BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air beserta unsur-unsur didalamnya yang diperlukan untuk kesehatan sel disebut cairan tubuh. Cairan tubuh dibagi menjadi dua yaitu :
1. Cairan Intraseluler, cairan ini mengandung sejumlah ion Na dan klorida serta hampir tidak mengandung ion kalsium, tetapi cairan ini mengandung ion kalium dan fosfat dalam jumlah besar serta ion Magnesium dan Sulfat dalam jumlah cukup besar.
2. Cairan Ekstraseluler, cairan ini mengandung ion Natrium dan Klorida dalam jumlah besar, ion bikarbonat dalam jumlah besar, tetapi hanya sejumlah kecil ion Kalium, Kalsium, Magnesium, Posfat, Sulfat,dan asam-asam organik (Guyton hal 309).
Keseimbangan air dalam tubuh harus dipertahankan supaya jumlah yang diterima sama dengan jumlah yang dikeluarkan. Penyesuaian dibuat dengan penambahan/pengurangan jumlah yang dikeluarkan sebagai urin juga keringat. Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya sediaan parenteral volume besar.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.
C. Tujuan Formulasi Sediaan
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sediaan
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari bahasa yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral.
Syarat-syarat obat suntik :
• Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
• Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
• Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
• Sedapat mungkin isohidri
• Sedapat mungkin isotonis
• Harus steril
• Bebas pirogen
Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100 mL Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat tambahan lain. Air ini boleh mengandung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang diinginkan.
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
• Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
• Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
• Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
• “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
• Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
• Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
• Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation):
• Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
• Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
• Pemberian kantong darah dan produk darah.
• Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
• Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
• Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
B. Jenis Cairan Infus
• Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
• Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
• Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan infus intravena.
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.
Persyaratan infus intravena menurut FI III antara lain :
1. Sediaan steril berupa larutan
2. Bebas pirogen
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
4. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih dari 5 µm
5. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
6. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
7. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus intravena harus dinyatakan
8. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nominal
9. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
10. Memenuhi syarat injeksi
Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan masalah terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan sekali lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara dimuntahkan.
Pembuatan infus ini mengacu pada penggunaannya sebagai cairan infus yang dapat menstabilkan jumlah elektrolit-elektrolit yang sama kadarnya dalam cairan fisiologis normal, sehingga diharapkan pasien dapat mempertahankan kondisi elektrolitnya agar sesuai dengan batas-batas atau jumlah elektrolit yang normal pada plasma. Selain itu, digunakan pengisotonis dekstrosa yang diharapkan mampu menambah kalori bagi pasien serta meningkatkan stamina karena biasanya kondisi pasien yang kekurangan elektrolit dalam keadaan lemas (sehingga perlu diinfus).
Infus ringer laktat digunakan untuk untuk mengatasi kondisi kekurangan volume darah, larutan natrium klorida 0,9% - 1,0% menjadi kehilangan maka secara terapeutik sebaiknya digunakan larutan ringer, larutan ini mengandung KCl dan CaCl2 disamping NaCl. Beberapa larutan modifikasi jg mengandung NaHCO3 maka larutan dapat disterilakan dengan panas yang stabil. Pengautoklafan larutan natrium hidrogen karbonat hanya diproses mempunyai penyaringan kuman.
C. Evaluasi Sediaan
Evaluasi yang dilakukan dalam sediaan parenteran volume besar diantaranya, yaitu:
1. Pemeriksaan sterilisasi
Dilakukan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang hidup dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan teknikaseptis yang cocok.
Menurut FI III, pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:
a. Dibuat pemebenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
Pembenihan tioglikolat untuk bakteri aerob; sebagai pembanding digunakan Bacillus subtilise atau Sarcina lutea
Pembenihan tioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut, dengan cara memanaskan pada suhu 1000 C selama waktu yang diperlukan untuk bakteri anaerob; sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgates atau Clostridium sporogenus
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk dipakai perbenihan asam amino; sebagai pembanding digunkan Candida albicans,
Penafsiran hasil:
Zat uji dinyatakan pada suhu 300-320 C selama tidak kurang dari 7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.
2. Pemeriksaan pirogen
Dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disuntik dengan sediaan uji pirogenitas secara intravena. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 (untuk rincian lihat di FI II)
3. Pemerihan kejernihan dan warna
Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping. Kotoran berwarna akan terlihat pada latar belakang hitam.
4. Pemeriksaan keseragaman bobot
Syarat keseragaman bobot:
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 mg 10,0
Antara 120 mg dan 300 mg 7,5
300 mg atau lebih 5,0
5. Pemeriksaan keseragaman volume
Untuk injeksi dlam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini
Volume pada etiket Volume tambahan yang diajurkan
Cairan encer Cairan kental
0,5 mL 0,10 mL (20%) 0,12 mL (24%)
1,0 mL 0,10 mL (10%) 0,15 mL (15%)
2,1 mL 0,15 mL (7,5%) 0,25 mL (12,5%)
5,0 mL 0,30 mL (6%) 0,50mL (10%)
10,0 mL 0,50 mL (5%) 0,70 mL (7%)
20,0 mL 0,60 mL (3%) 0,90 mL (4,5%)
30,0 mL 0,80 mL (2,6%) 1,2 mL (4%)
50,0 mL 2 mL (4%) 3,00 mL (6%)
BAB III
PRAFORMULASI
A. Pengkajian Praformulasi
1. Natrium Klorida (NaCl)
Rumus Molekul NaCl
BM 58,44
Pemerian tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin; bentuk hablur heksahedral
Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air dan Larut dalam 2,7 bagian air mendidih; sukar larut dalam etanol; larut dalam 10 bagian gliserol P
Stabilitas Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas.
Sterilisasi Sterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi.
Kesetaraan E elektrolit Tiap 1 gram setara dengan 17,1 mmol NaCl.
1 gram ≈ 17,1 mEq
Dosis Lebih dari 0,9% (Excipient hal 440)
pH 6,7 – 7,3 (Exipient hal 672)
OTT Logam Ag, Hg, Fe
Farmakologi Untuk mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.
Fungsi Sebagai sumber ion klorida dan ion natrium
Kontraindikasi Untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali udem, kelainan fungsi ginjal.
Efek samping Nausea, mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi, gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
2. Kalii Chloridum (KCL)
Sinonim
Rumus Molekul KCl
BM 74,55
Pemerian Putih atau tidak berwarna; tidak berbau; tidak berasa atau berasa asin; bentuk kristal atau serbuk kristal.
Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air, dan dalam 1,8 bagian air pada suhu 1000C; larut dalam 250 bagian ethanol 95%; praktis tidak larut dalam eter dan alkohol
Stabilitas Stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering.
Sterilisasi Sterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi.
Kesetaraan E elektrolit 1 g KCl ≈ 13,4 mEq K+
Ekuivalen 0,76
Dosis 2,5 - 11,5% / konsentrasi kalium pada rute iv tidak lebih dari 40 mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam (untuk hipokalemia). Untuk mempertahankan konsentrasi kalium pada plasma 4 mEq/L (DI 2003 hal 1410). K+ dalam plasma = 3,5-5 mEq/L (steril dosage form hal 251)
Fungsi Senyawa pengisotonis
pH 4 – 8
OTT Larutan KCl IV inkompatibel dengan protein hidrosilat, perak an garam merkuri.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering.
3. Calcii Chloridum (CaCL2)
Sinonim
Rumus Molekul CaCL2
Pemerian Putih; tidak berbau; agak pahit; bentuk granul atau serpihan keras
Kelarutan Larut dalam 1,2 bagian air, dan dalam 0,7 bagian air mendidih; larut dalam 4 bagian alkohol dan dalam 2 bagian alkohol mendidih.
Sterilisasi Sterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi.
Kesetaraan E elektrolit 1 g CaCl2 ≈13,6 mEq Ca++
Ekuivalensi 0,51
Farmakologi Penting untuk fungsi integritas dari saraf musular, sistem skeletal, membran sel dan permeabilitas kapiler
Fungsi Untuk mempertahankan elektrolit tubuh, untuk hipokalemia, sebagai elektrolit yang esensial bagi tubuh untuk mencegah kekurangan ion kalsium yang menyebabkan iritabilitas dan konvulsi.
pH 4,5 – 9,2 (5% larutan air)
OTT Karbonat, fosfat, sulfat, tartrat, sefalotin sodium, CTM dengan tetrasiklin membentuk kompleks
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering.
BAB IV
METODE PRAKTIKUM
A. Data Zat Aktif
Daftar Zat Kelarutan pH Jenis Sterilisasi Khasiat
Natrii Chloridum Larut dalam 2,8 bagian air dan Larut dalam 2,7 bagian air mendidih;
Sukar larut dalam ethanol; Larut dalam 10 bagian gliserol P 6,7 – 7,3
Sterilisasi akhir Sebagai sumber ion klorida dan ion natrium
Kalii Chloridum
Larut dalam 2,8 bagian air, dan dalam 1,8 bagian air pada suhu 1000C; Larut dalam 250 bagian ethanol 95%; Praktis tidak larut dalam Eter; Praktis tidak larut dalam acetone 4 – 8
Sterilisasi akhir Biasa digunakan dalam sediaan parenteral sebagai senyawa pengisotonis.
Calcii Chloridum Larut dalam 1,2 bagian air, dan dalam 0,7 bagian air mendidih; Larut dalam 4 bagian alkohol dan dalam 2 bagian alkohol mendidih
4,5 – 9,2 (5% larutan air) Sterilisasi akhir Untuk mempertahankan elektrolit tubuh, untuk hipokalemia, sebagai elektrolit yang esensial bagi tubuh untuk mencegah kekurangan ion kalsium yang menyebabkan iritabilitas dan konvulsi.
B. Rangkuman Hasil Pengkajian Praformulasi
No. Masalah Alternatif / Pemecahan Rekomendasi Keputusan Alasan
1.
Bentuk sediaan steril yang digunakan secara parenteral ada beberapa macam.
Dibuat bentuk sediaan yang sesuai dengan sifat zat aktif
- Injeksi
- Infus
Infus
Merupakan sediaan dalam volume besar yang digunakan untuk satu kali pakai, dengan kecepatan pemberian yang diatur
2.
Untuk pembuatan sediaan infus, tidak perlu ditambahkan pengawet
Tidak ditambahkan pengawet dan cukup di sterilkan dengan autoklaf
-
-
-
3.
Pada sediaan steril harus dipenuhi syarat sterilisasi
Dipilih cara sterilisasi yang sesuai dengan stabilitas zat aktif
- Sterilisasi A
- Sterilisasi C
Sterilisasi A
Sterilisasi akhir yang menggunakan autoklaf
4.
Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Diberi penandaan golongan obat yang sesuai.
Merah
Biru
Hijau
Merah
Sediaan injeksi tidak dapat digunakan sendiri dan harus dibantu oleh tim medis
BAB V
FORMULASI
A. Formulasi Standar dari Fornas :
Injeksi Natrium Klorida Majemuk
Tiap 500 ml mengandung
R/ Natrii Chloridum 4,3 gr
Kalii Chloridum 150 mg
Calcii Chloridum 2,4 gr
API ad 500 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal di tempat sejuk
Catatan
1. pH 4,5 sampai 7,0
2. Tidak boleh mengandung bakterisida
3. Mengandung ion klorida dan ion natrium masing-masing 154 mEq per 1.
4. Isotonus
5. Disterilkan dengan Cara sterilisasi A atau C, segera setelah dibuat.
6. Bebas pirogen.
7. Pada etiket harus juga tertera :
Banyaknya ion klorida dan ion natrium dalam mEq per 1.
8. Diinjeksikan secara infusi.
B. Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT)
Zat Cacl2 akan bereaksi dengan gas CO2 menghasilkan endapan CaCO3
C. Usul dan Penyempurnaan Sediaan
• Volume sediaan dibuat menjadi 250 ml
D. Alat dan Cara Sterilisasinya
Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi Waktu
Spatel logam 1 0ven 170°C 30 menit
Pinset logam 2 0ven 170°C 30 menit
Batang pengaduk gelas 1 0ven 170°C 30 menit
Erlenmeyer 1 0ven 170°C 30 menit
Cawan penguap 1 0ven 170°C 30 menit
Kaca arloji 3 0ven 170°C 30 menit
Kertas saring 2 Autoklaf ( 115°C -116°C ) 30 menit
Pipet tetes tanpa karet 1 Autoklaf 30 menit
Karet pipet 1 Rendam dalam etanol 70% 15 menit
Botol infus 1 Oven 1700C 30 menit
Bekerglass 2 0ven 170°C 30 menit
Karet tutup infus 1 Rendam dalam etanol 70% 15 menit
E. Formula Akhir
R/ Natrii Chloridum 2,15 gr
Kalii Chloridum 0,075 gr
Calcii Chloridum 1,2 gr
API ad 250 ml
F. Perhitungan Bahan
Volume yang akan dibuat adalah 100 ml
Volume berlebih yang akan dibuat adalah 10 %
Jadi volume total : 250 + (250 x 10/100) = 250 + 25 = 275 ml
Maka bahan – bahan yang akan digunakan :
• Natrii Chloridum : 275/250 x 2,15 = 2,365 gr
• Kalii Chloridum : 275/250 x 0,075 = 0,0825 gr
• Calcii Chloridum : 275/250 x 1,2 = 1,32 gr
• Karbon aktif : 0,1/100 x 275 = 0,275 gr = 275 mg
Perhitungan Isotonis :
M osmole = gr/l zat terlarut x 1000 x jumlah ion
BM zat terlarut
M osmole = (2.365/250) x 1000 x 1000 x 2
58.5
M osmole = 323.4188 → Isotonis
Perhitungan Osmolaritas :
NaCl
M osmole = (2.365/250) x 1000 x 1000 x 2
58.5
M osmole = 323.4188
→ Na = 161.7; Cl = 161.7
KCl
M osmole = (0.0825/250) x 1000 x 1000 x 2
74.55
M osmole = 8.85
→ K = 4.42; Cl = 4.42
CaCl2
M osmole = (1.32/250) x 1000 x 1000 x 3
219.08
M osmole = 72.30
→ Ca = 24.1; Cl = 24.1
Nilai mEq
Cl- = 214.32 mEq
Na+ = 161.7 mEq
K+ = 4.42 mEq
Ca2+ = 24.1 mEq
G. Prosedur Pembuatan Resep
a. Alat dan bahan disiapkan
b. Semua alat-alat yang digunakan disterilkan dengan oven dan autoklaf sesuai petunjuk sterilisasi alat diatas. Gelas piala yang akan digunakan sebelumnya dikalibrasi menggunakankan API dengan volume 275 ml.
c. Dibuat Air Pro Injectione (API) dengan cara Aquadest dididihkan diatas penangas air lalu dipanaskan lagi selama 30 menit.
d. Zat aktif yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah dikalibrasi.
e. Zat aktif dilarutkan dengan menggunakan API, kemudian kaca arloji dibilas dengan beberapa tetes API. Lalu dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah dikalibrasi, dan tambahkan API sampai tanda batas.
f. Karbon aktif yang telah ditimbang dimasukkan kedalam larutan. Gelas piala ditutupi kaca arloji dan disisipi batang pengaduk.
g. Larutan dihangatkan pada suhu 50-700C selama 15 menit sambil sesekali diaduk.
h. Kertas saring ganda dan terlipat, dibasahi dahulu dengan air bebas pirogen.
i. Kertas saring dan corong dipindahkan ke Erlenmeyer steril bebas pirogen.
j. Larutan disaring hangat-hangat kedalam Erlenmeyer.
k. Volume larutan diukur dalam gelas ukur tepat 255 ml dan diisikan langsung kedalam botol infus.
l. Tutup karet botol infuse steril dipasang, lalu diikat dengan simpul champagne.
m. Botol infuse yang berisi larutan disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit.
H. Evaluasi Sediaan
1. Uji pH dengan indikator pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat dengan wadah.
Hasil pH sediaan infus ringer : 6, berada pada rentang pH sediaan yang diinginkan
2. Uji adanya partikel melayang
Dilihat secara visual tidak terdapat partikel melayang pada sediaan infus yang dibuat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami membuat sediaan parenteral volume besar, yaitu infus ringer. Infus Ringer adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam air untuk obat suntik yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.. Kadar ketiga zat tersebut sama dengan kadar zat-zat dalam larutan fisiologis. Larutan ini digunakan sebagai penambah cairan elektrolit yang diperlukan tubuh. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relative sama. Rasionya dalam tubuh adalah air 57%, lemak 20,8%, protein 17,0%, serta mineral dan glikogen 6% ketika terjadi gangguan homeostatis (keseimbangan cairan tubuh), maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit.
Secara klinis fungsi larutan elektrolit adalah untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. Ada dua jenis kondisi plasma darah yang menyimpang yaitu:
a) Asidosis merupakan kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah berlebih.
b) Alkalosis merupakan kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat adanya ion natrium, kalium,dan kalsium dalam jumlah berlebih
Penyebab kekurangan elektrolit plasma adalah kecelakaan, kebakaran, operasi atau perubahan patologis organ, gastroenteritis, demam tinggi, atau penyakit lain yang menyebabkan output dan input tidak seimbang. Kehilangan natrium disebut hipovolemia, sedangkan kekurangan H2O disebut dehidrasi. Kemudian kekurangan HCO3 disebut asidosis metabolic dan kekurangan K+ disebut hipokalemia.
Keseimbangan air dalam tubuh harus dipertahankan supaya jumlah yang diterima sama dengan jumlah yang dikeluarkan. Penyesuaian dibuat dengan penambahan/pengurangan jumlah yang dikeluarkan sebagai urin juga keringat.
Ini menekankan pentingnya perhitungan berdasarkan fakta tentang jumlah cairan yang masuk dalam bentuk minuman maupun makanan dan dalam bentuk pemberian cairan lainnya. Elektrolit yang penting dalam komposisi cairan tubuh adalah Na, K, Ca, dan Cl.
Bahan-bahan yang digunakan dalam sediaan infus ringer ini antara lain, Natrium Klorida, Kalium Klorida dan Kalsium Klorida. Ion natrium (Na+) dalam injeksi berupa natrium klorida dapat digunakan untuk mengobati hiponatremia, karena kekurangan ion tersebut dapat mencegah retensi air sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh. Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel. Untuk menggantikan kalium yang hilang digunakan KCl yang lebih mudah larut dalam air. Ion kalsium (Ca2+), bekerja membentuk tulang dan gigi, berperan dalam proses penyembuhan luka pada rangsangan neuromuskuler. Jumlah ion kalsium di bawah konsentrasi normal dapat menyebabkan iritabilitas dan konvulsi. Kalsium yang dipakai dalam bentuk CaCl2 yang lebih mudah larut dalam air.
Pada sediaan Infus, tidak perlu pengawet karena volume sediaan besar. Jika ditambahkan pengawet maka jumlah pengawet yang dibutuhkan besar sehingga dapat memberikan efek toksik yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Sediaan infus diberikan secara intravena untuk segera dapat memberikan efek. Pelarut yang digunakan adalah Air Pro Injection (API). Sediaan infus yang kami buat sebanyak 250 ml dengan penambahan volume pada saat pembuatan sediaan sebanyak 10% sehingga menjadi 275 ml. Hal ini dilakukan karena pada saat penyaringan, filtrate pertama yang agak kehitaman akibat dari penambahan karbon aktif. Sediaan infus sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, yaitu mempunyai tekanan osmosis larutan yang sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh. Larutan infus yang kami buat adalah isotonis, yaitu 323.4188 (dengan menggunakan perhitungan M osmole) dari 275 ml larutan yang akan dibuat. Pembuatan sediaan infus ini harus steril dan bebas pirogen. Cara sterilisasi yang digunakan adalah dengan teknik autoklaf karena bahan-bahan yang digunakan tahan panas.
Bahan aktif yang digunakan dilarutkan satu persatu menggunakan API lalu dimasukkan kedalam gelas piala yang telah dikalibrasi 275 ml setelah itu ditambahkan API hingga mencapai tanda batas kalibrasi pada gelas piala tersebut. Infuse harus bebas pirogen karena pirogen menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang nyata, demam, sakit badan, kenaikan tekanan darah arteri, kira-kira 1 jam setelah injeksi. Pirogen dapat dihilangkan dari larutan dengan absorbsi menggunakan absorban pilihan. Dalam prakteknya, kami menambahkan karbon aktif sebanyak 0,1% untuk menghilangkan pirogen tersebut, penambahan karbon aktif pada saat volume infus sudah tepat 275 ml agar tidak mempengaruhi volume infus tersebut. Mekanisme kerja dari karbon aktif ini adalah pirogen akan terserap pada karboabsorben.
Setelah ditambahkan karbon aktif kedalam gelas piala berisi larutan tersebut, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan disisipi batang pengaduk. Setelah itu larutan infus dihangatkan pada suhu 50-700C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Setelah suhu konstan 50-700C baru penghitungan waktu dimulai. Karena keterbatasan waktu larutan yang dihangatkan setelah diberi karboabsorben didespensasi menjadi 10 menit. Setelah itu larutan disaring menggunakan kertas saring ganda, seharusnya penyaringan ini dilakukan menggunakan penyaring G3 namun tidak dilakukan karena keterbatasan alat. Larutan yang telah disaring dimasukkan ke dalam botol infus yang sudah dikalibrasi untuk volume 255 ml. Sebelum penambahan karbon aktif sediaan dicek pH terlebih dahulu. Menurut literature, pH sediaan infus ringer yaitu pada rentang pH 4,5 sampai 7,0. Sedangkan sediaan yang kami buat memiliki pH 6 sehingga dapat dikatakan sediaan infus yang kami buat memenuhi persayaratan pH sediaan. Tujuan utama pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga obat tersebut mempunyai aktivitas dan potensi. Selain itu, untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit seaktu disuntikkan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan pH yang terlalu rendah menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan.
Bahan pembuat wadah berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar, jadi harus diusahakan kemasan tidak mempengaruhi kestabilan obat untuk sediaan parenteral volume besar. Wadah yang kami gunakan adalah botol yang terbuat dari kaca dengan tutupnya terbuat dari karet. Botol infuse ditutup dengan karet penutup, lalu diikat dengan simpul champagne. Kami juga melakukan evaluasi sediaan dengan melihat secara visual ada atau tidaknya partikel melayang. Setelah dilakukan pengamatan, dalam sedian infus yang kami buat tidak terdapat partikel melayang. Selanjutnya botol berisi larutan infus disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Tetapi, karena keterbatasan watku, kami hanya melakukan sterilisasi selama 10 menit.
Penandaan obat sediaan infus ringer yang digunakan adalah label obat keras, karena pada umumnya pemberian sediaan infus perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis dan harus dengan resep dokter untuk menghindari penyalahgunaan sediaan. Pada etiket, selain dituliskan lambang obat keras, juga dicantumkan jumlah isi atau volume sediaan. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, hal ini dilakukan untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen karena sediaan diinjeksikan langsung pada aliran darah (infus intravena)
2. Sediaan infus ringer ditujukan sebagai penambah cairan elektrolit yang diperlukan tubuh.
3. Pembuatan infuse NaCl majemuk menggunakan:
R/ NaCl 2,15
KCl 0,075
CaCl 1.2
API ad 250 ml
4. Sediaan infus ringer yang dibuat isotonis.
5. pH sediaan infus ringer yang dibuat memenuhi persyaratan pH sediaan infus ringer menurut literature ( 4,5 – 7,0 ) yaitu 6.
6. Pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat sehingga obat tersebut mempunyai aktivitas dan potensi dan untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit seaktu disuntikkan.
7. Sterilisasi sediaan infus dilakukan sterilisasi akhir karena zat yang digunakan dalam sediaan infus ringer tahan panas.
VI.2 Saran
Kami harus lebih teliti lagi dalam menimbang, mencampurkan dan melarutkan bahan-bahan. Dan kami harus memperhatikan dalm menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI-Press.
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.
Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar