BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntuikkan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan.
Obat–obat dapat disuntikkan ke dalam hampir seluruh organ atau bagian tubuh termasuk sendi (intaarticular), ruang cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan spinal(intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalm otot (intramuskular), ke dalam kulit (intradermal) atau di bawah kulit (subkutan).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.
1.3 Tujuan Formulasi Sediaan
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari bahasa yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral.
Syarat-syarat obat suntik :
Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
Sedapat mungkin isohidri
Sedapat mungkin isotonis
Harus steril
Bebas pirogen
Menurut rute pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan sebagai berikut
Injeksi Intravena (iv)
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan atau tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air. Volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan injeksi iv, harus jernih betul dan bebas dari endapan atau pertikelpadat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian.
Injeksi Subkutan
Umumnya larutannya isotonis, pH nya sebaiknya netral dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. disuntikkanpada jaringan dibawah kulit ke dalam alveola.
Injeksi Intramuskular
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntukkan masuk ke otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml.
Injeksi Intradermal
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0.1-0.2 ml).
Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100 mL Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat tambahan lain. Air ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang diinginkan.
Ada keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parental diantaranya :
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna.
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan .
5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
Kelemahan :
1. Rasa nyeri saat disuntikkan.
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki , teruama setelah pemberian secara intra vena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat praktik dokter oleh tenaga medis yang kompeten.
Persyaratan sediaan parenteral:
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahn obat dengan material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman.
5. Bebas Pirogen.
6. Isotonis.
7. Isohidris.
8. Bebas partikel melayang.
Klasifikasi sediaan parenteral :
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
2. Larutan ejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi phenobarbital
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi Bismuthsubsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol
Komponen sediaan injeksi :
1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
3. Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :
- Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol, gliserin.
- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
- Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
- Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
- Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
- Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah kelarutan steroid.
b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH >9, jaringan mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan NaNO3.
d. Antioksidan
- Asam ascorbic 0,1%
- BHA 0,02%
- BHT 0,02%
- Natrium Bisulfit 0,15%
- Natrium Metabisulfit 0,2%
- Tokoferol 0,5%
- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
e. Bahan Pengawet (preservatives)
- Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%
- Benzyl alkohol 2%
- Chlorobutanol 0,5%
- Chlorocresol 0,1-0,3%
- Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%
- Fenol 0,5%
f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan obat .
Tonisitas larutan sediaan injeksi :
Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan ).
Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut Hemolisa.
Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut plasmolisa.
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuataan sediaan steril.Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu Sterilisasi.Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
2. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan pengraian dan penurunan kerja farmakologinya.antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis.Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Sterilisasi Wadah
1. Ampul
Setelah dicuci letakkan terbaring dalam kaleng bersih mulut lebar, tutup sedikit terbuka. Sterilkan dalam oven suhu 170 oC30’. Setelah disterilkan tutup kaleng dirapatkan dan dikeluarkan dari oven.
2. Vial
Setelah dicuci dengan air suling, sterilkan dalam oven dengan posisi terbaring seperti ampul. Tutup karet digodog dengan air suling selama 30’ kemudian dikeringkan dalam setangkup kaca arloji dalam oven (jangan sampai meleleh!).
3. Botol Infus
Setelah dicuci dengan air suling masukkan ke dalam kaleng bersih mulut lebar dan biarkan sedikit terbuka kemudian disterilkan dalam oven suhu 250 oC selama 30’.Tutup karet disterilkan seperti tutup vial.
4. Tube
Setelah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar tidak tertutup rapat dan disterilkan dalam oven selama 30’. Tutup tube direndam dalam alkohol 70% selama 30’ dan dikeringkan dalam oven.
Evaluasi sediaan parenteral :
1. Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat oleh mata atau secar makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Ampul dimasukkan ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah ampul terwarnai oleh larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan berwarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan pengamatan pada cahaya UV.
2. Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux- 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau hitam. Umur petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa mata.
3. Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).Bila proses pembuatan menggunakan aseptic,maka SAL =10 -4
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang tertera pada etiket.
Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Cairan encer Cairan kental
0,5 ml
1,0 ml
2,1 ml
5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih 0,10 ml (20%)
0,10 ml (10%)
0,15 ml (7,5%)
0,30 ml (6%)
0,50 ml (5%)
0,60 ml (3%)
0,80 ml (2,6%)
2,00 ml (4%) 0,12 ml (24%)
0,15 ml (15%)
0,25 ml (12,5%)
0,50 ml (10%)
0,70 ml (7%)
0,90 ml (4,5%)
1,20 ml (4%)
3,00 ml (6%)
7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu 1050C; timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air, kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 g
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih 10,0
7,5
5,0
Bahan Tambahan
Oleum Arachidis
Minyak kacang adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh pemerasan biji Arachis hypogea L yang telah dimurnikan.
Pemerian : Bentuk cairan; Warna kuning pucat; Bau bau khas lemah; Rasa tawar
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dan dalam minyak tanah P.
Bobot per ml : 0,911 g sampai 0,915 g
Indeks bias : 1,468 sampai 1,472
Bilangan asam : tidak lebih dari 0,5
Bilangan iodium : 85 sampai 105
Bilangan penyabunan : 188 sampai 196
Fungsi : Zat pembawa, zat pelarut
Pelarut dan Pembawa Bukan Air
Minyak : Olea neutralisata ad injectionem
Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati atau ester asam lemak tinggi, alam atau sintetik harus jernih pada suhu 10oC.
Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Harus jernih pada suhu 10oC
2. Tidak berbau asing atau tengik
3. Bilangan asam 0,2-0,9
4. Bilangan iodium 79-128
5. Bilangan penyabunan 185-200
6. Harusbbebas minyak mineral
Macamnya :
• Oleum Arachidis (minyak kacang)
• Oleum Olivarum (minyak zaitun)
• Oleum Sesami (minyak wijen), dan sebagainya
Syarat-syarat untuk ini adalah
• Tingkat kemurnian yang tinggi
• Bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah.
• Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
Sebelum memakainya, kita netralkan minyak-minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol supaya tidak merangsang. Pemakaiannya secara intravena tidak dimungkinkan karena tidak tercampurkannya dengan serum darah dan dapat menyebabkan emboli paru-paru. Oleh karena itu, penggunaannya hanya ditujukan untuk preparat injeksi intramuscular dan subkutan. Larutan atau suspensi minyak mempunyai wakru kerja lama ( depo ), sering sampai 1 bulan penyerapan obat dalam membebaskan bahan penyerapan obat dan membebaskan bahan aktifnya secara lambat.
Minyak hewan atau minyak kaki sapi, diperoleh dari perdagangan hasil pemurnian lapisan lemak kuku sapi atau tulang kaki bawah. Fraksi yang diperoleh melalui pengepresan dingin digunakan sebagai bahan pelarut obta injeksi yang dapat diterima tubuh tanpa rangsangan. Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad injectione.
BAB III
Praformulasi sediaan
Nama bahan aktif : Vitamin K
Sinonim : Menadion
Dosis Lazim : Profilaksis = 0,5 mg-1 mg
Treatment = 1 mg- 2 mg / dosis/ hari
1) Organoleptis
Warna : kuning cerah
Bau : khas lemah
Rasa : tidak berasa
Bentuk : hablur
2) Sifat dan Kelarutan
Dalam air : tidak larut
Dalam ethanol : agak sukar larut
Dalam chloroform : agak sukar larut
Dalam benzene : larut
Minyak Nabati : larut
3) Stabilitas
Terhadap oksidasi-reduksi : dalam larutan mudah teroksidasi
Terhadap cahaya : pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna coklat
Sifat kimia
Rumus molekul : C6H8O6
Rumus bangun :
Berat molekul : 176,13
Suhu lebur : 105-1070C
Sisa pemijaran : tidak lebih dari 1%
OTT : alkali dan reducing agent, warfarin
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, dosis tunggal, sebaiknya dari tipe I/II
Farmakodinamik
Pada orang normal vitamin K tidak memiliki aktivitas farmakodinamik, tetapi pada penderita defisinsi vitamin K, vitamin ini berguna untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu protombin, faktor VII (prokonvertin), faktor IX (faktor christmas) dan faktor X (faktor stuart) yang berlangsung di hati.
Farmakokinetik
Absorbsi vitamin K mealalui usus sangat tergantung dari kelarutannya. Metabolisme vitamin K di dalam tubuh tidak banyak diketahui. Pemakaian antibiotik sangat mengurangi jumlah vitamin K dalam tinja, yang terutama merupakan hasil sintesis bakteri usus.
Indikasi
Vitamin K berguna untuk memcegah atau mengatasi perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat gangguan absorbsi vitamin K, kurangnya bakteri yang mensitesis vitamin K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu yang dapat mempengaruhi aktivitas vitamin K.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Peringatan
Penyakit hati, anemia hemolitik
Rute Pemberian
Vitamin K tidak larut dalam air, dan juga dalam kloroform. Namun vitamin K memiliki kelarutan yang dapat larut di dalam minyak. Sehingga vitamin K termasuk pada larutan sejati dengan pembawa bukan air. Maka dapat diberikan dengan rute pemberian intra muskular.
II.3 Bahan Tambahan
Oleum Arachidis
Minyak kacang adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh pemerasan biji Arachis hypogea L yang telah dimurnikan.
Pemerian : Bentuk cairan; Warna kuning pucat; Bau bau khas lemah; Rasa tawar
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dan dalam minyak tanah P.
Bobot per ml : 0,911 g sampai 0,915 g
Indeks bias : 1,468 sampai 1,472
Bilangan asam : tidak lebih dari 0,5
Bilangan iodium : 85 sampai 105
Bilangan penyabunan : 188 sampai 196
Fungsi : Zat pembawa, zat pelarut
Alasan pemilihan dan metode
Masalah Diinginkan Alternatif Pilihan Alasan
Zat aktif larut dalam air Dipakai sebagai Sediaan Injeksi Sediaan Parentral Volume kecil
Sediaan Parentral Volume besar Sediaan Parentral Volume kecil Karena akan dibuat sediaan injeksi dan larutan bersifat larutan sejati
Pemberian sediaan obat harus tepat sasaran Sediaan obat dapat diberikan sesuai dan tepat sasaran Diberikan secara :
IV
IM
SC IM Karena pemberian secara IM merupakan pemberiaan yang tepat untuk sediaan kerja diperlambat yang dibuat dengan pembawa air. Dan pemberian secara IM digunakan untuk larutan < 3ml.
Zat aktif
Dibuat sebagai sediaan steril Bebas kuman, pirogen dan mikroorganisme Sterilisasi zat aktif :
Autoklaf
Filtrasi Autoklaf larutan disterilkan dengan cara otoklaf (115-116˚C 30
menit). Tidak harus cara sterilisasi dengan filtrasi karena tidak ada data
ketidakstabilan pada suhu 115-116˚C.
pH zat aktif relative asam Sesuai denga pH darah sekitar 7,4 Ditambahkan pendapar
Tidak dengan pendapar Tanpa menggunakan pendapar karena data OTT hanya
terhadap pH alkali tapi tetap perlu di cek pHnya sebagai in process control
Terurai jika terkena cahaya Tidak terurai oleh cahaya Disimpan dalam :
Vial berwarna gelap
vial berwarna bening vial berwarna gelap
Agar sediaan stabil dan tidak terurai oleh cahaya
BAB IV
METODE PRAKTIKUM
Data Zat
Daftar Obat Dosis Lazim Kelarutan Jenis Sterilisasi Khasiat
Vitamin K Profilaksis
0,5 mg-1 mg
Treatment
1 mg- 2 mg / dosis/ hari Tidak larut dalam air; sukar larut dalam ethanol; sukar larut dalam chloroform; Larut dalam eter; agar sukar larut dalam 50 bagian campuran minyak Pada suhu 1500 C selama 1 jam dalam oven (aseptis). Defisiensi vitamin K
III.2 Formulasi Standar dari Fornas :
Tiap ml mengandung
R/ Vitamin K 2 mg
Oleum pro injection ad 1ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda
Dosis : Diberikan secara Intra Muskular sehari 1 ml
Catatan 1. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi D
2. Sediaan berkekuatan lain : 5 mg
III.3 Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT)
Larutan alkali dan bahan pereduksi
I. Perhitungan
R/ Vitamin K 2 mg
API add 5 ml
Perhitungan Volume yang dibuat:
Akan dibuat vial sebanyak 2 buah
Kalau untuk vial 5,0 ml, yang harus kita masukkan adalah 5,5 ml. Jadi untuk membuat 2 vial kita butuh membuat minimum 5 x 5,5 = 27,5 ml. Maka untuk amannya kita buat 28 ml saja.
Menurut Rumus:
Volume yang dibuat = (n + 2) V’ + (2 x 3)
(n + 2) V’ + (2 x 3)
(2+ 2) 5,5 + 6
4 x 5,5 + 6 ml
28 ml
*volume ditambahkan 0,5 ml untuk mengatasi kehilangan selama perlakuan (sebagai cadangan)
Perhitungan Bahan:
Vitamin K = 28 ml x 2mg
= 56 mg
= 0,056 mg
0,056 mg ad 28 ml OPI.
III.5 Alat dan Cara Sterilisasinya
Nama Alat Waktu Cara Sterilisasi
Sendok porselen 30 menit 0ven 170°C
Spatel logam 30 menit 0ven 170°C
Pinset logam 30 menit 0ven 170°C
Batang pengaduk gelas 30 menit 0ven 170°C
Erlenmeyer 30 menit 0ven 170°C
Cawan penguap 30 menit 0ven 170°C
Kaca arloji 30 menit 0ven 170°C
Gelas ukur 30 menit Autoklaf ( 115°C -116°C )
Pipet tetes tanpa karet 30 menit Autoklaf
Karet pipet 30 menit Rebus
Jarum suntik ( spuit ) 30 menit Autoklaf
Bekerglass 30 menit 0ven 170°C
Vial 30 menit 0ven 170°C
III.6 Formula Akhir
R/ Vitamin K 2 mg
API add 5 ml
Perhitungan Volume yang dibuat:
Akan dibuat vial sebanyak 2 buah
Kalau untuk vial 5,0 ml, yang harus kita masukkan adalah 5,5 ml. Jadi untuk membuat 2 vial kita butuh membuat minimum 5 x 5,5 = 27,5 ml. Maka untuk amannya kita buat 28 ml saja.
Menurut Rumus:
Volume yang dibuat = (n + 2) V’ + (2 x 3)
(n + 2) V’ + (2 x 3)
(2+ 2) 5,5 + 6
4 x 5,5 + 6 ml
28 ml
*volume ditambahkan 0,5 ml untuk mengatasi kehilangan selama perlakuan (sebagai cadangan)
Perhitungan Bahan:
Vitamin K = 28 ml x 2mg
= 56 mg
= 0,056 mg
0,056 mg ad 28 ml OPI
Bagan Kerja
1. .
2.
BAB V
EVALUASI
1. Potensi/Kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll. (Evaluasi tidak dilakukan)
2. Warna
Warna yang terjadi pada sediaan adalah bening.
3. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 3-5 tahun. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan m.o. Evaluasi ini hanya dilihat oleh kasat mata karena tidak tersedianya alat tyndall. Secara fisik sediaan yang kami buat tergolong jernih atau bebas pirogen.
4. Bau
Sediaan yang kami buat tidak memiliki bau.
5. Toksisistas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan. (evaluasi tidak dilakukan)
6. Evaluasi Wadah
Wadah yang kami gunakan adalah vial 5 ml serta dengan tutupnya.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada praktikum steril kali ini, kami membuat sediaan injeksi steril dengan pelarut bukan air atau pelarut non air. Zat aktif yang kami gunakan dalam sediaan injeksi steril kali ini adalah Vitamin K. Dilihat dari kelarutannya, vitamin K tidak larut dalam air dan larut dalam minyak nabati oleh karena itu digunakan pembawa minyak. Pembawa minyak yang dapat digunakan juga cukup banyak diantaranya oleun sesami, oleum arachidis, oleum olivarum, minyak jagung,dan lain-lain. Kami memilih oleum arachidis sebagai pembawa minyak sediaan injeksi vitamin K yang kami buat, alasan kami menggunakan oleum arachidis karena selain sebagai pembawa, Oleum Arachidis juga memenuhi persyaratan minyak untuk sediaan injeksi (bilangan asam oleum arachidis yaitu tidak lebih dari 0.5, bilangan iodium antara 85 sampai 105, dan bilangan penyabunan antara 188 sampai 196) serta tidak OTT dengan vitamin K serta bahan tambahan lainnya.
Adapun persyaratan oleum pro injection yaitu :
• Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati / ester asam lemak tinggi, alam / sintetik, harus jernih pada suhu 100 C.
• Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9.
• Bilangan iodium tidak kurang dari 79 dan tidal lebih dari 128.
• Bilangan penyabunan tidak kurang dari 185 dan tidak lebih dari 200 Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
• Tingkat kemurnian harus tinggi.
• Bilangan asam dan peroksida yang rendah.
• Sebelum memakainya kita netralkan dulu minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol.
Vitamin K ditemukan pertama kali di Denmark (1964), pada saat itu ditemukan anak ayam yang diberi makan ransum bebas lemak, ternyata memperlihatkan gejala hemorhagia. Pada bayi, hemorhagia dapat dicegah dengan memberikan vitamin K pada ibunya sebelum bayi tersebut dilahirkan. Berdasarkan alasan tersebut maka vitamin K disebut juga vitamin koagulasi, karena vitamin ini berperan dalam menjaga konsitensi aliran darah dan membekukannya saat diperlukan. Defisiensi vitamin K menyebabkan waktu pembekuan darah menjadi lebih panjang, sehingga penderita defisiensi vitamin K bisa mati hanya karena perdarahan ringan. Proses pembekuan darah terdiri dari dua tahap, yaitu
(1) protrombin, dengan adanya tromboplastin, kalsium dan faktor-faktor lain diubah menjadi trombin dan
(2) fibrinogen diubah menjadi gumpalan fibrin.
• Struktur kimia dan Klasifikasi Vitamin K
Struktur kimia vitamin K terdapat dalam tiga bentuk berbeda (Gambar 1.), pertama adalah vitamin K1 atau filoquinon, yaitu jenis yang ditemukan dan dihasilkan tumbuh-tumbuhan dan daun hijau. Kedua, adalah K2 atau disebut juga dengan menaquinon, yang dihasilan oleh jaringan hewan dan bakteri menguntungkan dalam sistem pencernaan. Dan yang ketiga adalah K3 atau menadion, yang merupakan vitamin sintetik, bersifat larut dalam air, digunakan untuk penderita yang mengalami gangguan penyerapan vitamin K dari makanan.
•
•
•
•
• Sifat-sifat Kimia vitamin K
Vitamin K yang terdapat di alam larut dalam lemak, namun beberapa preparat sintis larut dalam air. 2-Metil-1,4-nafrakuinon, yang disebut juga menadion, adalah suatu produk sintetis vitamin K, yang bersifat lebih aktif dibanding vitamin K1.
• Manfaat/fungsi Vitamin K
Fungsi vitamin K antara lain,
1. memelihara kadar normal faktor-faktor pembeku darah, yaitu faktor II, VII, IX, dan X, yang disintesis di hati;
2. berperan dalam sintesis faktor II, yaitu protrombin;
3. sebagai komponen koenzim dalam proses fosforilasi.
Seluruh vitamin K dalam tubuh diproses dalam liver di mana nantinya akan digunakan untuk memproduksi zat pembuat darah bisa membeku. Selain berperan dalam pembekuan, vitamin ini juga penting untuk pembentukan tulang terutama jenis K1. Vitamin K1 diperlukan supaya penyerapan kalsium bagi tulang menjadi maksimal dan memastikan tidak salah sasaran.
• Sumber Vitamin K
Untuk memenuhi kebutuhan vitamin K terbilang cukup mudah karena selain jumlahnya terbilang kecil, sistem pencernaan manusia sudah mengandung bakteri yang mampu mensintesis vitamin K, yang sebagian diserap dan disimpan di dalam hati. Namun begitu, tubuh masih perlu mendapat tambahan vitamin K dari makanan. Meskipun kebanyakan sumber vitamin K di dalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di dalam sistem pencernaan, namun Vitamin K juga terkandung dalam makanan, seperti hati, sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak dan sayuran sejenis kobis (kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada susu kedele, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung bakteri sehat aktif, bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.
• Metabolisme Vitamin K
Sebagaimana vitamin yang larut lemak lainnya, penyerapan vitamin K dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan lemak, antara lain cukup tidaknya sekresi empedu dan pankreas yang diperlukan untuk penyerapan vitamin K. Hanya sekitar 40 -70% vitamin K dalam makanan dapat diserap oleh usus. Setelah diabsorbsi, vitamin K digabungkan dengan kilomikron, diangkut melalui saluran limfatik, kemudian melalui saluran darah ditranportasi ke hati. Sekitar 90% vitamin K yang sampai di hati disimpan dalam bentuk menaquinone. Dari hati, vitamin K disebarkan ke seluruh jaringan tubuh yang memerlukan melalui darah. Saat di darah, vitamin K bergabung dengan VLDL dalam plasma darah. Setelah disirkulasikan berkali-kali, vitamin K dimetabolisme menjadi komponen larut air dan produk asam empedu terkonjugasi. Selanjutnya, vitamin K diekskresikan melalui urin dan feses. Sekitar 20% dari vitamin K diewkskresikan melalui feses. Pada gangguan penyerapan lemak, ekskresi vitamin K bisa mencapai 70 -80 %.
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong-polongan atau legum terpenting kedua setelah kedelai di Indonesia. Di Indonesia menurut hasil penelitian dikenal empat macam varietas unggul yaitu, varietas gajah, banteng, macan, dan kijang. Varietas kijang mempunyai kandungan minyak terbesar yaitu 49,9% dari berat daging. Minyak kacang tanah digunakan sebagai bahan pangan maupun bahan non pangan. Bahan pangan digunakan sebagai minyak goreng, bahan dasar pembuatan margarine, mayones, salad dressing, dan mentega putih. Dan digunakan dalam industri sabun face krim, shaving krim, pencuci rambut dan bahan kosmetik lainnya. Dalam bidang farmasi digunakan untuk campuran pembuatan adrenalin, dan obat asma.
Berikut ini adalah proses pembuatan minyak kacang tanah:
Bahan
Biji kacang tanah
Peralatan
Panci
Alat pengering
Alat pres
Pengukus
Pengiling
Cara Pembuatan mendapatkan minyak kacang
Proses Pendahuluan
1. Blanching. Kacang tanah dicelupkan ke dalam air mendidih selama 1-3 menit sambil diaduk-aduk. Setelah itu kacang ditiriskan.
2. Pengeringan. Kacang yang telah di blanching dikeringkan pada suhu 130-150°C selama 3-4 jam sehingga kadar air kurang dari 6%. Setelah itu kacang didinginkan.
3. Pembuangan kulit ari. Kacang yang telah dikeringkan digosok-gosok dengan tangan sehingga kulit arinya terlepas. Setelah itu, kacang ditampi sehingga kulit ari yang telah terlepas dapat dibuang dan diperoleh biji kacang tanpa kulit ari.
Pengepresan
Kacang yang telah dibuang kulit arinya dibungkus dengan kain katun tebal yang kuat, kemudian dipres sehingga sebagian besar minyaknya keluar. Hasil pengepresan adalah bungkil dan minyak kacang tanah.
Pemurnian Minyak Kacang
Minyak kacang tanah didiamkan selama semalam, kemudian disaring dengan kain saring rapat (3 lapis). Setelah itu minyak dipanaskan pada suhu 1500 C selama 15 menit. Selama pemanasan dilakukan pengadukan.
Setelah pemanasan, minyak didiamkan lagi selama semalam. Endapan yang terbentuk dibuang, kemudian disaring lagi dengan kain saring rapat (3 lapis). Hasil yang diperoleh adalah minyak kacang tanah yang dapat disimpan lama.
Pemberian secara perenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Rute pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata terhadap formulasi yang dibuat. Rute pemberian untuk vitamin K adalah intramuskular. Hal ini dikarenakan bahwa apabila diberikan secara intravaskulat (iv), akan menimbulkan reaksi syok anafilaksis serta penggumpalan pada pembuluh darah oleh minyak sebagai zat pembawa.Sediaan vitamin K dapat dibuat dalam sediaan parenteral, maka maka untuk stabilitas zat aktif dibuat dalam volume kecil yang harus bebas dari mikroba dan diusahakan bebas pirogen.
Proses sterilisasi yang kami lakukan adalah sterilisasi D, yaitu sterilisasi dengan pemanasan kering dimana sediaan yang akan disterilkan dimasukan kedalam wadah kemudian ditutup kedap atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, dipanaskan pada suhu 1500C selama 1 jam. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptis. Dimana, teknik secara aseptis merupakan cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin, dan ditujukkan untuk bahan/zat aktif yang tidak tahan pemanasan/rusak dengan pemanasan.
Sehingga perlu dilakukan sterilisasi alat-alat sebelum digunakan pada praktikum. Sebelumnya oleum arachidis dibebaskan dahulu bilangan peroksida dan bilangan asamnya dengan cara 1 bagian minyak dikocok dengan 1 bagian (campuran 9 bagian volume ethanol 90% dan 1 bagian ammonia) ad larut, kemudian dipanaskan diatas penangas air hingga ethanol dan ammonia menguap. Selain itu, dalam prakteknya vitamin K tidak dapat larut sempurna karena zat aktif sudah teroksidasi oleh udara. Vitamin K mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap cahaya, maka pemilihan wadah yaitu vial yang bening dan nantinya ditutup dengan kardus untuk menghindari rusaknya zat aktif dari pengaruh cahaya.
Menurut aturan resmi, vial yang berisi volume 5 ml, perlu ditambahkan volume berlebih sebanyak 0,5 ml, karena pembawa yang digunakan adalah larutan kental sehingga volume total sediaan pada vial menjadi 5,5 ml untuk mencegah zat yang tinggal dalam vial atau jarum suntik sehingga saat pemberian kepada pasien, jumlah obat yang diinjeksikan tetap sesuai dosis yang diperlukan. Penandaan obat sediaan injeksi vitamin K yang digunakan adalah label obat keras, karena pada umumnya pemberian sediaan injeksi perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis dan harus dengan resep dokter untuk menghindari penyalahgunaan sediaan.
BAB VII
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
• Sediaan injeksi steril Vitamin K merupakan jenis injeksi dengan pelarut minyak.
• Pelarut minyak yang digunakan dalam sediaan injeksi vitamin K ini adalah oleum arachidis.
• Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir dimana zat aktif, bahan-bahan tambahan dan alat-alat disterilkan pada akhir pembuatan dan akan dibuat sediaan injeksi vitamin K tersebut.
• Hasil evaluasi sediaan injeksi vitamin K sebagai berikut :
Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni kuning pekat.
Evaluasi wadah
Wadah yang digunakan cukup rapat dan baik yakni tidak mengalami kebocoran. Vial yang digunakan vial bening yang seharusnya ditutup dengan kardus karena zat aktif bila terkena cahaya akan terdegradasi berubah warna menjadi cokelat muda, tetapi karena keterbatasan waktu dan alat, kami tidak menggunakan kardus tersebut.
• Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada susu kedele, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi dan hati
• Fungsi vitamin K antara lain,
1. memelihara kadar normal faktor-faktor pembeku darah, yaitu faktor II, VII, IX, dan X, yang disintesis di hati;
2. berperan dalam sintesis faktor II, yaitu protrombin;
3. sebagai komponen koenzim dalam proses fosforilasi.
• Rute pemberian untuk injeksi vitamin K adalah intramuskular.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia
Farmakope Indonesia Edisi III. 1979. Jakarta : Dirjen POM
Farmakope Indonesia Edisi IV. 1995. Jakarta : Dirjen POM
American Hospital Service. Drug Information 88 Jilid II. USA : 1998
American Pharmaceutical Asosiation. Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi II. London: The Pharmaceutical Press, 1994
Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Taketomo, Carol dkk. 1992. Pediatric Dosage Handbook. Ohio : American Pharmaceutical Assosiation
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Suryani, Nelly M.Si, Apt. dan Sulistiawati, Farida M.Si, Apt..2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta : UIN Press
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar