Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Diazepam laporan 2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
 Mengetahui cara membuat sediaan injeksi volume kecil pelarut non air
 Mengetahui metode-metode pembuatan injeksi diazepam

1.2 Teori dasar
a. Definisi Sediaan Parenteral dan Sediaan Injeksi
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Meskipun demikian, perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin (Perancis) dan Friedlaeder (Jerman), seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapetik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan, atau organ.
Asal kata injeksi dari injectio yang berarti memasukkan ke dalam sedangkan infusio berarti penuangan ke dalam.
Keuntungan dan Kelemahan pemberian obat secara parenteral,
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja yang cepat)
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
4. kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan
5. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma
Kelemahan :
a. Rasa nyeri pada saat disuntik
b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah pemberian intravena
d. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktik dokter oleh dokter dan perawat yang berkompeten

b. Persyaratan sediaan parenteral
Kerja optimal larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
a. Sesuai dengan kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimiawi dan lain sebagainya
b. Penggunaan wadah yang cocok sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara bahan obat dan material dinding wadah
c. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi
d. Bebas kuman
e. Bebas pirogen
f. Isotonis
g. Isohidris
h. Bebas partikel melayang

c. Klasifikasi sediaan injeksi
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer. Pe
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi phenobarbital. Pelarut campuran bukan minyak, yaitu : Alkohol, Propilenglikol, Glycerine, Paraffin Liquid dan Ethyl Oleat.
Alkohol, propilenglikol, gliserin dan lain-lain dicampur air dapat dipakai sebagai pelarut obat suntuk, disamping melarutkan, ternyata mempertinggi stabilitas obat dan larutannya pula.
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi Bismuthsubsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol

d. Komponen Larutan obat suntik
1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
3. Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :
- Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol, gliserin.
- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
- Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
- Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
- Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
- Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah kelarutan steroid.
b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH >9, jaringan mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan NaNO3.
d. Antioksidan
- Asam ascorbic 0,1%
- BHA 0,02%
- BHT 0,02%
- Natrium Bisulfit 0,15%
- Natrium Metabisulfit 0,2%
- Tokoferol 0,5%
- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
e. Bahan Pengawet (preservatives)
- Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%
- Benzyl alkohol 2%
- Chlorobutanol 0,5%
- Chlorocresol 0,1-0,3%
- Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%
- Fenol 0,5%
f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan obat .

e. Tonisitas larutan obat suntik
 Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
 Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan ).
 Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut Hemolisa.
 Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut plasmolisa.

f. Proses pembuatan dan proses sterilisasi
 Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunkan dalam pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan lebih dahulu.
 Cara aseptis
Cara ini terbatas penggunaanya pada sedian yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologisnya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
 Sterilisasi panas dengan tekanan atau Sterilisasi uap (autoklaf)
Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 121°C selama 30 menit. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan alat-alat persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
 Sterilisasi panas kering (oven)
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan alat yang disterikan lalu merambat kebagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan mematikan jasad renik meluli mekanisme dehidrasi-oksidasi terhadap mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 170°C selama 30 menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti beaker glass, elenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang pengaduk.

g. Pengujian atau evaluasi obat suntik
Dalam pembuatan sediaan obat suntik, kita perlu melakukan pengujian dengan mengambil beberapa sample dari jumlah produksi setiap kontainer yang dihasilkan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan bermutu baik.
Jumlah sample obat suntik yang diuji atau di evaluasi dari total produksi dan hasil yang diperbolehkan rusak, dapat dilihat pada table dibawah ini :

Jumlah produksi Jumlah sampel Jumlah sample (max) yang diperbolehkan rusak
151-280 32 1
281-500 50 2
501-1.200 80 3
1.201-3.200 125 5
3.201-10.000 200 7
10.001-35.000 315 10
35.001-150.000 500 14

Obat suntik yang telah diproduksi memerlukan pengujian kualitas, meliputi:
1. Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat oleh mata atau secar makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Ampul dimasukkan ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah ampul terwarnai oleh larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan berwarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan pengamatan pada cahaya UV.
2. Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux- 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau hitam. Umur petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa mata.
3. Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).Bila proses pembuatan menggunakan aseptic,maka SAL =10 -4
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang tertera pada etiket.

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Cairan encer Cairan kental
0,5 ml
1,0 ml
2,1 ml
5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih 0,10 ml (20%)
0,10 ml (10%)
0,15 ml (7,5%)
0,30 ml (6%)
0,50 ml (5%)
0,60 ml (3%)
0,80 ml (2,6%)
2,00 ml (4%) 0,12 ml (24%)
0,15 ml (15%)
0,25 ml (12,5%)
0,50 ml (10%)
0,70 ml (7%)
0,90 ml (4,5%)
1,20 ml (4%)
3,00 ml (6%)

7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu 1050C; timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air, kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 g
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih 10,0
7,5
5,0

8. pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara konvensional) atau dengan alat pH meter.

















BAB II
PRAFORMULASI
A. TINJAUAN PUSTAKA ZAT AKTIF DAN ZAT TAMBAHAN
1. Diazepam
a. Sinonim : Benzodiazepin
b. Berat Molekul : 284,74





c. Pemerian : serbuk hablur hampIr putih sampai kuning, praktis tidak berbau
d. Kelarutan : agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam kloroform
e. Suhu lebur : 130-134oC
f. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
g. pH : 6,2-6,9
h. Dosis : 2-10 mg (i.m dan i.v)
i. Khasiat : sedativum
j. Efek samping : efek samping dari diazepam dan benzodiazepine lainya biasanya ringan dan jarang. Mengantuk, berkunang-kunang dan ataksia, kelelahan , erupsi pada kulit, edema, mual dan konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal, jaundice dan neutropenia, perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi, gangguanvisual dan retensi urin, incontinence.

k. Kontraindikasi : Penderita hipertsensitif, bayi di bawah 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi pernapasan, glaucoma sudut sempit, gangguan pulmonary akut, keadaan phobia.
l. Sterilisasi : Larutan steril dari diazepam dalam API atau pelarut lain yang cocok.
Disterilkan dengan cara filtrasi.pH 6,2-7, terlindung dari cahaya.
Larutan steril dalam pembawa yang cocok. pH 6,2-6,9. Terlidung dari cahaya.

2. Propilenglikol
a. Sinonim : dihidroksipropan, metil etilen glikol dan propan 1,2 diol
b. Berat molekul : 76,09
c. Pemerian :
d. Fungsi : sebagai pelarut, humektan, desinfektan dan antimiroba
e. Kelarutan : dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol, gliserin dan air. Larut dalam eter. Dan tidak dapat bercampur dengan minyak mineral.
f. OTT : dengan bahan pengoksidasi kuat seperti potassium permanganat.
g. Sterilisasi : Autoklaf

3. Etanol 96%
a. Sinonim : alkohol
b. Berat molekul : 46,7
c. Pemerian : larutan jernih, tidak berwarna, mengalir, dan cairan volatil bau yang khas.
d. Fungsi : sebagai pelarut, desinfektan dan anti miroba
e. Kelarutan : mudah bercampur dengan kloroform, eter, gliserin dan air.
f. OTT : bereaksi dengan bahan pengoksidasi kuat dan warnanya akan keruh jika bercampur dengan alkali.
g. Sterilisasi : aseptis

B. FORMULASI STANDAR DARI FORNAS

Injeksi Diazepam
Komposisi : Tiap ml mengandung
Diazepam 5 mg
Aqua pro Injections 1 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda, terlindung dari cahaya
Dosis : 2 – 10 mg (im: iv) jika perlu diulang 2 – 4 jam

Catatan :
1. Air untuk injeksi dapat diganti dengan propilenglikol
2. pH 6,0 sampai 6,9
3. Disterilkan cara sterilisasi A atau C

Tak tersatukan zat aktif (OTT)

Usul Penyempurnaan Sediaan
 Zat aktif diazepam dilarutkan dalam pelarut campur untuk meningkatkan daya kelarutan diazepam dan menstabilkan sediaan.

Sejumlah alat dan cara sterilisasinya
No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi Waktu
1 Spatula 1 Oven 170o C 30 menit
2 Batang Pengaduk 1 Oven 170o C 30 menit
3 Kaca Arloji 1 Oven 170o C 30 menit
4 Cawan Penguap 2 Oven 170o C 30 menit
5 Pinset 1 Oven 170o C 30 menit
6 Erlenmeyer 1 Oven 170o C 30 menit
7 Gelas Ukur 1 Autoklaf 115-116o C 30 menit
8 Jarum Suntik (Spuit) 1 Autoklaf 115-116o C 30 menit
9 Beaker Glass 1 Oven 170o C 30 menit
10 Vial 2 Oven 170o C 30 menit

Formula akhir
R/ Diazepam 10 mg
Propilenglikol 12 %
Etanol 96% 5 %
API ad 2 ml

Perhitungan Kd
Kd total
72 = (%alkohol x Kd alkohol) + (% propilenglikol x Kd Propilenglikol) + (%api x Kd air )
72 = ( 5/100 x 25.7) + ( x/100 x 33) + (100-5-x/100 x 80)
72 = (128,5 /100) + ( 33x/100) + (7600-80x/100)
72 = (7728,5 – 47x/100)
X = 528,5/47
= 11,24 % = 12 %
a. Propilenglikol yang dibutuhkan untuk 1 ampul
P = m/v  v= m/p = 0,24 g /1,038 g/ml = 0,23 ml

b. Etanol yang dibutuhkan untuk 1 ampul
P = m/v  v= m/p = 0,1 g /0,83 g/ml = 0,12 ml

Pengkajian Formulasi
 Volume yang akan dibuat
( n+2 ) x V + (2 x 3 ) ml
( 3+2 ) x 2,10 + 6 ml
16,5 ml ≈ 25 ml
 Diazepam yang dibutuhkan
10 mg/2 ml x 25 ml = 125 mg = 0,125 g

 Propilenglikol yang dibutuhkan
0,23 ml/2 x 25 ml = 2,875 ml

 Etanol yang dibutuhkan
0,12/2 ml x 25 ml = 1,5 ml















BAB III
PROSEDUR KERJA
Metode Pembuatan
A. Penyiapan Aqua Pro Injeksi (API)
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menyiapkan aqua bebas CO2 dan O2 dengan memanaskan aqua destilata selama 30 menit terhitung sejak mendidih lalu dialiri gas nitrogen. Sedangkan untuk pembebasan oksigen, pemanasan ditambah 10 menit lagi sejak mendidih.

B. Pembuatan sediaan injeksi diazepam
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Membungkus semua alat ke dalam kertas perkamen untuk dilakukan proses sterilisasi awal (aseptis). Sterilisasi bahan pelarut campur : Propilenglikol (dispensasi)
3. Setelah semua alat dibungkus rapi, kemudian dimasukkan ke dalam alat sterilisasi, oven dan autoklaf selama 30 menit
4. Setelah proses sterilisasi selesai, selanjutnya semua alat dan bahan yang telah disterilisasi dibawa ke dalam white area untuk dibuka dan melakukan proses penimbangan di grey area
5. Menimbang semua bahan-bahan yang dibutuhkan
6. Membuat pelarut campur, yang terdiri dari campuran propilenglikol, etanol 96% dan API dalam jumlah 25 ml,
7. Melarutkan zat aktif dengan pelarut campur sedikit demi sedikit ad larut
8. Setelah larut, campuran zat aktif dengan pelarut dicek pH, apakah telah memenuhi syarat pH injeksi diazepam antara 6 – 6,9
9. Setelah nilai pH memenuhi standar, selanjutnya menambahkan sisa pelarut campur ke dalam campuran zat aktif
10. Memasukkannya ke dalam vial dengan menggunakan spuit dengan volume 2,2 ml (dispensasi seharusnya untuk vial volume yang diisi 5 ml)
11. Selanjutnya diberikan etiket





























BAB IV
EVALUASI SEDIAAN
Evaluasi sediaan injeksi yang telah jadi

 Penampilan
Sediaan injeksi diazepam yang dihasilkan berupa larutan bening.
 Kadar pH
Sediaan injeksi diazepam menghasilkan pH 6 sebelum dan sesudah pencampuran bahan menggunakan pH indikator universal. Berarti masuk ke dalam rentang syarat pH sediaan injeksi diazepam yaitu 6 – 6,9.
 Kebocoran
Sediaan injeksi diazepam menggunakan wadah vial sehingga evaluasi kebocoran tidak dilakukan.














BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi steril kali ini, kelompok kami membuat sediaan injeksi diazepam dalam pelarut campur dengan metode aseptis. Dengan menggunakan formula
a. Diazepam sebagai zat aktif,
b. Propilenglikol, etanol 96% dan API sebagai kombinasi pelarut campur dengan Kd masing-masing pelarut diperhitungkan
Diazepam merupakan obat turunan dari benzodiazepin, diazepam diindikasikan untuk memperpendek dan mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat digunakan untuk kondisi gemetaran, kegilaan, halusinasi, kejang otot, sebagai obat penenang yang dapat dikombinasikan dengan obat lain. Sediaan dengan zat aktif yang banyak beredar dalam bentuk tablet, injeksi, gel rektal, dll. Sementara dari pemilihan dosis diazepam untuk sediaan parenteral volume kecil (injeksi) ini didasarkan rujukan fornas yang menganjurkan injeksi diazepam secara intramuskular, dan intravena pada range 2 – 10 mg.
Sementara untuk komposisi pelarut yang digunakan dalam sediaan injeksi diazepam ini adalah pelarut campur. Pemilihan pelarut campur ini dipertimbangkan dari segi kelarutan diazepam dalam API adalah 1 bagian dalam 333 bagian air (agak sukar larut dalam air), solusi yang dapat kami lakukan adalah mengubah komposisi pelarut menurut FORNAS pelarut API dapat digantikan dengan propilenglikol, akhirnya kami memutuskan untuk membuat pelarut campur dari kombinasi propilenglikol, etanol 96% dan API dengan diperhatikan pula nilai konstanta dielektrik masing-masing pelarut.
Menurut FORNAS (Formularium Nasional), proses pembuatan sediaan injeksi diazepam dapat dibuat dengan metode sterilisasi autoklaf (sterilisasi A) dan metode penyaringan (sterilisasi C), dalam kenyataannya dipraktikum kami tidak melakukan proses sterilisasi akhir, dengan alasan mencoba melihat hasilnya nanti apakah sediaan dihasilkan baik dengan metode selain metode sterilisasi autoklaf. Akhirnya kami melakukan proses pembuatan dengan metode aseptis, karena metode penyaringan tidak dapat kami lakukan, karena ketidaktersediaan alat.
Metode aseptis yang kami lakukan adalah pada alat – alat yang diperlukan untuk membuat sediaan, tetapi juga seharusnya kami juga melakukan sterilisasi bahan aktif (diazepam) berikut sterilisasi pelarut yang digunakan, pelarut tambahan seperti propilenglikol. Tetapi untuk sterilisasi pelarut propilenglikol tidak kami lakukan, menuru literatur cara mensterilisasi pelarut propilenglikol adalah cara sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115 – 1160C. Untuk sterilisasi alat disesuaikan dengan wadah dan cara sterilisasinya ada yang menggunakan oven dan ada juga yang menggunakan autoklaf, sterilisasi dilakukan selama 30 menit.
Setelah proses sterilisasi alat selesai, dilanjutkan proses penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan. Proses pencampuran zat aktif diazepam dengan pelarut campur yang terdiri dari propilenglikol, etanol 96%, dan API tidak mengalami hambatan yang cukup berarti, dalam arti zat aktif diazepam larut baik (larut sempurna) dalam komposisi campuran pelarut tersebut. Sebelum proses penambahan pelarut semua, kami melakukan cek pH (derajat keasaman) sediaan kami dengan menggunakan kertas indikator universal, dan didapatkan nilai pH sediaan kami 6, memenuhi syarat sediaan injeksi diazepam yang tertera pada FORNAS yaitu antara 6 – 6,9. Setelah penambahan API semua pun, nilai pH sediaan ini tetap stabil pada pH 6. Setelah semua tercampur, barulah campuran zat aktif dengan pelarutnya dimasukkan ke dalam vial 5 ml, dengan volume larutan tiap vialnya adalah 2,2 ml. Hal ini kami lakukan atas dispensasi yang seharusnya sediaan injeksi ini dibuat dalam volume 5 ml/vial.
Evaluasi sediaan yang dapat kami lakukan setelah sediaan injeksi kami selesai dibuat, adalah ealuasi pH dan evaluasi penampilan, apakah sediaan injeksi ini jernih dan tidak ada partikel yang melayang. Nilai pH sediaan injeksi kami adalah 6, memenuhi persyaratan yang telah ditentukan di FORNAS, faktor penambahan etanol sebagai pelarut campur memiliki peranan penting dalam perubahan nilai pH sediaan, sedangkan pada uji penampilan kejernihan larutan injeksi yang dihasilkan bening (jernih) tidak terdapat partikel yang melayang. Namun, setelah tutup vial di lakukan pengepressan dengan handy press, terdapat salah satu tutup vial yang tidak tertutup sempurna.

























BAB VI
KESIMPULAN
1. Pembuatan sediaan injeksi diazepam dengan komposisi pelarut campur yang terdiri dari propilenglikol, etanol 96%, dan API. Pemilihan pelarut ini dipertimbangkan dari segi kelarutan dan stabilitas zat aktif.
2. Evaluasi sediaan yang dilakukan adalah uji penampilan yaitu diperoleh larutan injeksi yang jernih dan uji pH diperoleh pH sediaan sebesar 6, berarti masuk ke dalam rentang syarat pH sediaan injeksi diazepam yaitu 6 – 6,9.
3. Sediaan injeksi diazepam yang telah kami buat memenuhi persyaratan yang tertera pada FORNAS, dilihat dari nilai pH dan tingkat kejernihan.



















DAFTAR PUSTAKA

Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik Indonesia.

Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition. London: The Pharmaceutical Press.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi.

Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press















LAMPIRAN
Brosur

Diazepam Injection
diazepam 10 mg/2mL

Komposisi :
Tiap ml mengandung diazepam........................5 mg

Indikasi :
sedativum

Efek Samping :
Mengantuk ; berkunang-kunang ; konstipasi ; jaundice ; sakit kepala ; hipotensi

Kontraindikasi :
Penderita hiersensitif ; bayi di bawah 6 bulan ; wanita hamil ; depresi pernapasan ; keadaan phobia

Interaksi Obat :
1. Obat-obat antidepresan ; alkohol ; antihistamin pemberian bersama dapat mengakibatkan depresi SSP tambahan
2. Simetidin ; kontrasepsi oral ; ketokonazol
3. Efek sedatifnya dapat menurun karena teofilin

Dosis :
im;iv 2mg-10mg; jika perlu diulang 2-4 jam

Penyimpanan :
Simpan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya

Kemasan :
Box, 2 vial @ 2 ml No. Reg. DKL 0604121804 A1

Diproduksi oleh: PT. NAFTALEN PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia



Etiket

Tidak ada komentar: