsi : Penyusun senyawa pendapar.

KH2PO4
Pemerian : Serbuk kristal atau granul tidak berwarna atau warna putih.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam etanol (95%).
pH : 4,5 – 1% dalam larutan air. Suhu 25oC.
Fungsi : Penyusun senyawa pendapar.

PERHITUNGAN DAN FORMULASI AKHIR
Perhitungan
Perhitungan Konsentrasi Dapar Fosfat
Diketahui β (kapasitas dapar) = 0,01
Dapar fosfat yang digunakan merupakan kombinasi dari KH2PO4 yang berfungsi sebagai asam dan Na2HPO4 yang berfungsi sebagai garam.
pKa asam KH2PO4 = 7,21
pKa = - log Ka
7,21 = - log Ka
Ka = 6,2 x 10-8
pH yang direncanakan untuk sediaan ini yaitu pH = 7
[H+] = 10-7
Konsentrasi masing-masing KH2PO4 dan Na2HPO4 dicari dengan persamaan sebagai berikut:
pH = pKa + log ([G])/([A])
7 = 7,21 + log ([G])/([A])
log ([G])/([A]) = 0,21
([G])/([A]) = 0,62 M
[G] = 0,62 [A]
β = "2,3C" ("Ka.[" "H" ^"+" "]" )/〖"(Ka + [" "H" ^"+" "])" 〗^"2"
0,01 = "2,3C" ("(6,2 x " 〖"10" 〗^"-8" ").(" 〖"10" 〗^"-7" ")" )/〖"((6,2 x " 〖"10" 〗^"-8" ")+(" 〖"10" 〗^"-7" "))" 〗^"2"
0,01 = "2,3C" ("6,2 x" 〖"10" 〗^(-"15" ))/〖"(1,62 x" 〖"10" 〗^(-"7" ) ")" 〗^"2"
0,01 = "2,3C" ("6,2 x " 〖"10" 〗^(-"15" ))/("2,62 x " 〖"10" 〗^(-"14" ) )
0,01 = "2,3C.0,2366"
0,01 = 0,5442 C
C = 0,01/0,5442
= 0,018 M

C = [A] + [G]
0,018 = [A] + 0,62 [A]
0,018 = 1,62 [A]
[A] = 0,011 M
[G] = 0,018-0,011 = 0,007 M

Perhitungan Dapar Fosfat yang Digunakan untuk 10 ml
Persamaan yang digunakan:
M= Berat/Mr x 1000/V
Berat (g) = (M x Mr x V)/1000
Berat KH2PO4 (asam) dalam 10 ml
Berat (g) = (M x Mr x V)/1000
= (0,011 x 136,09 x 10 )/1000
= 0,014969 gram
= 14,97 mg
Maka, konsentrasi yang digunakan adalah 0,1497%
Berat Na2HPO4 (garam) dalam 10 ml
Berat (g) = (M x Mr x V)/1000
= (0,007 x 141,96 x 10 )/1000
= 0,0099472 gram
= 9,95 mg
Maka konsentrasi yang digunakan adalah 0,0995%
Konversi Na2HPO4 anhidrat ke dihidrat = 177,98/141,96 x 0,0995% = 0,1247%

Perhitungan ekivalensi
E gentamisin sulfat = 17 = 17 = 0,1147
E Benzalkonium klorida = 0,18
E Na-EDTA = 0,24
E Na2HPO4 anhidrat = 17 = 17 = 0,328
E KH2PO4 = 17 = 17 = 0,425
E Na-metabisulfit = 0,7






Perhitungan Tonisitas
V = W x E x 111,1
= (0,03 x 0,1147 x 111,1) + (0,002 x 0,18 x 111,1) + (0,01 x 0,7 x 111,1) + (0,01 x 0,24 x 111,1) + (0,012 x 0,328 x 111,1) + (0,015 x 0,425 x 111,1)
= 2,612 ml (Hipotonis)
Volume NaCl yang ditambahkan untuk isotonis = 10 ml – 2,612 ml = 7,388
W = = = 0,066 g

Formula Akhir
R/ Gentamisin sulfat 30 mg
Benzalkonium klorida 2 mg
Na. Metabisulfit 10 mg
Na. EDTA 10 mg
Na2HPO4 12 mg
KH2PO4 15 mg
NaCl 66 mg
API ad 10 ml

MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat
Alat Sterilisasi Awal dan Akhir Suhu dan Waktu Literatur
1. Beker glass 50ml dan 100ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
2. Erlenmeyer 50ml dan 100ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
3. Gelas ukur 10ml dan 25ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
4. Kaca arloji Oven 1500 C, 30 menit FI IV
5. Batang Pengaduk Oven 1500 C, 30 menit FI IV
6. Spatula Oven 1500 C, 30 menit FI IV
7. Ampuls Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
8. Pipet Direndam alcohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
karet pipet Direbus dengan air mendidih 30 menit Watt 1/45
9. Spuit Direndam alcohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
10. Kertas saring Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
11. Corong pisah Oven 1500 C, 30 menit FI IV
12. Pinset Oven 1500 C, 30 menit FI IV
13. Krustang Oven 1500 C, 30 menit FI IV
14., Spatula Direndam alkohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
15. Mortir Dibakar dengan etanol95% - -

Bahan
Gentamisin sulfat = 30 mg
Benzalkonium klorida = 2 mg
Na. Metabisulfit = 10 mg
Na. EDTA = 10 mg
Na2HPO4 = 12 mg
KH2PO4 = 15 mg
NaCl = 66 mg
API ad 10 ml

Penimbangan Bahan
Akan dibuat obat tetes mata sebanyak 20 ml
Gentamisin sulfat = 60 mg
Benzalkonium klorida = 4 mg
Na. Metabisulfit = 20 mg
Na. EDTA = 20 mg
Na2HPO4 = 24 mg
KH2PO4 = 30 mg
NaCl = 132 mg
API ad 20 ml

Prosedur
Menimbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan menggunakan aquabides secukupnya
Memasukkan semua bahan ke dalam beker glass yang dilengkapi batang pengaduk, dan menambahkan aquabides hingga larut, membilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua kali
Setelah semua bahan larut, menuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan
Membasahi terlebih dahulu kerta saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides. Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer
Menyaring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dari steril melalui corong dan kertas saring yang telah dibasahi
Membilas beaker glass dengan aquabides, menuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga tepat 10 ml dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrate larutan sebelumnya
Memasukkan sediaan ke dalam tempat kemasan, melakukan sterilisasi dan memberikan etiket
Melakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.

Evaluasi
Evaluasi Fisika
Uji kejernihan (FI IV hal 998)
Penetuan bobot jenis (FI IV <981>, hal 1030)
Penentuan pH (FI IV <1071>, hal 1039)
Penentuan bahan partikulat (FI IV <751>, hal 981)
Penentuan volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)
Evaluasi Kimia
Penetapan kadar
Identifikasi
Evaluasi Biologi
Uji sterilitas
Uji efektivitas pengawet (FI IV <61>, hal 854-855)
Penentuan potensi (untuk antibiotik)




HASIL PERCOBAAN DAN EVALUASI
Kejernihan
Evaluasi ini dilakukan dengan cara memperhatikan dengan teliti larutan infus didalam erlenmeyer yang berisi sediaan obat tetes mata untuk evaluasi ada atau tidaknya partikel yang mengambang.
pH
pH diuji dengan menggunakan indicator pH universal dan pHmeter. pH larutan injeksi adalah 7.
Homogenitas
Evaluasi ini dilakukan dengan memperhatikan larutan obat tetes mata yang dihasilkan terlarut sempurna ditunjukkan dengan tidak adanya partikel yang menggambang dan menggendap.

PEMBAHASAN HASIL
Obat tetes mata merupakan salah satu bentuk sediaan obat untuk mengatasi gangguan pada mata yang dapat disebabkan adanya iritasi oleh virus dan bakteri. Zat aktif yang digunakan juga berbeda untuk mengatas iritasi ringan hingga irtitasi berat yang disebabkan oleh bakteri. Adanya iritasi oleh mikroba dapat diatasi dengan penggunaan antibiotik. Salah satu antibiotik yang digunakan adalah garamisin yang merupakan gentamisin sulfat. Zat aktif ini memiliki pH asam yaitu 3,5-5,5 yang apabila digunakan akan memberikan rasa perih pada mata. Selain itu, gentamisin sulfat ini memiliki kelarutan yang baik dengan air sehingga dapat diformulasikan sebagai larutan berupa tetes mata.
Sediaan obat mata harus memilik persyaratan steril karena akan digunakan untuk mengeliminasi adanya iritasi oleh mikroba sehingga sediaan tidak boleh terkontaminasi. Sediaan harus isotonis untuk menyesuaikan tonisitas pada mata yang setara dengan 0,9% NaCl. Pada pengisian sediaan kedalam kemasan, obat tidak dilebihkan karena ketika digunakan tidak akan ada larutan yang akan terbuang saat sebelum diberikan seperti sediaan injeksi.
Formularium pada obat tetes mata memiliki eksipien standar yang terdiri dari pengawet, antioksidan, pengkelat, pendapar , dan pengisotoni. Selain itu, dapat ditambahkan peningkat viskositas (pada formulasi kami tidak menambahkan eksipien ini, karena bukan eksipien yang wajib ditambahkan). Berdasarkan formularium dasar tersebut kami mengunakan eksipien Benzalkonium klorida sebagai pengawet. Penggunaan pegawet dikarenakan basis yang digunakan berupa larutan yang mudah ditumbuhi mikroba. Antioksidan yang digunakan adalah Natrium metabisulfit. Pemakaian antioksidan ditujukan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat mempengaruhi stabilitas dari zat altif. Adanya pengkelat ditujukan untuk mengatasi adanya logam yang dapat menggangu zat aktif, sehingga logam tersebut dikelat dengan adanya Na. EDTA. Penggunaan pendapar ditujukan untuk mempertahankan zat aktif pada pH stabilnya. Sediaan gentamisin sulfat yang berupa obat tetes mata memiliki pH stabil antara 6-7. Maka, kami mendapar sediaan untuk memperoleh pH 7 yang mendekati pH mata yaitu 7,4 sehingga tidak perih ketika digunakan.pendapar yang digunakan adalah dapar fosfat yang terdiri dari Na2HPO4 (garam) dan KH2PO4 (asam). Selanjutnya eksipien yang ditambahkan adalah zat pengisotoni yang berupa NaCl agar zat memiliki tonisitas sesuai tonisitas mata.
Sterilisasi yang kami gunakan adalah sterilisasi akhir. Setelah mendapatkan dispensasi, kami melakukan kalibrasi alat dan penimbangan bahan sesuai dengan formula. Melakukan pencampuran pada white area hingga menjadi larutan kemudian mengukur volume pada gelas ukur dan disaring. Selanjutnya, membilas beaker glass yang digunakan kemudian disaring untuk ditambahkan kedalam filtrat hingga tepat 10 ml. Setelah sediaan obat tetes mata selesai, selajutnya melakukan uji pH, pH yang dihasilakan yaitu 7 sesuai dengan tujuan pendapar yang digunakan.
Evaluasi selanjutnya yang digunakan adalah uji kejernihan dengan cara mengamati dengan baik larutan sediaan yang telah ditempatkan pada wadah tembus cahaya di ruangan yang terkena pancaran sinar matahari. Partikel-partikel melayang akan tampak jelas karena memantulkan cahaya matahari tersebut. Pada pengamatan, sediaan yang kami buat tidak menunjukkan tanda-tanda tersebut. Dengan demikian, kami menyimpulkan sediaan obat mata kami jernih.

KESIMPULAN
Tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus conjungtival. Mereka dapat mengandung bahan-bahan antimikroba seperti antibiotik, bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid, obat miotik seperti fisostigmin sulfat atau obat midriatik seperti atropin sulfat.
Karakteristik sediaan mata yang perlu diperhatikan di antaranya
Kejernihan
Stabilitas; tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutan dan tipe pengemasan.
Buffer dan pH; pH ideal = ekuivalen dengan cairan mata yaitu 7,4.
Tonisitas = tekanan osmotik yang dihasilkan oleh larutan dari keberadaan padatan terlarut atau tidak larut. tekanan osmotik Cairan mata dan cairan tubuh lainnya = 0,9% larutan NaCl. Mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai tonisitas dalam range dari ekuivalen 0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa ketidaknyamanan yang besar.
Viskositas; peningkat viskositas berguna memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Viskositas yang meningkat dalam rentang 25-50 cP meningkatkan lama kontak dalam mata.
Additives/Tambahan
Sterilisasi
Wadah
Formulasi akhir
R/ Gentamisin sulfat 30 mg
Benzalkonium klorida 2 mg
Na. Metabisulfit 10 mg
Na. EDTA 10 mg
Na2HPO4 12 mg
KH2PO4 15 mg
NaCl 66 mg
API ad 10 ml

Evaluasi sediaan yang kami lakukan
Kejernihan = sediaan jernih, bebas partikel melayang
pH = 7
Homogenitas = homogen


DAFTAR PUSTAKA
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 1998. ISO Indonesia. Volume 32. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nelly Suryani dan Farida Sulistiawati. 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen Kesehatan RI
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eighth edition. London : The Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan,dkk. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia
Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Excipients. Second edition. Washington : American Pharmaseutical Association

LAMPIRAN

Infus NaCl majemuk laporan 3

LAPORAN PRAKTIKUM STERIL
FORMULASI INFUS NaCl MAJEMUK








Disusun Oleh:

PROGRAM STUDY FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Sdiaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Akan tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin ( Perancis ) dan Friedleader ( Jerman ), seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan atau organ.
1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.

1.3 Tujuan Formulasi Sediaan

Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relative sama. Rasionya dalam tubuh adalah air 57 %; lemak 20,8 %; protein 17,0 %; serta mineral dan glikon 6 %. Ketika terjadi gangguan homeostasis ( keseimbangan cairan tubuh ), maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit.
Syarat-syarat obat suntik :
Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
Sedapat mungkin isohidri
Sedapat mungkin isotonis
Harus steril
Bebas pirogen

Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100 mL Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat tambahan lain. Air ini boleh mengandung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang diinginkan.
Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan parenteral dengan volume besar yang ditujukan untuk intravena. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain.
Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin.
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.
Persyaratan infus intravena menurut FI III antara lain :
1. Sediaan steril berupa larutan
2. Bebas pirogen
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
4. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 5 µm
5. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
6. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
7. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan
8. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nominal
9. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
10. Memenuhi syarat injeksi
Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan masalah terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan sekali lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara dimuntahkan.
Pembuatan infus ini mengacu pada penggunaannya sebagai cairan infus yang dapat menstabilkan jumlah elektrolit-elektrolit yang sama kadarnya dalam cairan fisiologis normal, sehingga diharapkan pasien dapat mempertahankan kondisi elektrolitnya agar sesuai dengan batas-batas atau jumlah elektrolit yang normal pada plasma. Selain itu, digunakan pengisotonis dekstrosa yang diharapkan mampu menambah kalori bagi pasien serta meningkatkan stamina karena biasanya kondisi pasien yang kekurangan elektrolit dalam keadaan lemas (sehingga perlu diinfus).










BAB III
PRAFORMULASI
BAHAN AKTIF
Natrium klorida
 Sifat Kimia
Nama Lain : NaCl
Rumus Molekul :
Berat Molekul : 58,44
 Sifat Fisika
a. Organoleptis
Bentuk : Kristal atau serbuk kristal putih
Bau : tidak berbau
Warna : tidak berwarna.
Rasa : asin
Kelarutan :
Larut dalam 2,8 bagian air,dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P,sukar larut dalam etanol (95%).
b. Kestabilan : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas
c. pH : 5 –7,5
d. Titik lebur : 800,4 0 C

 Sifat Farmakologi dan Farmakokinetik
a. Khasiat
Bahan aktif sebagai Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh
b. Efek Samping
Keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal dapat menyebabkan hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage. Efek samping yang sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi, gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.
c. OTT
logam Ag, Hg, Fe
d. Kontra indikasi
Untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali udem, kelainan fungsi ginjal.
e. Farmakologi
berfungsi untuk mengatur distribusi air,cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.
 Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah infus
 Dosis
lebih dari 0,9%(excipient hal 440).injeksi IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam (DI 2003 hal 1415)injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml.Na+ dalam plasma=135-145 mEq/L (steril dosage form hal 251)
 Cara penggunaan : IV
 Cara sterilisasi : Sterilisasi A ( autoklaf ) dan C ( Filtrasi )








ZAT TAMBAHAN :
Zat aktif : Kalii Chloridum
Sinonim : Potassium Chloride
BM : 74,55
1. Pemerian : tidak berbau; kristal tidak berwarna; atau bubuk kristal putih, rasa garam yang tidak menyenangkan.
2. pH : 7 untuk larutan pada suhu 15oC
3. Kelarutan : praktis tidak larut dalam acetone dan eter; larut dalam 250 bagian etanol 95%; larut dalam 14 bagian gliserin; larut dalam 2,8 bagian air dan 1,8 bagian pada suhu 100oC.
4. Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Kalium
5. OTT : larutan potassium klorida bereaksi kuat dengan bromine triflouride dan dengan campuran asam sulfur dan permanganate kalium. Kehadiran asam klorida, NaCl, dan MgCl menurunkan kelarutan KCl dalam air. Larutan KCl mengendap dengan garam perak dan lead. Larutan iv KCl OTT dengan protein hidrosalisilat.
6. Stabilitas : larutan KCL dapat disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi. KCl stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, tempat sejuk dan kering.

Zat aktif : Calcii Chloridum
Sinonim : Calcium Chloride Dihydrate
BM : 147
1. Pemerian : bubuk kristal, higroskopis, tidak berbau, tidak berwarna atau putih
2. pH : larutan 5% dalam air memiliki pH 4,5-9,2.
larutan 1,7% dalam air memiliki keadaan yang isoosmotik dengan serum.
3. Kelarutan : larut dalam 1,2 bagian air; larut dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alcohol; larut dalam 2 bagian alcohol mendidih
4. Fungsi : agen tonisitas ; sumber ion Kalsium
5. OTT : OTT dengan larutan Karbonat, posfat, sulfat dan tartrat; dengan amphotericin, cephalothin sodium, Klorfeniramina maleat, Klortetrasiklin, HCl, Oksitetrasiklin HCl, dan tetrasiklin HCl. Kadang-kadang OTT yang tergantung pada konsentrasi yang terjadi dengan Natrium bikarbonat.
II. Formula Standar
1. Injeksi Natrium Klorida Majemuk (Fornas: 203)
Komposisi: Tiap 500 ml mengandung:
NaCl 4,3 g
KCl 150 mg
CaCl 2,4 g
API ad 500 ml

Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal ditempat sejuk
Catatan: - pH 5 sampai 7.5
- Tidak boleh mengandung bakterisida
- Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C, segera setelah dibuat
- Bebas Pirogen
- Pada etiket harus juga tertera banyaknya ion Kalium, ion Ca, Ion Klorida dan ion Natrium masing-masing dalam mEq per liter
- Diinjeksikan secara infusi

III. TakTersatukan Zat Aktif
Larutan natrium klorida bersifat korosif dengan besi; membentuk endapan bila bereaksi dengan perak; garam merkuri; agen oksidasi kuat pembebas klorine dari larutan asam sodium klorida; kelarutan pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium klorida.
CaCl2 akan bereaksi dengan gas CO2 akan menghasilkan endapan CaCO2

IV. Usul Penyempurnaan Sediaan
Api yang digunakan harus bebas CO2
Ditambah karbon aktiif 0,1 % untuk menghilangkan pirogen










LEMBAR KERJA PENGKAJIAN PRAFORMULASI

BAHAN AKTIF : NaCl
TABEL I

Masalah Diinginkan Alternatif Pilihan Alasan
Zat aktif larut air Dipakai sediaan steril • SPVK
• SPVB SPVB Akan dibuat sediaan injeksi dosis ganda
Zat aktif akan dibuat SPVK Sediaan injeksi • Pelarut air
• Pelarut non air Injeksi pelarut air Karena zat aktif lebih mudah larut dalam pelarut air
Pemberian obat harus tepat sasaran Sediaan obat dapat diberikan sesuai dan tepat sasaran • IV
• IM IV Melalui IM secara kuantitatif hasil absorpsi baik dan bioafvaibilitas obat mencapai 80 – 100 %
Zat aktif dibuat sediaan injeksi Bebas kuman, pirogen dan mikroorganisme • Sterilisasi akhir
• Aseptis Sterilisasi Aseptis Zat aktif tidak tahan pemanasan
Zat aktif terurai jika terkena cahaya Tidak terurai oleh cahaya • Wadah infus berwarna gelap.
• Wadah infus berwarna bening Wadah infus berwarna bening Sediaan lebih stabil


TABEL II

SPESIFIKASI DAN SYARAT SEDIAAN YANG DIINGINKAN

NO. Nama Produk Alfa Injecsi
Bentuk sediaan Injeksi

Bahan Aktif NaCl

Kemasan Wadah infuse 500 ml


Pemeriksaan SPESIFIKASI SYARAT
Warna Tidak berwarna
Tidak berwarna


Alat dan cara Sterilisasi
Nama Alat Jumlah Cara sterilisasi
Kaca arloji
Beaker glass
Erlenmeyer
Spatula
Batang pengaduk
Pinset
Gelas ukur
Spuit
Corong dan kertas saring
Ampul 2
2
2
1
1
1
2
1
1
2 Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
BAB IV
Formulasi Akhir
R/ Tiap 500 ml mengandung :
NaCl 7,018 g
KCl 0,149 g
CaCl2 0,147 g
Dekstrosa 11,218 g
Aqua pi ad 500 ml

VII. Perhitungan dan Penimbangan
• Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer lebih dari 50 ml yaitu 2%.
Maka, volume sediaan yang dibuat 500 ml + (2 % x 500)ml = 510 ml
• Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10 %
Maka, volume total yang dibuat 510 ml + (10% x 510)ml = 561 ml ≈ 600 ml
• Penimbangan bahan: NaCl = 600 x 7,018 g = 8,4216 g
500
KCl = 600 x 0,149 mg = 0,1788 mg
500
CaCl2= 600 x 0,147 g = 0,1764 g
500
• Perhitungan tonisitas dengan rumus White Vincent:

V = W x E x 111,1
Keterangan :
V = Volume larutan obat
W = massa bahan obat (gram)
E = Ekivalensi NaCl
111,1 = Volume larutan isotonis
Maka :
NaCl = 8,4216 x 1 x 111,1 = 935,63 ml
KCl = 0,1788 x 0,76 x 111,1 = 19,86 ml
CaCl2 = 0,1764 x 0,5 x 111,1 = 19,59 ml +
= 975,08 ml

Untuk larutan 500 ml = 975,08 – 500 = 475,08 ml
g NaCl berlebih W = 475,08 = 4,276 g
1. 111,1
NaCl yang ditimbang = 8,4216 – 4,276 = 4,1456 g

• Perhitungan osmolarita
M osmolarita NaCl: BM NaCl = 58,5
Jumlah ion = 2
Rumus: gr/ ltr zat terlarut x 1000 x jml ion
BM zat terlarut
= 4,1456 g/0,5 L x 1000 x 2
58,5
= 283,45
M osmolarita KCl: BM KCl = 74,55 ; jml ion = 2
= 0,1788 g/0,5 L x 1000 x 2
74,55
= 9,59
M osmolarita CaCl2 : BM CaCl2 = 147 ; jml ion = 3
= 0,1764 g/0,5 L x 1000 x 3
147
= 7,2

Total = 283,45 + 9,593 + 7,2
= 300,243
Berdasarkan tabel hubungan osmolarita dan tonisitas:
Osmolarita (Mosmole/ltr) Tonisitas
> 350
329 – 350
270 – 328
250 – 269
0 – 249 Hipertonis
Sedikit hipertonis
Isotonis
Sedikit hipotonis
Hipotonis

Maka, larutan infuse sudah bersifat isotonis.
• Karbon aktif yang digunakan = 0,1 % x 600
= 0,6 g
PROSEDUR KERJA
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Dibuat air pro injeksi setelah mendidih,,untuk membuat API bebas CO2 ditambahkan waktu selama 30 menit .
3. Semua bahan yang diperlukan ditimbang menggunakan kaca arloji.
4. Zat aktif dilarutkan menggunakan API didalam beaker glass kemudian kaca arloji di bilas dengan API sampai tanda kalibasi tercapai.
5. Ditimbang 0,1% karbon aktif , masukkan ke dalam larutan ,gelas piala ditutup kaca arloji dan disisipkan batang pengaduk,
6. Dihangatkan larutan pada suhu 50-70 selama sekitar 15 menit sambil sesekali diaduk.
7. Kertas saring ganda dan terlipat,dibasahi dahulu dengan API.
8. Dipindahkan corong dan kertas saring ke erlemeyer steril bebas pirogen.
9. Larutan disaring hangat hangat kedalam erlenmeyer.
10. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat 500 ml dan isikan langsung kedalam botol infuse 500ml.
11. Pasang tutup karet botol infuse steril,ikat dengan simpul champagne.


BAB V
EVALUASI

1. Uji pH dengan indikator pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat dengan wadah.
Hasil pH sediaan infus NaCL Majemuk : 6 - 7 , berada pada rentang pH sediaan yang diinginkan
2. Uji adanya partikel melayang
Dilihat secara visual tidak terdapat partikel melayang pada sediaan infus yang dibuat.














BAB VI
PEMBAHASAN

Dalam praktikum steril kali ini kami membuat sediaan infuse NaCl majemuk. Infus sendiri merupakan larutan dalam jumlah basar terhitung mulai dari 10 ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Infuse Nacl Majemuk atau yang juga disebut dengan Infus Ringer adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam air untuk obat suntik. Kadar ketiga zat tersebut sama dengan kadar zat-zat tersebut dalam larutan fisiologis. Larutan ini digunakan sebagai penambah cairan elektrolit yang diperlukan tubuh.
Pada sediaan Infus, tidak perlu pengawet karena volume sediaan besar. Jika ditambahkan pengawet maka jumlah pengawet yang dibutuhkan besar sehingga dapat memberikan efek toksik yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Sediaan infus diberikan secara intravena untuk segera dapat memberikan efek. Pelarut yang digunakan adalah Air Pro Injection (API). Sediaan infus sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, yaitu mempunyai tekanan osmosis larutan yang sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh. Larutan infuse yang kami buat adalah isotonis, yaitu 300,243 ml (dengan menggunakan rumus white Vincent dan kesetaraan NaCl) dari 500 ml larutan yang akan dibuat. Pembuatan sediaan infus ini harus steril dan bebas pirogen. Cara sterilisasi yang digunakan adalah dengan teknik autoklaf karena bahan-bahan yang digunakan tahan panas.
Penandaan obat sediaan infus NaCl Majemuk yang digunakan adalah label obat keras, karena pada umumnya pemberian sediaan infus perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis dan harus dengan resep dokter untuk menghindari penyalahgunaan sediaan. Pada etiket, selain dituliskan lambang obat keras, juga dicantumkan jumlah isi atau volume sediaan. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, hal ini dilakukan untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
Pada saat melakukan pembuatan infus Dibuat air pro injeksi setelah mendidih,,untuk membuat API bebas CO2 ditambahkan waktu selama 30 menit .Semua bahan yang diperlukan ditimbang menggunakan kaca arloji. Lalu Zat aktif dilarutkan menggunakan API didalam beaker glass kemudian kaca arloji di bilas dengan API sampai tanda kalibasi tercapai. Gerus sampai halus Ditimbang 0,1% karbon aktif , masukkan ke dalam larutan ,gelas piala ditutup kaca arloji dan disisipkan batang pengaduk,lalu Dihangatkan larutan pada suhu 50-60 selama sekitar 15 menit sambil sesekali diaduk.saring dengan menggunakan Kertas saring ganda dan terlipat,dibasahi dahulu dengan API.Dipindahkan corong dan kertas saring ke erlemeyer steril bebas pirogen. nLarutan disaring hangat hangat kedalam erlenmeyer. Ukur volume larutan dalam gelas ukur tepat 500 ml dan isikan langsung kedalam botol infuse 500ml.Pasang tutup karet botol infuse steril,ikat dengan simpul champagne.
Kegunaan pemberian Cairan infus NaCl adalah campuran aquabidest dan garam grade farmasetis yang berguna untuk memasok nutrisi dan mineral bagi pasen yang dirawat di rumah sakit. Defisiensi natrium dapat terjadi akibat kerja fisik yang terlampau berat dengan banyak berkeringat dan banyak minum air tanpa tambahan garam ekstra. Gejalanya berupa mual, muntah, sangat lelah, nyeri kepala, kejang otot betis, kemudian juga kejang otot lengan dan perut. Selain pada defisiensi Na, natrium juga digunakan dalam bilasan 0,9 % ( larutan garam fisiologis ) dan dalam infus dengan elektrolit lain.Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel.
Setelah sediaan infus jadi, tahapan selanjutnya adalah proses sterilisasi akhir dengan menggunakan autoklaf pada suhu 115 – 116 selama 30 menit. Pemilihan proses ini didasarkan pada kestabilan masing masing zat aktif stabil pada proses sterilisasi panas dengan autoklaf, dan menurut FORNAS, sediaan infus ringer dapat disterilisasi dengan menggunakan metode sterilisasi A, atau C. Proses sterilisasi yang dapat kami lakukan adalah proses sterilisasi akhir, untuk sterilisasi metode C (penyaringan) tidak dapat kami lakukan, karena ketidaksediaan alat.
Sementara untuk evaluasi sediaan infus yang dapat dilakukan adalah evaluasi pH sediaan, uji penampilan sediaan apakah sediaan yang dihasilkan jernih, bebas partikel melayang, sedangkan untuk uji sterilitas dan uji keseragaman bobot tidak dapat dilakukan. Untuk evaluasi nilai pH sediaan infus kami, didapat nilai pH 6, nilai ini telah memenuhi syarat sediaan infus ringer menurut FORNAS, sediaan infus natrium klorida diharapkan nilai pHnya pada pH 5,5 sampai 7. Dan uji penampilan, tampak dari luar sediaan infus natrium klorida kami jernih, tidak ada partikel melayang, hanya saja terjadi pengurangan volume karena proses depirogenisasinya.


BAB VII
KESIMPULAN
VI.1 Kesimpulan
 Sediaan infus natrium klorida dengan komposisi
NaCl 7,018 g
KCl 0,149 g
CaCl2 0,147 g
Dekstrosa 11,218 g
Aqua pi ad 500 ml
Sediaan infus natrium klorida ini digunakan atau diindikasikan sebagai pengganti cairan elektrolit dan karbohidrat dalam tubuh yang hilang karena dehidrasi. Infus natrium klorida ini biasa dipakai/ diperuntukkan bagi penderita diare berat.

 Penambahan karbon aktif bertujuan untuk menghilangkan pirogen (depirogenisasi), dan pada saat proses ini dianjurkan untuk menutup dengan menggunakan penutup yang baik, untuk mencegah proses penguapan. Jika tidak ditutup secara baik, akan dapat menyebabkan pengurangan volume larutan infus.

 Evaluasi sediaan injeksi yang telah jadi
Penampilan
Hasil sediaan infus yang kelompok kami hasilkan adalah berwarna jernih, tidak ada partikel melayang, namun volume infus mengalami pengurangan setelah melalui proses depirogenisasi ( yang seharusnya volume infus : 255 ml).





VI.2 Saran
• Kami harus lebih teliti lagi dalam menimbang, mencampurkan dan melarutkan bahan-bahan. Dan kami harus memperhatikan dalam menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.
• Harus mengerus lebih halus karbon aktif yang akaqn di campurkan ke dalam sediaan infus.
• Pada saat pemanasan dengan karbon aktif suhu harus di kontrol dengan suhu 50 0C antara 60 0C.















DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI-Press.
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.
Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994.Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Syamsuni, H.A. 2006.Ilmu Resep.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.









LAMPIRAN













DAFTAR PUSTAKA

OTM Sulfasetamide laporan 1

LAPORAN PRAKTIKUM STERIL
FORMULASI OBAT SALEP MATA
SULFACETAMIDE







PROGRAM STUDY FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat tetes mata
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.

1.2 Tujuan Formulasi Sediaan
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar
Obat mata golongan antiseptik dan antiinfeksi digunakan pada gangguan mata karena adanya infeksi oleh mikroba, masuknya benda asing ke dalam kornea mata atau kornea mata luka/ulkus.
Kandungan obat antiseptik dan antiinfeksi mata selain pembawa yang harus steril dan inert (tidak menimbulkan efek pada mata atau tidak bereaksi dengan zat aktifnya/obat) dalam bentuk tetes atau salep, juga zat aktifnya merupakan antibiotik/antiseptik atau antivirus dengan berbagai golongan.
Pemilihan obat antiseptik dan antiinfeksi mata tergantung mikroba yang menginfeksi mata, kemudian disesuaikan dengan zat aktif obat mata.
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep yang cocok. Salep mata memberikan arti lain dimana obat dapat mempertahankan kontak dengan mata dan jaringan disekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata. Salep mata memberikan keuntungan waktu kontak yang lebih lama dan bioavailabilitas obat yang lebih besar dengan onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan iris.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sediaan berupa salep mata :
• Salep mata dibuat dari bahan yang disterilkan dibawah kondisi yang benar-benar aseptik dan memenuhi persyaratan dari tes sterilisasi resmi.
• Sterilisasi terminal dari salep akhir dalam tube disempurnakan dengan menggunakan dosis yang sesuai dengan radiasi gamma.
• Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan untuk mencegah pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang berbahaya ketika wadah terbuka selama penggunaan. Bahan antimikroba yang biasa digunakan adalah klorbutanol, paraben atau merkuri organik.
• Salep akhir harus bebas dari partikel besar.
• Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui pencucian sekresi mata dan mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang sesuai. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata.
Sterilitas merupakan syarat yang paling penting, tidak layak membuat sediaan larutan mata yang mengandung banyak mikroorganisme yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi mata dari organisme ini dapat menyebabkan kebutaan, bahaya yang paling utama adalah memasukkan produk nonsteril kemata saat kornea digososk. Bahan partikulat yang dapat mengiritasi mata menghasilkan ketidaknyamanan pada pasien. Jika suatu anggapan batasan mekanisme pertahanan mata menjelaskan dengan sendirinya bahwa sediaan mata harus steril. Air mata tidak seperti darah tidak mengandung antibodi atau mekanisme untuk memproduksinya. Mekanisme utama untuk pertahanan melawan infeksi mata adalah aksi sederhana pencucian dengan air mata dan suatu enzim yang ditemukan dalam air mata (lizosim) yang mempunyai kemampuan menghidrolisa selubung polisakarida dari beberapa mikroorganisme, satu dari mikroorganisme yang tidak dipengaruhi oleh lizosim yakni yang paling mampu menyebabkan kerusakan mata yaitu Pseudomonas aeruginosa (Bacilllus pyocyamis). Infeksi serius yang disebabkan mikroorganisme ini ditunjukka dengan suatu pengujian literatur klinis yang penuh dengan istilah-istilah seperti enukleasi mata dan transplantasi kornea. Penting untuk dicatat bahwa ini bukan mikroorganisme yang jarang, namun juga ditemukan disaluran intestinal, dikulit normal manusia dan dapat menjadi kontaminan yang ada diudara.













BAB III
PRAFORMULASI
ZAT AKTIF

Sulfacetamidum Natrium
a. Sifat Kimia
Rumus Kimia : C8H9N2NaO3SH2O
Nama Kimia : natrium N-sulfenililasetamide
pH : 8.0 - 9.5
Kandungan zat aktif : Sulfacetamia Natrium tidak kurang dari 99.0% dan tidak lebih dari 101.0% C8H9N2NaO3SH2O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
b. Sifat Organoleptis
Bentuk : Serbuk hablur
Warna : Putih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Pahit
c. Sifat Fisika
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
OTT : Benzalkonium klorida
d. Sifat farmakologis
Indikasi : Infeksi atau luka pada mata, konjungtiva akut, penunjang terapi trakoma, ulkus kornea, infeksi kelopak mata, mencegah infeksi sekunder akibat luka oleh benda asing
Khasiat : Infeksi mata
Dosis : 2%, 6%, 10%
e. Jenis Sterilisasi : Secara aseptis
f. Penyimpanan : Dalam tube steril

ZAT TAMBAHAN :
1. Setil alkohol

a. Sifat kimia
Rumus kimia : C16H34O
BJ : 0,811 – 0,830 g/cm3
b. Sifat Organoleptis
Bentuk : Serpihan putih licin, granul, atau kubus
Warna : Putih
Bau : Bau khas
Rasa : Lemah
c. Sifat fisika
Kelarutan : Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu
OTT : Dengan zat pengoksidasi kuat.
d. Fungsi : Stiffening agent.


2. Paraffin Cair
a. Sinonim : gas (mineral hydrocarbon); avatech; citation; heavy
liquid petrolatum; heavy mineral oil; liquid
petrolatum; paraffin white mineral oil.
Nama kimia : mineral oil
Kandungan zat aktif : merupakan campuran hidrokarbon yang
diperoleh dari minyak mineral.
b. Sifat Organoleptis
Bentuk : cairan kental
Warna : tidak berwarna
Bau : hampir tidak berbau
Rasa : hampir tidak mempunyai rasa
c. Sifat fisika
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) p;
larut dalam kloroform p dan dalam eter p.
OTT : Dengan kelompok oksidasi kuat.
Fungsi : basis salep

3. Vaselin kuning
a. Sifat kimia
Sinonim : petrolatum; mineral jelly; petrolatum jelly; yellow
petrolatum.
Nama kima : petrolatum
Kandungan zat aktif : merupakan campuran hidrokarbon setengah padat
b. Sifat organoleptis
Bentuk : massa lunak, lengket.
Warna : Bening, kuning muda sampai kuning.
Bau : tidak berbau
Rasa : hampir tidak berasa



c. Sifat fisika
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) p; larut dalam kloroform p, dalam eter p dan dalam eter minyak tanah p, larutan kadang-kadang berfluoresensi lemah.
OTT : petrolatum merupakan bahan inert dengan ketidak campuran yang kecil.
d. Fungsi : Basis salep


5. Na metabisulfit
a. Pemerian : Tidak berwarna, berbentuk kristal prisma atau serbuk kristal berwarna
putih hingga putih kecoklatan yang berbau sulfur dioksida dan asam.
b. Kelarutan : Agak mudah larut dalam etanol, mudah larut dalam gliserin, dan
sangat mudah larut dalam air.
c. Kegunaan : Antioksidan
d. Konsentrasi : 0,01 – 1,0 %
e. pH : 3,5 – 5,0
f. Stabilitas : Teroksidasi secara perlahan dalam udara panas dan lembab
g. Penyimpanan : Simpan ditempat yang sejuk dan kering
h. OTT : derivat alkohol, kloramfenikol, dan fenil merkuri asetat
i. Sterilisasi : Otoklaf
j. Ekivalensi : 0,7






 RANCANGAN FORNAS
R/ Sulfosetamit natricum 25 mg
Oculentum simplex 1 gr
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat atau dalam tube.
Dosis : Dioleskan 5x sehari
Catatan : Oculentum simplex terdiri dari
 2,5 gr cetil alkohol
 6 gr lemak bulu domba
 40 gr paravin cair dan vaselin putih hingga 100 gr

Dibuat dengan teknik aseptis
Sediaan berkekuatan lai 100 dan 200 mg













1.4. LEMBAR KERJA PENGKAJIAN PRAFORMULASI


BAHAN AKTIF : sulfosetamid DOSIS LAZIM
10 %
TABEL I
No Masalah Diinginkan Pemecahan Pemilihan
1 Dibuat sediaan tetes mata steril Membuat sediaan yang cocok untuk stabilitas zat aktif • Sedian steril Volume Kecil
• Sedian steril Volume Besar Sedian steril Volume kecil

2 Rute pemberian untuk tetes mata steril

Sediaan harus digunakan dengan rute pemberian yang sesuai Rute pemberian yang benar
Im
Iv
Guttae guttae
3 Sediaan dibuat obat salep mata steril Dapat tercampur dengan konsentrasi dalam tubuh Dibuat sediaan yang bersifat
 Isotonis
 Hipotonis
 hipertonis isotonis
4. Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme Sediaan steril terhindar dari mikroorganisme Dilakukan proses sterilisasi
• sterilisasi aseptis
• sterilisasi akhir Sterilisasi aseptis




DATA ZAT AKTIF

Daftar obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis sterilisasi khasiat
Sulfacetamid Natrium Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
2%, 6% atau 10%
Dalam 5% larutan air memiliki pH 8 – 9,5 aseptis mengobati infeksi pada konjungtiva dan kelopak mata, mencegah infeksi sekunder akibat luka yang disebabkan oleh benda asing yang berasal dari industri, konjungtivitas akut, traukoma.

Alat dan cara Sterilisasi
Nama Alat Jumlah Cara sterilisasi
Kaca arloji
Beaker glass
Erlenmeyer
Spatula
Batang pengaduk
Pinset
Gelas ukur
Spuit
Corong dan kertas saring
Ampul
Lumpang dan alu 2
2
2
1
1
1
2
1
1
2
1 Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
0ven 170°C,30’

Formulasi Akhir
R/ Sulfocetamid 10 %
Na Metabisulfit 0,1 %
Cetil alkohol 1 bag
Paravin cair 1 bag
Vaselin kuning 8 bag
Mf 1 tube 10 gr
Perhitungan
 jumlah salep yg dibuat
1 tube X 10 gr = 10 gr
 Penimbangan bahan
Zat aktif + 5% = 1 gr + ( 5% x 1 gr)
= 1,05 gr
Na metabisulfit = 0,1 % X 10 gr
= 0,01 gr
Basis salep = 10 – ( 1,05 gr + 0,01 gr )
= 10 – 1,06 gr
= 8,94 gr
Basis salep + 50 % = 8,94 gr + ( 50 % X 8,94 gr )
= 8,94 gr + 4,47 gr
= 13,41 gr
Cetil alkohol 1 bag = 1,341gr
Paravin cair 1 bag = 1,341gr
Vaselin putih 8 bag = 10,728gr

PROSEDUR KERJA
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Semua alat- alat yang digunakan disterilkan dengan oven dan autoklaf sesuai petunjuk sterilisasi alat diatas.
3. Basis salep ditimbang 50% berlebih dari jumlah yang diminta dalam cawan penguap yang dihampar kain kasa rangkap 2 dan telah ditimbang. Tutup cawan penguap dengan kaca arloji besar, sterilkan dalam oven suhu 1500C selama 30 menit.
4. Sambil menyiapkan basis salep, maka peralatan yang akan digunakan disterilkan secara aseptis.
5. Basis salep yang sudah steril diperas panas-panas (jepit ujung kain kasa dengan dua pinset steril, satukan dalam satu jepitan, pinset lain digunakan menekan bagian bawah jepitan mendesak leburan basis melewati kain kasa), digerus hingga terbentuk basis salep lalu ditimbang sejumlah yang diperlukan.
6. Zat aktif dan Na metabisulfit ditimbang sejumlah yang diperlukan, digerus halus dalam mortar steril.
7. Dimasukan basis salep steril dingin sedikit demi sedikit kedalam gerusan zat aktif dan zat tambahan dan gerus hingga homogen.
8. Timbang sediaan sejumlah yang diperlukan diatas kertas perkamen steril, digulung dengan bantuan pinset steril. Gulungan harus sedemikian rupa agar dapat dimasukkan dalam tube steril yang ujungnya telah ditutup. Kertas perkamen dicabut dari tube jika zat aktif tersatukan dengan logam tube. Jika tidak, maka kertas perkamen dibiarkan tinggal dalam tube sebagai perintang antara zat aktif dengan logam tube.
9. Tekuk dasar tube minimal dua kali dengan penekuk logam.





















ETIKET















BAB IV
EVALUASI



















BAB V
PEMBAHASAN



















BAB VI
KESIMPULAN
KESIMPULAN

SARAN
1. Pada proses pembuatan sediaan salep mata sebaiknya diperhatikan bahan-bahan yang akan digunakan sehinggat menghidari efek yang tidak baik.
2. Untuk pembuatan basis salep, sebaiknya tidak menggunakan lanolin dan vaselin album karena dapat menyebabkan iritasi pada mata dan peradangan pada mata.














DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American Pharmaceutical Association.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press