Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Kamis, 08 Juli 2010

SM Kloramfenikol laporan 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latarr Belakang
Dalam cuaca yang tidak menentu atau masa peralihan, penyakit memang mudah sekali menular. Salah satunya adalah penyakit mata khususnya adalah konjungtivitis. Gangguan mata ini, meskipun tidak terlalu serius, tetapi mudah sekali menular. Penyebabnya adalah iritasi pada lapisan konjungtiva yaitu yang membatasi kelopak mata dan melindungi permukaan bola mata. Gejala konjungtivitis ini cukup menyusahkan. Selain mata menjadi merah, biasanya rasa gatal dan perih juga muncul. Bahkan pada sebagian orang, rasa gatal dan perih tersebut juga bisa memicu sakit kepala, rasa mual hingga muntah dan pandangan menjadi kabur. Konjungtivitis sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya atau bisa diatasi dengan obat tetes mata biasa jika sudah parah.
Untuk mengobati penyakit ini, telah banyak disediakan obat tetes mata yang zat aktif sebagai antibiotik yang dapat membunuh kuman yang menyebabkan konjungtifitas ini. Salah satunya adalah kloramfenikol, yaitu antibiotik yang bisa digunakan sebagai obat karena spektrumnya cukup luas dan juga reaksi alergi pada pasien jarang ditemukan.
Untuk itu sangat penting untuk mengetahui cara pembuatan sediaan tetes mata, salah satunya adalah tetes mata kloramfenikol. Karena tetes mata ini telah banyak digunakan dipasaran dan juga untuk mengetahui pembuatan tetes mata yang steril atau bebas dari pyrogen.

2.2 Tujuan Praktikum
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat tetes mata.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI MATA
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf.
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.

Cahaya masuk ke mata dari media ekstenal seperti, udara, air, melewati kornea dan masuk ke dalam aqueous humor. Refraksi cahaya kebanyakan terjadi di kornea dimana terdapat pembentukan bayangan yang tepat. Aqueous humor tersebut merupakan massa yang jernih yang menghubungkan kornea dengan lensa mata, membantu untuk mempertahankan bentuk konveks dari kornea (penting untuk konvergensi cahaya di lensa) dan menyediakan nutrisi untuk endothelium kornea. Iris yang berada antara lensa dan aqueous humor, merupakan cincin berwarna dari serabut otot. Cahaya pertama kali harus melewati pusat dari iris yaitu pupil. Ukuran pupil itu secara aktif dikendalikan oleh otot radial dan sirkular untuk mempertahankan level yang tetap secara relatif dari cahaya yang masuk ke mata. Terlalu banyaknya cahaya yang masuk dapat merusak retina. Namun bila terlalu sedikit dapat menyebabkan kesulitan dalam melihat. Lensa yang berada di belakang iris berbentuk lempeng konveks yang memfokuskan cahaya melewati humour kedua untuk menuju ke retina.
Untuk dapat melihat dengan jelas objek yang jauh, susunan otot siliare yang teratur secara sirkular akan akan mendorong lensa dan membuatnya lebih pipih. Tanpa otot tersebut, lensa akan tetap menjadi lebih tebal, dan berbentuk lebih konveks. Manusia secara perlahan akan kehilangan fleksibilitas karena usia, yang dapat mengakibatkan kesulitan untuk memfokuskan objek yang dekat yang disebut juga presbiopi. Ada beberapa gangguan refraksi lainnya yang mempengaruhi bantuk kornea dan lensa atau bola mata, yaitu miopi, hipermetropi dan astigmatisma.
Selain lensa, terdapat humor kedua yaitu vitreous humor yang semua bagiannya dikelilingi oleh lensa, badan siliar, ligamentum suspensorium dan retina. Dia membiarkan cahaya lewat tanpa refraksi dan membantu mempertahankan bentuk mata.Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung fascia bola mata.
II. SEDIAAN TETES MATA
A. Definisi Sediaan Tetes Mata
Yang dimaksud dengan obat tetes mata (guttae ophthalmicae) adalah suatu sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan untuk terapi atau pengobatan mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak dan bola mata. Sediaan yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan dengan pertimbangan yang diberikan untuk tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan sterilisasi. Sterilisasi ini diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang anterior adalah media yang bagus untuk mikroorganisme dan masuknya sediaan tetes mata yang terkontaminasi ke dalam mata yang trauma karena kecelakaan atau pembedahan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.

B. Faktor – Faktor yang penting dalam Tetes Mata
Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan;
2. Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme pada saat digunakan (Untuk dosis ganda);
3. Larutan dibuat isotonisitas, jika tidak memungkinkan larutan dibuat hipertonis dan pH dicapai melalui tekhnik euhidri;
4. pH optimum lebih diutamakan untuk menjamin kestabilan sediaan;
5. Adanya air mata dapat mempersingkat waktu kontak dengan zat aktif dengan mata maka ditambahkan bahan pengental.
C. Syarat – Syarat Sediaan Tetes Mata
Tetes mata adalah larutan berair atau larutan berminyak yang idealnya harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Sediaan harus steril;
2. Sediaan bebas dari efek iritan
3. Sediaan sebaiknya mengandung pengawet yang cocok untuk mencegah pertumbuhan dari mikroorganisme yang dapat berbahaya yang dihasilkan selama penggunaan.
4. Jika dimungkinkan larutan berair harus isotonis dengan sekresi lakrimal konsentrasi ion hidrogen sebaliknya cocok untuk obat khusus, dan idelanya tidak terlalu jauh dari netral.
5. Sediaan harus stabil secara kimia.
D. Keuntungan Dan Kerugian
• Keuntungan
1. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavaibilitas, dan kemudahan dalam penanganan.
2. Suspensi mata mempunyai keuntungan dimana adany partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya dengan air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavaibiltas dan efek terapinya.
• Kekurangan
1. Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas, maka larutan yang berlebihan dapat masuk ke dalam nasal cavity lalu masuk ke saluran GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.
2. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskuralisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata hanya berefek lokal saja.

III. KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400) dan rasanya sangat pahit. Rumus molekul kloramfenikol ialah kloramfenikol R= -NO2.
2.1 Farmakodinamik
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.
2.2 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.
Untuk pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.
Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus.
Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.
2.3 Penggunaan klinik
Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi sebaiknya obat ini digunakan untuk mengobati demam tifoid dan meningitis oleh H.Infuenzae juga pada pneumonia; abses otak; mastoiditis; riketsia; relapsing fever; gangrene; granuloma inguinale; listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia; whipple disease; septicemia; meningitis.
Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang masih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontraindikasikan pada pasien neonatus, pasien dengan gangguan faal hati, dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada neonatus, dosis jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari.
2.4 Efek samping
REAKSI SALURAN CERNA
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis
REAKSI ALERGI
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
REAKSI NEUROLOGIK
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
Sediaan
a. Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.
Salep mata 1 %
Obat tetes mata 0,5 %
Salep kulit 2 %
Obat tetes telinga 1-5 %
Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.



BAB III
PRAFORMULASI

3.1 Bahan Aktif
Nama Bahan Aktif : kloramfenokol
Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
Berat Molekul : 323,13
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya
Khasiat : Antibiotik
Golongan Obat : Obat keras
No Aspek atau Parameter Pengamatan
1. Organoleptis :
Bentuk Hablur halus
Bau Khas lemah
Warna putih
2. Kemurnian :
Kadar Bahan Aktif
3. Sifat kelarutan :
Dalam Air Agak larut dalam air (dalam 400 bagian air)
Dalam Kloroform sukar larut
Dalam Etanol mudah
Dalam Benzene Larut
Dalam Minyak nabati
4. Stabilitas :
Terhadap Cahaya Mudah terurai
Terhadap Pemanasan
Jenis sterilisasi Menggunakan Sterilisasi dengan cara sterilisasi akhir.
5. Farmakologi :
Indikasi Antibiotik
Dosis lazim untuk Anak-anak 50 mg/kgBB dalam sehari
OTT (inkompatibilitas)
Efek Samping
6. Cara penggunaan

Spesifikasi dan Syarat sediaan yang Diinginkan
Nama Produk Tetes mata kloramfenikol
Bentuk Sediaan Tetes mata
Bahan Aktif kloramfenikol
Kemasan 10 ml

Rangkuman Hasil Pengkajian PraformulasiBahan Tambahan

Masalah Solusi Keputusan Alasan
1. Zat aktif tidak larut dalam air Dilarutkan dalam pelarut netral atau agak asam Dilarutkan dalam natrii tetraboras dan dikombinasikan dengan asam borak Karena merupakan larutan asam yang tidak terlalu kuat . asam borak ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas natrii tetraboras
2. Harus Isotonis Digunakan bahan pengisotonis
3. Harus Isohidris Diguakan dapar pH 7 Natrii tetraboras Natrii tetraboras juga berfungsi sebagai buffering agent
4. Air mudah ditumbuhi jamur Digunakan bahan pengawet Phenylhydrargyri Nitras Karena akan lebih mudah larut dalam dengan adanya asam nitrat atau alkali hidroksida.


5. Mampu dipanaskan dgn suhu 110oC Sterilisasi akhir Autoklaf Karena berupa larutan

1. Acidum Boricum
Nama lain : Asam borat
Rumus molekul : H3BO3
Berat molekul : 61,83
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%).
Fungsi : pendapar
2. Natrii Tetraboras
Nama lain : Boraks
Rumus molekul : Na2B4O7.10H2O
Berat molekul : 381,37
Kelarutan : mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam etanol.
Fungsi : Pendapar
3. Phenylhydrargyri Nitras
Nama lain : Fenilraksa (II) Nitras / Fenilmerkuri Nitras
Rumus molekul : C12H11Hg2NO4
Berat Molekul : 634,45
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam gliserin, lebih mudah larut dalam dengan adanya asam nitrat atau alkali hidroksida.
Fungsi : Preservatif pada sediaan mata
Persen konsentrasi : 0,002 %



3.3 Formula Standar Dari Fornas
Tetes Mata Kloramfenikol
Komposisi : Tiap 10 ml mengandung
Chloramphenicolum 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 mg
Aqua destilata hingga 10 ml
Penympanan : Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk
Catatan : 1. Disterilkan dengan cara sterilisasi B dan C
2. Dalam etiket harus juga tertera : Daluarsa
3.4 Alat Dan Cara Sterilisasi
Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
Kaca arloji 1 Oven 1700C
Spatula 1 Oven 1700C
Pinset 1 Oven 1700C
Beaker glass 3 Oven 1700C
Pipet tetes tanpa karet 1 Autoklaf
Gelas ukur 1 Autoklaf (115-1160C)
Erlenmeyer 2 Oven 1700C
Kertas saring 1 Autoklaf
Corong 1 Autoklaf
Wadah tetes mata 2 Direndam dengan alkohol
Tutup wadah tetes mata 2 Direndam dengan alkohol


3.6 Formala Akhir
R/ Chloramphenicolum 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 mg
Aqua destilata hingga 10 ml

3.7 Perhitungan Bahan

♦Tf = Liso x berat x 1000
BM x V
Natrii Borras
♦Tf = 1,86 x 330/1000 x 1000
381,37 x 10
= 0,007866
= 0,0079
Phenylhydraghy Natras
♦Tf = 1,86 x 200/1000000 x 1000
634,45 x 10
= 5,86 x 10 -5


Acidum Boricum
♦Tf = 1,86 x 150/1000 x 1000
61,83 x 10
= 0,45
Kloramfenikol
♦Tf = 1,86 50/1000 x 1000
323,13 x 10
= 0,02878
= 0,029
Zat ♦Tf % pemakaian % x ♦Tf
Natrii tetraboricum 0,029 0,5 0,0145
Acidum Boricum 0,45 1,5 0,675
Phenildrahy Nitras 0,0079 0,3 0,0024
Kloramfenikol 5,86 x 10-5 0,002 1,17 x 10 -7
Total 0,4869 0,6919

Nacl yang harus ditambahkan = 0,49 - 0,69 = -0,2
Maka tidak perlu penambahan Nacl karena sudah hipertonis yaitu lebih dari 0,2 dari ♦Tf.

3.8 Langkah Pembuatan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Mensterilkan wadah
3. Membuat Api bebas CO2 dan O2 ( didihkan air dan diteruskan lagi selama 40 menit)
4. Menimbang zat aktif dan zat tambahan.
5. Mengkaliberasi beker glass dan botol plastik
6. Dilarutkan masing-masing bahan dalam API.
7. Larutan asam borak, natrii borat dan Phenylhydrargyri Nitras dicampur kemudian digunakan untuk melarutkan kloramfenikol sedikit demi sedikit dimasukan ke larutan basis tersebut. Kemudian dimasukan sisa API.
8. Melapisi corong dengan kertas saring dan basahi kertas saring dengan API bebas CO2 sampai menempel dengan dinding corong.
9. Pindahkan corong ke beaker glass yang sudah dikaliberasi.
10. Disaring larutan pada gelas ukur melalui corong ke dalam erlenmeyer yang baru
11. Sisa 2/5 bagian API digunakan untuk membilas gelas ukur kemudian disaring lagi ke dalam beakker glass yang berisi filtrat.
12. Ditambahkan sampai batas kaliberasi
13. Mengisikan larutan ke dalam wadah
14. Menutup wadah
15. Mensterilkan sediaan yang telah ditutup di dalam autoklaf pada suhu 115 – 116oC selama kurang lebih 30 menit.

3. 9 Prosedur Tetap
PROSEDUR TETAP
PEMBUATAN SEDIAAN
Disusun oleh :
Afrini Saraswati
Siti Robia Diperiksa oleh :
Sabrina. Ssi Apt Dsetujui oleh :
Sabrina. Ssi,.Apt
Tgl :
2 Juni 2010 Tgl :
2 Juni 2010 Tgl :
2 Juni 2010

Penanggung jawab Rencana produksi
Pembuatan Tetes mata Kloramfenikol
Kegiatan produksi
 Sterilisasi wadah
 Pembuatan Aqu Pro Injection
 Penimbangan bahan
 Pencampuran
 Pelarutan
 Pengisian
 Pengemasan
 Evaluasi sediaan
 Penyerahan produk jadi

II.1. Sterilisasi wadah
1. Melakukan pensterilisasian wadah sesuai dengan aturan resmi
2. Pensterilisasian wadah dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.01/ERT
II.2. Pembuatan Aqua pro Injection
1. Melakukan pembuatan Aqua Pro Injection sesuai dengan aturan resmi
2. Pembuatan Aqua Pro Injection dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.02/ERT
II.3. Penimbangan bahan
1. Melakukan penimbangan bahan dan mencatat hasil penimbangan sesuai
2. Penimbangan bahan dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.03/ERT
II.4. Pencampuran
1. Melakukan proses pencampuran bahan yang telah ditimbang dan hasilnya dicatat
2. Pencampuran bahan dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai1k no. 04/ERT
II.5. Pelarutan
II.6. Pengisian
II.7. Pengemasan
1. Menyiapkan produk untuk dikemas dan mencatat kondisi pengemasan
II.8. Evaluasi sediaan
II.9 Penyerahan produk jadi
1. Menyiapkan produk jadi untuk diserahkan dan produk
2. Siap untuk dipasarkan

3.10 Evaluasi
1. Potensi/kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll
2. pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat dengan wadah
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 oC). Suhu tinggi menyebabkan penguraian
4. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 3-5 tahun. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan mikroorganisme.
5. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan
6. Toksisitas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan
7. Evaluasi wadah

Namun pada praktikum kali ini uji evaluasi yang hanya dilakukan adalah :
1. Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni bening.
2. Evaluasi Larutan
Homogenitas : zat aktif terlarut secara homegen dengan pelarutnya.
Bebas Partikel Melayang : Tidak terdapat partikel yang melayang dalam sediaan tetes mata.


3.11 Etiket












BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini telah dibuat sediaan tetes mata dengan zat aktif kloramfenikol. Kloramfenikol berfungsi sebagai antibiotik yang dapat membunuh berbagai bakteri yang kebanyakan berasal dari jenis anaerob.Tetes mata pada umumnya mengandung zat aktif yang dapat larut dalam air, tetapi kloramfenikol mempunyai sifat kelarutan yang sangat sukar larut dalam air (1 : 400 bagian air). Kelarutan kloramfenikol ini merupakan masalah penting dalam proses pembuatan tetes mata kloramfenikol. Oleh karena itu basis atau pelarut yang digunakan harus dapat membantu kelarutan kloramfenikol dalam air. Kloramfenikol dapat larut dengan baik pada suasana asam, maka basis yang digunakan berupa asam. Asam yang digunakan sebagai basis adalah acidum boricum (asam borat) yang dibantu keefektifannya oleh natrii tetraborat. Selain itu natrii tetraborat berperan sebagai buffering agent (zat penyangga) yang dapat menjaga pH sediaan. Karena pH dalam sediaan tetes mata adalah salah satu yang penting untuk selalu diperhatikan karena pH yang terlalu asam dapat mengiritasi mata. Menurut Trolle dan Lassen pH sediaan tetes mata dalam rentang 7,3 – 9,7. Maka penambahan buffering agent ini sangatlah penting.
Selain itu pada sediaan ini menggunakan pengawet phenylhydragyri nitrat. Penggunaan pengawet juga sama pentingnya dengan penggunaan buffering agent karena pemakaiannya secara berulang. Syarat – syarat yang harus diperhatikan dalam pemilihan buffering agent adalah bahwa buffering agent yang digunakan bersifat bateriostatik, khususnya terhadap bakteri pseudomonas dan aeruginosa yang banyak terdapat pada lingkungan. Selain itu buffering agent yang dipilih tidak mengiritasi jaringan okuler artinya tidak mengiritasi kornea atau konjugtiva pada pemakaian berulang dan tidak meyebabkan rusaknya epitel dan yang paling penting adalah tersatukan dengan zat aktif yang digunakan. Oleh karena itu bahan pengawet yang dipilih adalah phenylhydragyri yang dapat tersatukan dengan kloramfenikol.
Formulasi yang digunakan mengikuti fornas dimana tonisitasnya adalah hipertonis. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan tonisitas dengan cara penurunan titik beku, jumlah nilai konsentrasi zat dikali dengan nilai penurunan titik beku lebih besar dibandingkan dengan jumlah nilai penurunan titik beku saja, yaitu sebesar 0,2. Hal ini menandakan bahwa jumlah konsentrasi zat untuk membuat keadaan isotonis sudah lewat sebesar 0,2. Nilai ini tidaklah terlalu besar maka formulasi ini dapat digunakan. Karena larutan dalam keadaan hipertonis maka tidak diperlukan penambahan NaCl.
Prosedur kerja yang dilakukan hampir sama dengan pembuatan sediaan – sediaan steril lainnya, yaitu menimbang bahan – bahan yang akan digunakan. Setelah menimbang, bahan – bahan segera dilarutkan. Setelah itu campurkan asam borat dengan natrium borat yang akan digunakan sebagai basis. Secara perlahan – lahan ditambahkan kloramfenikol ke dalam basis dan diaduk. Ternyata kelarutan kloramfenikol tidaklah semopurna karena masih terdapat partikel – partikel melayang pada larutan basis. Tetapi partikel ini jauh lebih sedikit dibandingkan jika kloramfenikol hanya dilarutkan dengan air. Setelah itu masukkan perlahan – lahan phenylhydragyri yang telah dilarutkan ke dalam air. Pada kelompok kami pencampuran ini tidak membuat larutan menjadi keruh atau berbusa, tetapi pada kelompok yang lain pencampuran ini menyebabkan larutan menjadi keruh berwarna putih dan sedikit berbusa. Hal ini mungkin disebabkan oleh cara pencampuran yang tidak benar atau ketika mengambil dan menimbang bahan – bahan terjadi kontaminan. Karena jika prosedurnya benar dan tidak terjadi kontaminasi maka hal ini tidak akan terjadi karena phenylhydraguri dapat tersatukan dengan kloramfenikol.
Evaluasi yang dilakukan pada saat setelah praktikum dan setelah satu minggu dari pembuatan sediaan. Evaluasi setelah praktikum hanya mengukur pH menggunakan kertas indikator, hasil yang di dapat 5,5. PH ini sesuai dengan yang diharapakan yaitu 5,4 samapai 9 maka sediaan yang dihasilkan dapat dikatakan baik. Warna yang dihasilkan jernih dengan sedikit partikel yang melayang, tidak begitu keruh dan tidak berbau.Setelah satu minggu, sediaan dievaluasi lagi yaitu warna yang dihasilkan tetap seperti warna pada saat setelah praktikum yaitu jernih, tidak begitu keruh dan tidak berbau. Sedangkan wadah sediaan masih seperti semula (dalam keadaan baik).








BAB V
KESIMPULAN

1. Kloramfenikol mempunyai kelarutan yang sangat sukar larut dalam air, maka ditambahkan asam borat yang dibantu dengan natrii tetraborat sebagai pembentuk suasana asam. Karena kelarutan kloramfenikol dalam suasana asam dapat bertambah.
2. Natrium tetreborat selain membantu asam borat juga mempunyai manfaat sebagai buffering agent yang dapat mempertahankan pH. Sehingga pH yang didapat tidak terlalu asam yaitu 5,5 yang merupakan pH yang baik untuk mata.
3. Phenylhydragyri merupakan pengawet, penambahan pengawet pada sediaan ini untuk mencegah berkembangnya mikroba yang masuk karena pemakaian berulang.
4. Untuk menghasilkan sediaan yang tidak keruh maka dibuat terlebih dahulu basis untuk membantu melarutkan kloramfenikol, yaitu campuran antara larutan natrium tetraborat dengan asam boarat.


DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Sulistiawati, Farida M.Si, Apt. dan Suryani, Nelly M.Si, Apt. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta.
The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan, Drs, dkk. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.

ETIKET
NETTO 10ml


Komposisi
Tiap 10 ml mengandung
Chloramphenicolum 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 mg
Aqua destilata hingga 10 ml

No. Reg : DKL 07081178837A1 PT.cahaya farma
No. Batch : FB 003
Exp. Date : November 2011
Harus Dengan Resep Dokter

Tidak ada komentar: