Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Vit.B12 Laporan 1

LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN STERIL
8 APRIL 2010
PEMBUATAN SEDIAAN INJEKSI VOLUME KECIL DENGAN PEMBAWA AIR
CYANOCOBALAMIN (VITAMIN B 12)





DOSEN PEMBIMBING:
FARIDA SULISTIAWATI, M. Si, Apt.


LABORATORIUM SEDIAAN STERIL
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010



KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan berkah dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan jurnal Praktikum Teknologi sediaan steril ini. Adapun tujuan dari pembuatan jurnal Praktikum Teknologi sediaan steril yang berjudulkan Pembuatan Injeksi Vitamin B 12 (Cyanocobalamin) ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Praktikum Teknologi sediaan steril pada semester enam ini.
Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bimbingan Dosen Mata Kuliah Praktikum Teknologi sediaan steril, orang tua kami atas dukungannya, beserta pihak-pihak lain yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu atas terselesainya makalah ini.
Seperti kata pepetah, ‘Tak Ada Gading yang Tak Retak’, begitu pula halnya dengan makalah ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca tetap kami tunggu untuk penyempurnaan pembuatan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.







Jakarta, April 2008

Penyusun,


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab. I PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Injeksi 1
A. Macam-macam cara penyuntikan 1
B. Komponen Obat Suntik 2
C. Cara-cara Sterilisasi Menurut FI III 2
D. Pemeriksaan 3
Bab. II PRAFORMULASI
A. Tinjauan Pustaka Zat Aktif dan Zat Tambahan 6
B. Rancangan Praformulasi 10
C. Rekomendasi Pemecahan Masalah 11
Bab.III FORMULASI INJEKSI
A. Usul penyempurnaan sediaan 13
B. Alat dan Cara Sterilisasinya 15
C. Formula akhir
D. Perhitungan
E. Langkah Pembuatan
F. Etiket 16
Bab.IV PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Kebocoran 17
B. Pemeriksaan Sterilisitas 17
C. Pemeriksaan Pirogen 17
D. Pemeriksaan Kejernihan dan Warna 17
Bab. V PEMBAHASAN
Bab. VI KESIMPULAN
Daftar Pustaka 28
Lampiran 29































BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Sediaan Parenteral
Sediaan adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.
Ada keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parental diantaranya :
• Keuntungan :
1. Obat memiliki onset yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna.
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan .
5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
• Kelemahan :
1. Rasa nyeri saat disuntikkan.
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki , teruama setelah pemberian secara intra vena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat praktik dokter oleh tenaga medis yang kompeten.
Persyaratan sediaan parenteral adalah sebagai berikut :
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yabg ada didalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril , tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahn obat dengan material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman.
5. Bebas Pirogen.
6. Isotonis.
7. Isohidris.
8. Bebas partikel melayang.

Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu :
- Sediaan Parenteral Volume Kecil
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam wadah di bawah 100 ml.
Kategori SPVK :
1. Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik dalam larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau sebagai serbuk steril.
2. Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid, ekstrak biologi.
3. Zat pendiagnosa seperti media kontras sinar x.
4. Produk radiofarmasi untuk deteksi dan diagnosis.
5. Produk gigi seperti anestetik lokal.
6. Produk bioteknologi.
7. Produk liposom dan lipid.
- Sediaan Parenteral Volume Besar
Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia
Tujuan Penggunaan
1. Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan .
2. karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus cepat diganti.
3. Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien berulangkali.
4. Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat dalam darah.
5. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral ..
6. Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal.
Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen karena :
1. Sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v).
2. Sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan penguras).
3. Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi).
4. Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal) .

I.2 Hubungan Antara Osmolarita dan Tonisitas
Osmolarita (Mosmole/ltr) Tonisitas
> 350
329 – 350
270 – 328
250 – 269
0 – 249 Hipertonis
Sedikit hipertonis
Isotonis
Sedikit hipotonis
Hipotonis

I.3 Faktor Fisiko Kimia
• Kelarutan
Umumnya obat untuk membuat sediaan parenteral volume besar mudah larut sehingga kelarutan jarang menjadi hambatan. Kelarutan penting diperhatikan bila sediaan dipakai sebagai pembawa obat lain atau terjadinya kristal dari beberapa zat seperti manitol (13 g dlm 100 ml pada suhu 14 0C).
• pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada darah, kestabilan obat dan berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik dan tutup karet. pH darah normal : 7,35 – 7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume basar mempunyai pH diluar batas tsb dapat menyebabkan masalah. pada tubuh.
• Pembawa
Umumnya digunakan pembawa air. Bila berupa emulsi, partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 μm.
• Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat. Contoh vitamin harus disimpan dalam wadah terlindung cahaya.
• Faktor Kemasan
Bahan pembuat wadah sangat berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume basar seperti gelas, plastik dan tutup karet.

I.4 Pengertian Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Defenisi sediaan steril untuk penggunaan parentral pada umumnya tidak berlaku untuk sediaan biologi, karena sifat khusus dan persyaratan dan perizinan.
Dalam FI IV, sediaan steril untuk kegunaan parentral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu:
1. Obat atau larut atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi…
Dalam FI III disebut berupa larutan.
Misalnya: Inj. Vit.C, pelarut aqua pro injeksi
Inj. Camphor oil, pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya sol. Petit atau propilen glikol dan air.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai dan memenuhi persyaratn injeksi, ditandai dengan nama bentuknya …Steril
Dalam FI III disebut berupa zat padat kering yang jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi, misalnya: Inj. Dihidrostreptomisin Sulfat steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satuatau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya …untuk injeksi.
Dalam FI III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril, misalnya: Inj. Penicilline Oil untuk injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama Suspensi…Steril
Dalam FI III disebut suspensi steril (zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril),
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama …Steril untuk Suspensi.
Dalam FI III disebut berupa zat padat kering yang jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi steril, misalnya: Inj. Prokain Penicillin G steril untuk suspensi.

I.5 Macam-macam Cara Penyuntikan
1. Injeksi intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis. Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 mL, berupa larutan atau suspensi dalam air.
2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 mL. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorbsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tersebut tidak dapat menerima infusintravena. Cara ini disebut Hipodermoklisa.
3. Injeksi intramuscular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserp lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antara 4-20 mL, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena(i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau berlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume antara 1-10 mL. Injeksi intravena yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 mL disebut infuse intravena/infuse/in.fundabilia. Infu harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 mL atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi i.v dengan volume 10 mL atau lebih harus bebas pirogen.
5. Injeksi intraarterium (i.a)
Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume antara 1-10 mL, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke otot jantung atau ventrikel, tidak boleh megandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
8. Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang di dasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan srebrospinal. Larutan harus isotonis karena sirkulsi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.
9. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspensi atau larutan dalam air.
10. Injeksi subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau larutan, tidak lebih dari 1 mL.
11. Injeksi intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air.
12. Injeksi intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat; namun bahaya infeksi besar.
13. Injeksi peridural (p.d), ekstradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang

I.6 Susunan Isi (Komponen) Obat Suntik
1. Bahan Obat/zat berkhasiat
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum: p.i (pro injeksi).
c. Obat yang beretiket p.a (pro analisis), walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.
2. Zat pembawa/zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air-untuk-injeksi. Selain itu, dapat juga digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, NaCl composites pro injeksi, dan sol. Petit. Menurut FI IV, zat pembawa yang mengandung air, atau menggunakan air untuk injeksi, harus memenuhi syarat uji pirogen dan uji endotoksin bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonisitas. Kecuali dinyatakan lain, injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan sebagai pengganti air-untuk-injeksi.
Air untuk injeksi (aqua pro injeksi) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambilmencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, kemudian didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A segera setelah diwadahkan.
b. Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
Pembawa tidak berair diperlukan, jika:
- Bahan obatnya sukar larut dala air
- Bahan obatnya tidak stabil atau terurai dalam air
- Diketahui efek depo terapi
Syarat-syarat minyak untuk injeksi, adalah:
- Harus jernih pada suhu 100 C
- Tidak berbau asing/tengik
- Bilangan asam 0,2-0,9
- Bilangan iodium 79-128
- Bilangan penyabunan 185-200
- Harus bebas minyak mineral
- Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih di atas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik.
Obat suntik dengan pembawa minyak tidak boleh disuntikkan secara intravena, hanya boleh secara intramuscular.
Menurut FI IV, zat pembawa lain, minyak lemak sebagai zat pembawa untuk injeksi-bukan-air berasal dri tanaman; tidak berbau atau hampir tidak berbau, tidak memiliki bau atau rasa tengik. Memenuhi syarat uji Parafin Padat seperti padaminyak mineral, tangas pendingin dipertahankan pada suhu 100 C, bilangan penyabunan antara 185 dan 200. Bilangan Iodium antara 79 dan 128 seperti yang tertera pada lemak dan minyak lemak.
3. Bahan pembantu/zat tambahan.
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Untuk mendapatkan pH yang optimal
b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c. Untuk mendapatkan larutan isoioni
d. Sebagai zat bakterisida
e. Sebagai pemati rasa setempat (anastetik local)
f. Sebagai stabilisator
Menurut FI IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan keefektifan harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan dan tidak mempergaruhi efek terapeutik atau respon pada uji penetapan kadar. Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna jika hanya untuk mewrnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 mL. Kecuali dinyatakan lain, berlaku sebgaai berikut.
- Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik tidak lebih dari 0,01%
- Golongan klorbutanol, kreosol, dan fenol tidak lebih dari 0,5%
- Belerang dioksida atau dalam jumlah setara dengan kalium atau natrium sulfit, bisulfit, atau metabisulfit, tidak lebih dari 0,2%

I.7 Cara-cara Sterilisasi Menurut FI III
1. Cara A (pemanasan secara basah; autoklaf pada suhu 1150-1160 C selama 30 menit dengan uap air panas)
2. Cara B (dengan penambahan bakterisida)
3. Cara C (dengan penyaringan bakteri steril)
4. Cara D (pemanasan secara kering; oven pada suhu 1500 C selama 1 jam dengan udara panas)
5. Cara aseptic (mencegahdan menghindarkan lingkungan dari cemaran bakteri seminimal mungkin)

I.6 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan kebocoran
a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan
- Ampul: disterilakan dalam posisi terbalik dengan ujung yang dibebur berada di bawah. Wadah yang bocor isinya akn kosong/habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi
- Vial: setela dsterilkan, masih dalam keadaan panas, msukkan ke dalam larutan dingin metilen biru, kerna larutan metilen biru kan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptic/injeksi berwarna, diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Pada wadah yang bocor, isi akan tersiap keluar.
2. Pemeriksaan sterilitas
Dilakukan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang hidup dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan teknikaseptis yang cocok. Sebelum dilakukan uji sterilits, untuk zat-zat:
a. Pengawet: larutan diencerkan dahulu sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
b. Antibiotik: daya bakterisidnya dinonaktifkan dulu, misalnya pada penisilin ditambahakan enzim penisilinase
Menurut FI III, pemeriksaan dilakukan sebagai berikut.
a. Dibuat pemebenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
- Pembenihan tioglikolat untuk bakteri aerob; sebagai pembanding digunakan Bacillus subtilise atau Sarcina lutea
- Pembenihan tioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut, dengan cara memanaskan pada suhu 1000 C selama waktu yang diperlukan untuk bakteri anaerob; sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgates atau Clostridium sporogenus
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk dipakai perbenihan asam amino; sebagai pembanding digunkan Candida albicans,
Penafsiran hasil:
Zat uji dinyatakan pada suhu 300-320 C selama tidak kurang dari 7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan pirogen
Dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disuntik dengan sediaan uji pirogenitas secara intravena. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 (untuk rincian lihat di FI II)
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna
Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping. Kotoran berwarna akan terlihat pada latar belakang hitam.
5. Pemeriksaan Keragaman bobot
Syarat keseragaman bobot:
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 mg 10,0
Antara 120 mg dan 300 mg 7,5
300 mg atau lebih 5,0
6. Pemeriksaan keseragaman volume
Untuk injeksi dlam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini
Volume pada etiket Volume tambahan yang diajurkan
Cairan encer Cairan kental
0,5 mL 0,10 mL (20%) 0,12 mL (24%)
1,0 mL 0,10 mL (10%) 0,15 mL (15%)
2,1 mL 0,15 mL (7,5%) 0,25 mL (12,5%)
5,0 mL 0,30 mL (6%) 0,50mL (10%)
10,0 mL 0,50 mL (5%) 0,70 mL (7%)
20,0 mL 0,60 mL (3%) 0,90 mL (4,5%)
30,0 mL 0,80 mL (2,6%) 1,2 mL (4%)
50,0 mL 2 mL (4%) 3,00 mL (6%)


















BAB II
PRAFORMULASI

II.1 Monografi zat aktif dan zat tambahan
1. Zat Aktif : VITAMIN B12
a. Sifat Kimia
Nama Lain : Cyanocobalamin
Nama kimia : α-(5,6-dimetilbenzimidaz α-2-ll)-kobamida sianida
Rumus Molekul : C63H88CoN14O14P
Rumus bangun :







Berat Molekul : 1355,35
Kemurniaan : mengandung tidak kurang dari 96,0%, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
pH : 4,5 – 7,0

b. Sifat Fisika
• Organoleptis
Bentuk : Hablur atau serbuk hablur
Warna : Merah tua
Bau : Tidak berbau
• Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%); tidak larut dalam kloroform; dalam eter dan dalam aseton
• Melting Point :
• Stabilitas : Bentuk anhidrat sangat higroskopik, jika terpapar pada udara, menyerap air lebih kurang 12 %. Stabil pada larutan netral tetapi dalam larutan basa dan asam kuat akan terdekomposisi secara perlahan.
• OTT
- Kimia
Zat yang dapat menyebabkan oksidasi dan reduksi, garam-garam serta logam berat.
- Fisika
(membentuk endapan/ tidak jernih) bila cyanocobalamin 10 µg + warfarin sodium 10 mg dalam 100 mL dextrose injeksi.
Tidak jernih bila dicampur dengan asam askorbat, dextrosa, phytomenodione (dextrose injeksi) warfarin sodium.

c. Sterilisasi
Sterilisasi panas uap dengan autoklaf.
d. Sifat Farmakologi
• Indikasi
Anemia perisiosa, penderita penyakit berat yang disertai kerusakan neurologi yang menyolok, penyakit hati yang berat atau komplikasi bentuk lain.
• Defisiensi
Defisiensi sianokobalamin yang bisa disebabkan oleh gangguan fungsi atau struktur pada ileum, penyakit pancreas, dan infeksi penyakit pada usus.
• Kontra indikasi
Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik pada wanita hamil.
• Efek Samping
Reaksi alergi cobalt yang menyebabkan eczema & exantem.
e. Farmakokinetik
• Absorpsi
Diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK. Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM.
• Metabolisma dan Ekskresi
Bila kapasitas ikatan protein dari hati, jaringan, dan darah telah jenuh, vitamin B12 bebas akan dikeluarkan bersama urin sehingga tidak ada gunanya memberikan vitamin B12 dalam jumlah yang terlalu besar. Vitamin B12 dapat menembus sawar uri dan masuk ke dalam sirkulasi bayi.
f. Dosis
Menurut farmakope Indonesia III :
a. DL dewasa 1xp = 1 mg secara IM
Catatan : Diberikan seminggu 3 kali, kalau terlihat perbaikan pada gambar darah diberikan 1 mg sebulan sekali. Pada kehamilan dan laktasi, keperluannya meningkat masing-masing 3 dan 3,5 µg.
b. DL untuk anak-anak dan bayi secara IM
Indikasi: anemia pernisiosa juvenilis
Dosis awal: 15 mg
Dosis pemeliharaan: 15 mg
Catatan: diberikan tiap 2 hari, selama 2-3 minggu berturut-turut.
Diberikan tiap 2-3 minggu sesuai keperluan hematologic
Menurut mrtindale:
a. DL anak 1xp < 1 tahun = 0,3 µg
b. DL anak 1xp 1-3 tahun = 0,9 µg
c. DL anak 1xp 4-9 tahun = 1,5 µg
d. DL anak 1xp > 10 tahun = 2 µg
e. DL wanita hamil = 3 µg
f. DL wanita menyusui = 2,5 µg

g. Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tak tembus cahaya, dosis tunggal atau dosis ganda, sebaiknya dari kaca tipe 1.

2. Zat Tambahan: API
Sinonim : Aqua pro injeksi
Bentuk : Larutan
Warna : Jernih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Tidak berasa
Khasiat : sebagai pelarut dalam injeksi
3. Dapar
- Na Asetat
a. Sinonim : Sodium asetat
b. Pemerian :
c. Kelarutan :
d.
- Asam asetat
a. Sinonim :
b. Pemerian :
c. Kelarutan :
4. Pengisotonis: Natrium klorida
a. Sinonim: Natrium kloridum
b. Pemerian: Hablur heksahedral, tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau rasa asin.
c. Kelarutan: Larut dalam 2,8 bagian air, 2,7 air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol, sukar larut dalam etanol
d. Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik.

5. Usul dan penyempurnaan sediaan
No. Permasalahan Solusi Alternatif pemecahan masalah Keputusan Keterangan
1. Zat aktif tidak stabl karena cahaya Disimpan dalam wadah berwarna gelap a.Botol berwarna gelap
b.Botol berwarna terang Botol berwarna gelap
2. Untuk pembuatan injeksi harus dipenuhi persyaratan sterilisasi Dipilih teknik sterilisasi sesuai dengan sifat zat aktif a.sterilisasi panas
b.aseptis Sterilisasi panas uap Dengan autoklaf
3. Stabilitas zat aktif berada pada rentang 4,5 – 7 Diberikan dapar/ pengatur pH yang cocok a.dapar pospat
b.asam asetat Asam asetat
4. Rute pemberian obat secara IM sehingga sedapat mungkin sediaan isotonis (sebaiknya isotonis) Ditambahkan zat pengisotonis a.NaCl
b.Dextrose NaCl
5. Sediaan dapat mengalami pergeseran pH Perlu penambahan dapar Dapar Asetat Dapar Asetat
6. Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam Diberi penandaan golongan obat yang sesuai.
Merah
merah
Biru
Hijau
Merah





























BAB III
FORMULASI

III.1 Formulasi
R/ Vitamin B12 1 mg
NaCl 6,3 mg
Dapar Asetat
- Na asetat 0,116 mg
- Asam asetat 2,82
API ad 1 ml

III.2 Perhitungan
• Volume yang akan dibuat
Akan dibuat sediaan injeksi Intra muskular sebanyak 2 buah ampul
Rumus :
Volume yang dibuat = (n + 2) V’ + (2 x 3)
Volume yang dibuat = (n + 2)V’ + (2 x 3)
= (2 + 2)1,1 + 6
= 10,4 ~ 25 ml

• Bahan yang akan digunakan
Vitamin B6 = 1 x 25 = 25 mg
Dapar asetat
- Na asetat = 0,116 x 25 = 2,9 mg
- Asam asetat = 2,82 x 25 = 0,0705 mg
NaCl = 6,13 x 25 = 153,25 mg ?????????
API ad 25 ml

III.3 Metoda Pembuatan
Pembuatan Injeksi Vitamin B12 dilakukan dengan cara sterilisasi akhir di dalam autoklaf.
Alat dan Bahan
No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1 Kaca arloji 2 Oven 170oC, 30 menit
2 Gelas ukur 1 Autoklaf 121oC, 30 menit
3 Erlenmeyer 2 Autoklaf 121oC, 30 menit
4 Beaker glass 3 Autoklaf 121oC, 30 menit
5 Batang pengaduk 1 Oven 170oC, 30 menit
6 Pinset 2 Oven 170oC, 30 menit
7 Spatula 1 Oven 170oC, 30 menit
8 Pipet 2 Oven 170oC, 30 menit
9 Corong 1 Oven 170oC, 30 menit
10 Spuit 1 Direbus
11 Cawan 1 Oven 170oC, 30 menit
12 Kertas saring 1 Autoklaf 121oC, 30 menit

Bahan :
• Vitamin B6
• API (Aquadest Pro Injection)

Prosedur kerja
1. Menyiapkan alat-alat.
2. Menimbang bahan-bahan.
3. Mengambil API sebanyak 25 ml ( 10 ml untuk pembilasan, 15 ml untuk melarutkan) ke dalam beaker glass.
4. Membuat dapar asetat, dengan cara melarutkan Na asetat ke dalam asam asetat di dalam beaker glass.
5. Melarukan vitamin B12 dalam beaker glass.
6. Mengukur pH larutan vitamin B12.
7. Mencampurkan dapar asetat ke dalam larutan vitaminB 12.
8. Mengukur pH, jika pH belum sesuai maka larutan di adjust sampai yang diinginkan (5-5,5).M1
9. Menambahkan NaCl ke dalam M1.
10. Menguji pH.
11. Membasahkan kertas saring dalam corong dengan sedikit API.
12. Menyaring larutan melalui corong yang sudah dilapisi dengan kertas saring yang telah dibasahi.
13. Membilas beker glass yang digunakan untuk melarutkan vitamin B6 dengan sisa AP, kemudian menampungnya dan menyaringngnya ke dalam wadah yang berisi filtrat larutan sebelumnya.
14. Mengisikan larutan obat ke dalam Ampul berwarna gelap sebanyak 1 ml dengan menggunakan spuit.
15. Menutup Ampul dengan panas api dari bunsen gas.
16. Mensterilkan sediaan dalam Autoklaf pada suhu 121O C selama 15 menit.


















BAB IV
EVALUASI SEDIAAN

IV.1 Pemeriksaan Kebocoran
Pemeriksaan ampul disterilkan dlaam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur berada di bawah. Jika wadah bocor isinya akan kosong atau berkurang setelah selesaimelakukan sterilisasi akhir. Dalam praktikum ini ampul tidak ditutup karena bunsen rusak dilakukan sehingga pemeriksaan kebocoran tidak dilakukan.

IV.2 Pemeriksaan Sterilitas
Pemeriksaan jenis ini adalah dengan melakukan pembenihan, jenis pembenihannya tergantung sediaan. Oleh karena cyanocobalamin hanya dapat bertahan selama 24 jam dalam sediaan asam pH 4,5 maka injeksi cyanocobalamin ini tidak perlu diperiksa sterilitasnya ditambah lagi injeksi cyanocobalamin ini disterilisasi akhir.
Adapun injeksi cianocobalamin di pasar dibuat dalam bentuk serbuk yang saat digunakan baru dicampur dengan aqua pro injeksi, sehingga kemungkinan diinfeksi jamur dan bakteri, kemungkinannya kecil sekali.

IV.3 Pemeriksaan Pirogen
Pemeriksaan ini menggunakan kelinci sebagai alat uji, peningkatan suhu tubuh kelinci mengidentifikasikan tingkat terdapatnya pirigen dalam sediaan. Pada praktikum ini tidak dilakukan seperti yang seharusnya sebab keterbatasan waktu dan fasilitas. Namun, kemungkinan-kemungkinan untuk pencegahan terjadinya pirogen dan cara menghilangkan pirogen dilakukan, sebagai berikut:
Menghilangkan pirogen:
1. Untuk alat seperti jarum suntik dipanaskan pada suhu 2500 C selama 30 menit
2. Untuk aqua pro injeksi bebas pirogen, dilakukan oksidasi dengan cara dididihkan dengan larutan H2O2 1% selama 1 jam
Mencegah terjadinya pirogen:
1. Air suling segar digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi sesegera mungkin digunakan setelah disuling
2. Pada waktu disuling tidak boleh ada air yang memercik
3. Alat penampung dan cara menampung diusahakan seaseptis mungkin
4. Dihindari air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dan udara
5. Berusaha menghindari wadah larutan injeksi terhindar dari kontaminasi, berlaku pula untuk bahan-bahan seperti glukosa, Natrium klorida dan natrium sitrat

IV.4 Pemeriksaan Kejernihan dan Warna
Dilihat dengan menggunakan latar belakang hitam untuk melihat kotoran tidak berwarna dan latar belakang putih untuk melihat kotoran yang berwarna.Namun kelompok kami melakukan uji ini di ruang terbuka saat penutupan ampul, hasilnya tidak terdapat kotoran dan larutan injeksi cianocobalamin yang dibuat terlihat jernih berwarna kemerahan (warna zat aktif-cianocobalamin).






















BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan injeksi cyanokobalamin dengan pelarut air. Zat pembawa berair harus memenuhi syarat Uji Pirogenitas. Air untuk injeksi atau Aqua pro Injectione dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok, dan segera digunakan.
Cyanocobalamin merupakan hablur atau amorf berwarna merah tua atau serbuk hablur merah dengan kelarutan agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%), tidak larut dalam kloroform dalam eter dan aseton. Cyanocobalamin berkhasiat sebagai vitamin. Kestabilan dari cyanocobalamin yaitu dalam bentuk anhidrat sebagai higroskopik. Jika terpapar pada udara, menyerap air lebih kurang 12%, stabil pada larutan netral tetapi dalam larutan asam dan basa kuat akan terdekomposisi secara perlahan. Cyanocobalamin ott dengan bahan pengoksidasi, pereduksi (oksidator/reduktor) dan garam-garam dari logam berat. Cyanocobalamin menurut FI IV mempunyai pH 4,5-7.
Pembawa yang kami gunakan adalah larutan sejati pembawa air, karena zat aktif vitamin B12 cukup larut dalam air selain itu air merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh. Pembuatan sediaan injeksi vitamin B12 ini dibuat steril karena sediaan ini berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lainnyayang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau gastro intestinal yang dapat berfungsi sebagai penawar atau penetralisir racun. Dengan kondisi steril diharapkan dapat menghindari adanya infeksi pada saat pemberian obat.
Pada proses pembuatan injeksi cyanocobalamin kami menggunakan metode sterilisasi akhir. Sterilisasi akhir merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuataan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu Sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.Alat-alat yang kami gunakan antara lain kaca arloji, batang pengaduk, pinset, spatula, pipet, corong. Alat-alat tersebut cara sterilisasinya yaitu dengan menggunakan oven dengan suhu 170oC selama 30 menit. Selain itu juga menggunakan alat gelas ukur, erlenmeyer, beaker glass, kertas saring disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit. Serta spuit yang disterilisasi dengan cara direbus pada suhu 100oC.
Pada awal pembuatannya, kami membuat aqua pro injection dengan cara merebus aquades selama 30 menit yaitu dari pukul 12.40 WIB smapai 13.20 WIB. Setelah itu kami menyipakan alat-alat yang akan digunakan. Lalu kami menimbang bahan-bahan yang akan digunakan antara lain Na asetat 0,0029 gr; cyanocobalamin0,025 gr; NaCl 0,0063 serta mengambil 0,07 ml asam asetat, penimbangan dilakukan dengan menggunakan kaca arloji atau cawan yang dipegang menggunakan pinset. Kami menggunakan dapar asetat pada formulasi injeksi cyanocobalamin agar menstabilkan pH sediaan kami. Kami memilih dapar asetat karena rentang pH dapar asetat sesuai dengan rentang pH stabil cyanocobalamin. Setelah semua bahan ditimbang kami mengambil API sebanyak 25 ml dimana 10 ml API akan digunakan untuk pembilasan dan 15 ml API untuk melarutkan zat aktif. Setelah itu kami menyiapkan dapar asetat, pada pembuatan dapar asetat pertama-tama kami melarutkan 0,0029 gr Na asetat dalam 0,07 ml asam asetat. Dalam wadah yang berbeda kami melarutkan 0,025 gr cyanocobalamin dalam 3 ml API. Lalu cek pH pada larutan zat aktif, kami mendapatkan pH 5,5. Setelah itu kami mencampurkan larutan cyanocobalamin dengan larutan dapar, kemudian menambahkan garam NaCl pada larutan tersebut. Setelah itu larutan disaring dengan menggunakan kertas saring.
Berdasarkan literature, Fornas hal 88-89, sediaan injeksi vitamin B12 yang kami buat sebanyak 1 mg/ml. Sediaan dibuat sebanyak 20 ml untuk 2 ampul, dengan volume satu ampul adalah 1 ml. Menurut aturan resmi, ampul yang berisi volume 1 ml, perlu ditambahkan volume berlebih sebanyak 0,1 ml, sehingga volume total sediaan pada ampul menjadi 1.1 ml untuk mencegah zat yang tinggal dalam ampul atau jarum suntik.. Sehingga saat pemberian kepada pasien, jumlah obat yang diinjeksikan tetap 2 ml.
Pemberian secara perenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Rute pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata terhadap formulasi yang dibuat. Rute pemberian untuk vitamin B12 adalah intramuskular. Hal ini dikarenakan bahwa apabila diberikan secara intravena (iv), akan menimbulkan reaksi syok anafilaksis.
Untuk stabilitas zat aktif, maka sediaan vitamin B12 dapat dibuat dalam sediaan parenteral volume kecil (SPVK) yang harus bebas dari mikroba dan diusahakan bebas pirogen.
Pada umumnya, pendapar digunakan untuk menjaga stabilitas pH yang diisyaratkan untuk sediaan. Namun, pada injeksi vitamin B12 ini tidak diberikan pendapar karena pH sediaan yang dibuat sudah dalam rentang pH sediaan injeksi cyanocobalamine, yaitu 4,0 – 7.
Proses sterilisasi sangat dibutuhkan untuk mendapatkan keadaan yang steril, bebas dari mikroorganisme. Hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan cara sterilitas salah satunya adalah stabilitas zat aktif. Sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, dan struktur bahan obat tidak boleh mengalami perubahan setelah proses sterilisasi. Proses sterilisasi yang kami lakukan adalah sterilisasi secara akhir dimana sediaan di sterilkan setelah sediaan sudah jadi. Hal ini dikarenakan vitamin B12 merupakan zat yang tahan terhadap pemanasan.
Vitamin B12 mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap cahaya, maka pemilihan wadah yaitu wadah yang berwarna gelap. Tetapi pada kenyataannya, vitamin B12 OTT dengan garam dari logam berat yang terdapat pada ampul yang berwarna gelap. Jadi kami menggunakan ampul berwarna bening.
Sediaan injeksi yang kami buat berwarna merah tua, seperti warna asli dari serbuk vitamin B12 itu sendiri. Sediaan yang kami buat, berdasarkan kasat mata tidak terdapat pengotor atau partikel yang melayang dan sediaannya cukup jernih. Setelah sediaan injeksi dimasukkan kedalam ampul, ampul ditutup dengan menggunakan api tetapi pada prakteknya penutupan ampul tidak dilakukan karena terdapat kendala pada api bunsen yang tidak dapat digunakan. Selain itu kami juga tidak melakukan evaluasi dari sediaan yang kami buat. Evaluasi yang seharusnya dilakukan antara lain pemeriksaan kebocoran, pemeriksaan sterilitas, pemeriksaan pirogenitas, pemeriksaan kejernihan dan warna, pemeriksaan keseragaman bobot dan keseragaman volume. Pemeriksaan kebocoran tidak dilakukan karena ampul ditutup hanya menggunakan alumunium foil.
Penandaan obat sediaan injeksi vitamin B12 yang digunakan adalah label obat keras, karena pada umumnya pemberian sediaan injeksi perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis dan harus dengan resep dokter untuk menghindari penyalahgunaan sediaan.









BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
• Pelarut yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi vitamin B12 adalah API (Aqua Pro Injeksi) karena zat aktif cukup arut dalam air.
• Sediaan injeksi Vitamin B12 diberikan secara Im (Intra Muscular).
• Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir dengan menggunakan Autoklaf karena sediaan tahan terhadap pemanasan.
V.2 Saran
Kami harus lebih teliti lagi dalam menimbang, mencampurkan dan melarutkan bahan-bahan. Dan kami harus memperhatikan dalm menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.




















DAFTAR PUSTAKA

Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition. London: The Pharmaceutical Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta: Badan Pengaeas Obat dan Makanan.
ISFI. 2006. ISO Indonesia, volume IV. Jakarta: PT. Anem Kosong Anem (AKA).
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta. D Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.
Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hardjasaputra, S. L. Purwanto, Dr. dkk. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI), edisi 10. Jakarta: Grafidian medi press.

Tidak ada komentar: