Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Senin, 12 Juli 2010

OTM Kloramfenikol laporan 1

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
Sediaan yang ditujukan untuk mengobati penyakit mata telah ditemukan sejak dahulu. Istilah “collyria” diberikan oleh bangsa Yunani dan Romawi terhadap bahan-bahan yang dapat larut dalam air, susu atau putih telur yang dapat digunakan sebagai tetes mata. Pada abad pertengahan, tetes mata digunakan untuk memperbesar (dilatasi) pupil. Sebelm Perang Dunia II, sediaan obat mata sangat sedikit tersedia di pasaran. Pada tahun 1950 hanya tiga sediaan obat mata yang masuk dalam US Pharmacopoeia (USP) XIV.
Sediaan obat mata biasanya dibuat pada farmasi komunitas atau farmasi rumah sakit dengan stabilitas yang terbatas hanya untuk beberapa hari saja. Pada tahun 1953, U.S.Food Drug Administration (FDA) menemukan bahwa larutan obat malam non steril telah dipalsukan. Produk-produk obat mata steril tersedia sebelum pertengahan tahun 1950-an, namun pentingnya sterilitas untuk obat tetes mata masih belum dikenal secara resmi sampai tahun 1955 ketka panduan resmi pertama kali memasukkan persyaratan sterilitas.
Saat ini, jenis-jenis bentuk sediaan formulalsi obat mata adalah mulai dari larutan yang sederhana sampai dengansistem peghantaran kompleks. Pada tahun 1990-an produk-produk biologi dalam bentuk protein komplek diharapkan berperan lebih besar dalam hal seperti faktor pertumbuhan. Imono modulator dan lain-lain. Masing-masing membutuhkan formulasi yang khusus.
I. 2. Tujuan
I.2.1. Tujuan Praktikum
• Mampu membuat dan memahami pembuatan sediaan steril bentuk sediaan obat tetes mata
• Mampu memahami macam-macam teknik sterilisasi
• Mampu melakukan evaluasi sediaan obat tetes mata
I.2.2. Tujuan Pembuatan Sediaan
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.

BAB II
TEORI DASAR

II.1. Defenisi Obat Mata
Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi, digunakan pada mata dengan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Berbeda dengan mukosa usus yang merupakan organ untuk proses absorpsi, permukaan mata bukanlah suatu tempat yang baik untuk proses penyerapan obat oleh mata. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran dan pengaliran air mata bertentangan dengan arah penembusan obat serta struktur kornea mata yang khas. Oleh sebab itu penelitian pada akhir-akhir ini ditujukan pada sifat fisiko kimia dan stabilitas bahan aktif serta bagaimana meminimalkan kontaminasi mikroba dan partikel asing baik bahan kimia maupun bukan bahan kimia.
Larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk dimasukkan ke dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan pertimbangan yang cermat terhadapfaktor-faktor famasi seperti kebutuhan bahan antimikroba, isotonisita, dapar, viskositas dan pengemasan yang cocok.
Semua larutan untuk mata harus dibuat steril jika diberikan dan bila mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas selama pemakaian.
Meskipun larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam otoklaf dalam wadah akhirnya, metode yang digunakan tergantung pada sifat khusus dari sediaannya. Obat-obat tertentu yang dalam media asam termostabil (tahan panas) dapat menjadi termolabil (tidak tahan panas) ketika didapar mendekati kisaran pH fisiologis (kira-kira 7,4). Jika diinginkan pH yang lebih tinggi, larutan obat yang belum didapar dapat dipanaskan dahulu dalam otoklaf dan larutan dapar steril ditambahkan kemudian secara aseptis. Dengan kekecualian garam basa kuat dengan asam lemah seperti natrium flourescein atau natrium sulfasetamid, larutan obat mata yang paling biasa yang disiapkan dalam pembawa asam borat dapat dosterilkan dengan aman ada 121° C selama 15 menit.
Sediaan larutan mata adalah yang paling umum digunakan dan juga paling disukai karena pemberiannya yang lebih mudah.

II.2. Kategori Farmakologi Produk Obat Mata
Pembahasan yang menyeluruh tentang bahan terapeutik dan farmakologi yang digunakan di dalam ophtalmologi akan bermanfaat untuk memahami pengembangan sediaan-sediaan obat mata. Beberpa obat ini bekerja pada sistem syaraf otonomik sehingga harus ditangani dengan hati-hati. Sebagian besar produk obat mata adalah sebagai berikut:
1. Bahan untuk pengobatan Glaukoma
2. Midriatik dan Sikloplegik
3. Bahan anti mikroba dan anti inflamasi
4. Pengobatan “dry eye syndrome”
5. Produk intra okular
II.3. Absorpsi Obat Pada Mata
Absorpsi produk obat mata yang diberikan secara topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu volume kapasitas mata yang terbatas untuk menahan bentuk sediaan yang diberikan, laju sekresi dan laju aliran air mata, absorpsi oleh jaringan vaskular konjungtiva, penetrasi obat-obat melintasi kornea dan sklera, laju kedipan dan refleks tangisan yang disebabkan oleh pemberian obat. Cul-de-sac terendah mempunyai kapasitas sekitar 7 µl. Mata manusia dapat menerima sampai 3 µl larutan jika tidak berkedip. Beberapa obat tetes mata di pasaran dikemas dalam botol poletilen atau polipropilen dengan lubang yang dapat meneteskan 20-60 µl. Karena kapasitas Cul-de-sac terbatas, maka sekitar 70-75% dari tetesan 50 µl akan terbuang karena luapan dan mengalir dari puncta lakrimal ke dalam saluran naso lakrimal. Jikaterjadi kedipan, dapat dihitung bahwa 90 % dari volume yang diberikan dari 2 tetesan akan terbuang karena vlume sisa ditemukan 10 µl.
Kelebihan cairan memasuki puncta lakrimal superior dan inferior turun melalui kanalikuli dan kemudian masuk ke dalam lakrimal sac dan kemudian masuk ke dalam salura gastro intestinal. Efek samping sistemik yang signifikan telah dilaporkan terhadap pengobatan obat mata keras tertentu dengan mekanisme seperti ini. Hal ini juga merupakan mekanisme dimana pasien kadang-kadang dapat merasakan rasa pahit setelah pemberian obat tetes mata tertentu.
Absorpsi obat yang dangkal ke dalam konjungtiva dengan pembuangan cepat dari jaringan okular oleh aliran darah perifer adalah mekanisme lain yang menyaingi absorpsi obat ke dalam mata. Absorpsi obat trans kornea adalah lintasan paling efektif untuk membawa obat ke bagian depan dari mata.
Selain faktor fisiologis yang telah diuraikan di atas, penetrasi obat ke dalam mata juga dipengaruhi oleh karakteristik sifat fisiko kimia bahan aktif, formula dan teknik pembuatan yang dapat mempengaruhi ketersediaan hayati bahan aktif. Dalam beberapa literatur juga disebutkan bahwa tonisitas, peranan pH dan konsentrasi bahan aktif dalam obat tetes mata juga mempengaruhi penetrasinya.
Tekanan osmotik air mata sama dengan tekanan 0,93% b/v NaCl dalam air. Larutan NaCl tidak menyebabkan rasa sakit dan tidak mengiritasi mata, bila konsentrasi NaCl terletak antara 0,7-1,4% b/v. Telah terbukti bahwa larutan hipertonis lebih dapat diterima dibandingkan larutan hipotenis. Sehingga dalam kenyataan biasanya bahan aktif dilarutkan dalam larutan NaCl 0,8-0,9% atau dalam pelarut lain dengan tonisitas yang sama.

II.4. Komponen Non Terapeutik Dalam Produk-Produk Cair
a. Pengawet Anti Mikroba
Pengawet diperbolehkan untuk menjaga sterilitas produk setelah kemasan dibuka dan selama pengunaan oleh pasien. Pemilihan zat pengawet juga dibatasi dalam hal stabilitas fisika dan kimia, kompatibilitas dan masalah keamanannya.
I. Benzalkonium klorida biasanya dikombinasi dengan EDTA
II. Timerosal
III. Klorobutanol
IV. Metil dan propil paraben
V. Venil etil alkohol
VI. Polikuat
b. Bahan Pembuffer
Stabilitas kimia dan kenyamanan mata untuk produk-produk obat mata cair bergantung pada nilai pH produk secara umum.
c. Bahan peningkat viskositas
Beberapa produk obat mata topikal mengandung bahan peningkat viskositas untuk meningkatkan waktu retensi, mengurangi laju pengeluaran dan meningkatkan bioavaibilitas mata.
d. Bahan pengatur osmolaritas
Tonisitas (osmolaritas) penting pada produk obat mata cair untuk meminimalkan potensi ketidaknyamanan selama penetesan ke dalam mata.
Untuk larutan Non Elektrolit:
mOsm/liter = konsentrasi dalam gram/liter x 1000
berat molekul dalam gr

Untuk larutan Elektrolit kuat:
mOsm/liter = konsentrasi dlm g/liter x jumlah ion yg terbentuk x 1000
berat molekul dalam gr

Tabel hubungan osmolaritas dengan tonisitas
Osmolaritas (m osmole/liter) Tonisitas
 350 Hipertonis
329 – 350 Sedikit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis
0 – 249 Hipotonis

II.5. Sterilisasi Sediaan Tetes Mata
• Sterilisasi B yaitu pemanasan dengan mengunakan bakterisida. Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam laratutan klorkresol P 0,2% b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air untuk injeksi. Isikan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 980 sampai 1000C selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu sterilsasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 980 sampai 1000C selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara intravenus lebih dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini, injeksi yang digunakan secara intrateka , intrasistema atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini
• Sterilisasi C yaitu Penyaringan. Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptis.



BAB III
PRAFORMULASI

III.1. Kajian Praformulasi

Kloramfenikol


Chemical Structure of Chloramphenicol
Sinonim : Chloramfenikol; Chloramfenikolis; Chloramphenicolum;
Chloranfenicol; Cloranfenicol; Klóramfenikol;
Kloramfenikol; Kloramfenikoli; Laevomycetinum
Nama Kimia : 2,2-Dichloro-N-[(αR,βR)-β-hydroxy-αhydroxymethyl-4-
nitrophenethyl]acetamide
Rumus molekul : C11H12Cl2N2O5
Bobot Molekul : 323.1

Organoleptis
Bentuk : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
Warna : Putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan
Bau : Tidak berbau
Rasa : Rasa sangat pahit

Kelarutan
Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95 %) P dan dalam 7 bagian propilen glikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Sifat Kimia & Fisika
pH : 7 – 7,5
Kestabilan : Terurai oleh cahaya

Farmakologi
Khasiat : - Anti Bakteri :
Bakteriostatik : Terhadap Enterobacter dan Staph.aureus. Bakterisid : Terhadap Str.pneumoniae , Neiss, Meningitis , H.influenza.
- Antibiotik Spektrum luas : Gram ( + ) , Gram ( -) ,
spirokhaeta, Chylamydiatrachomatis , Mycoplasma.
- Opthalmic : ( 0,25 – 1 % ), maksimal 2 minggu , lebih
baik menggunakan salep mata 1 dd malam hari daripada
tetes mata beberapa kali sehari.

Efek samping : Kardiovaskular : Kardiotoksisitas , sindom Grey
pada bayi
SSP : Sakit kepala
Dermatologi : Ruam
GI : Diare , mual
Hepatik : Sindrom Hepatitis , Pancytopenia.
Okular : Neuritis optik

Interaksi obat : Isoenzym Cp 450 , Inhibitor CYP2CG , Chlorpropamide ,
Fenitoin , antikoagulan , Fenobarbital , Rifampin.
Interaksi Makanan : Vitamin B 12 , Riboflavin , Pyridoxin.
Perhatian : Sedang Hamil, laktasi.
Dosis : 0.5 % (larutan) dan 1 % (salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg kloramfenikol.
Cara penggunaan : Tetes pada mata
Sterilisasi : Cara Sterilisasi B (Pemanasan dengan bakterisid) atau C (Filtrasi )
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
ZAT TAMBAHAN
1. API
Sinonim : Aqua pro injeksi
Organoleptis
Bentuk : Larutan
Warna : Jernih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Tidak berasa
Khasiat : sebagai pelarut

2. Acidum Boricum
Sinonim : asam borat
Organoleptis
Bentuk : serbuk kristal
Warna : Jernih
Bau : berbau lemah
Rasa : Berasa pahit
Kelarutan
Larut dalam 20 bagian air , 3,6 bagian air panas , 16 bagian alkohol , 4 bagian Gliserol.Mudah larut dalam minyak menguap , praktis tidak larut dalam eter.
Khasiat : Pengawet antimikroba pada sediaan tetes mata

3. Natrii Tetraboras
Sinonim : Borax decahydrate; boric acid disodium salt; sodium biborate decahydrate; sodium pyroborate decahydrate; sodium tetraborate decahydrate.
Organoleptis:
Bentuk : kristal tajam, granul, serbuk kristal
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Khasiat : ophthalmic solutions (0.03–1.0% w/v).
III.2. Rancangan Formulasi
R/ Chloramphenicol 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii tetraboras 30 mg
API ad 10 ml

III.3. Alasan Pemilihan Bahan

Masalah Diinginkan Alternatif Pemilihan Alasan
Dibuat sediaan tetes mata steril Membuat sediaan yang cocok untuk stabilitas zat aktif • Sedian Steril Volume Kecil
• Sedian Steril Volume Besar Sedian Steril Volume kecil
Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas
Rute pemberian untuk tetes mata steril

Sediaan harus digunakan dengan rute pemberian yang sesuai Rute pemberian yang benar :
- im
- iv
- guttae Guttae Pemberian obat tetes mata steril langsung diteteskan di konjungtiva.
Sediaan dibuat obat tetes mata steril Dapat tercampur dengan konsentrasi dalam tubuh Dibuat sediaan yang bersifat
 Isotonis
 Hipotonis
 hipertonis Isotonis Syarat sediaan tetes mata steril harus berupa sediaan yang isotonis
Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroba Sediaan tetes mata yang steril dan stabil. Diberi zat antimikroba:
 Phenylhidragri nitras
 Acidum Boricum Acidum boricum Karena tidak OTT dengan zat aktif.

Zat/ sediaan dikhawatirkan tidak stabil Sediaan tetes mata yang stabil diberi zat pendapar :
- Natrii tetraboras
- Sodium sitrat dihidrat Natrii tetraboras karena penggunaan Natrii tetraboras dan acidum merupakan kombinasi yang baik sebagai pengontrol pH
Zat/sediaan dikhawatirkan terkontaminasi oleh adanya mikroorganisme Sediaan steril terhindar dari mikroorganisme Dilakukan proses sterilisasi
• sterilisasi aseptis
• sterilisasi akhir Sterilisasi aseptis Karena kondisi aseptis efektif untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan konsumen
= Obat
keras
=Obat
bebas
terbatas
= Obat
bebas

= Obat keras
Karena penggunaan sediaan injeksi harus dengan resep dokter dan perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis

BAB IV
FORMULASI
IV.1. Data Zat Aktif
Daftar obat
Kloramfenikol
Dosis lazim
0.5 % (larutan) dan 1 % (salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg kloramfenikol untuk sediaan tetesmata
Kelarutan
Larut dalam lebi kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95 %) P dan dalam 7 bagian propilen glikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

pH 7-7,5
Jenis sterilisasi : Sterilisasi Aseptis
Khasiat : Antibakteri, Antibiotik spektrum luas, Opthalmic

Daftar obat Dosis lazim Kelarutan pH Jenis sterilisasi Khasiat
Kloramfenikol 0.5 % (larutan) dan 1 % (salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg kloramfenikol untuk sediaan tetesmata Larut dalam lebi kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95 %) P dan dalam 7 bagian propilen glikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P. 7-7,5 Sterilisasi Aseptis - Antibakteri
- Antibiotik spektrum luas
- Opthalmic



IV.2. Formula Standar Dari Fornas
CHLORAMPHENICOLI GUTTAE OPHTHALMICAE
Tetesmata Kloramfenikol

Komposisi. Tiap ml mengandung :
Chloramphenicolum 50 mg
Acidum boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydragyri Nitras 200 µg
Aqua destilata hingga 10 ml
Penyimpanan. Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk
Catatan. 1. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi B atau C
2. pada etiket harus juga tertera: Daluwarsa
IV.3. Usul Penyempurnaan Sediaan
Formula yang dibuat tidak perlu penambahan pengawet, karena sediaan yang dibuat dosis tunggal / injeksi volume kecil dan ampul yang digunakan berwarna gelap karena mudah teroksidasi oleh cahaya.

IV.4. Alat dan Cara Serilisasinya
Masing-masing alat perlu disterilkan terlebih dahulu , karena metode yang digunakan adalah sterilisasi secara aseptis.

Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
Erlenmeyer 1 buah Oven 1700 C
Gelas Ukur 25 ml 1 buah Autoklaf 115-1160 C
Beaker glass 2 buah Oven 1700 C
Kaca Arloji 4 buah Oven 1700 C
Cawan penguap 2 buah Oven 1700 C
Batang Pengaduk gelas 1 buah Oven 1700 C
Spatel logam 1 buah Oven 1700 C
Kertas saring 1 buah Autoklaf 115-1160 C
Corong gelas 1 buah Autoklaf 115-116° C
Botol tetes mata plastik 1 buah

IV.5. Formulasi Akhir
R/ Kloramfenikol 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii tetraboras 30 mg
API ad 10 ml
Perhitungan Volume yang dibuat
Sediaan tetesmata 10 ml, untuk antisipasi dilebihkan menjadi 20 ml
Perhitungan Bahan
 Kloramfenikol
= 50 mg x 20 ml
10 ml
= 100 mg
 Acidum Boricum
= 150 mg x 20 ml
10 ml
= 300 mg
 Natrii tetraboras
= 30 mg x 20 ml
10 ml
= 60 mg

API ad 20 ml , tiap vial : 10 ml.


IV.6. Metoda Pembuatan
Pembuatan tetesmata kloramfenikol dilakukan dengan cara sterilisasi aseptis.

PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan
2. Menyiapkan Aqua Pro Injeksi bebas O2
3. Melakukan Sterilisasi aseptis dimana alat-alat yang akan digunakan disterilkan didalam autoklaf (untuk alat presisi) dan oven (untuk alat nonpresisi) selama 30 menit.
Catatan: Sebelum dimasukkan ke dalam autoklaf atau oven, terlebih dahulu alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas perkamen.
4. Menimbang masing-masing bahan pada neraca timbangan dengan kaca arloji yang sebelumnya telah disterilkan secara aseptis.
5. Mengkalibrasi beaker glass yang akan digunakan (10 ml)
6. Melarutkan Acidum Boricum dan Natrii tetraboras dengan API secukupnya sampai larut sempurna (M1)
7. Melarutkan bahan aktif (Kloramfenikol) dengan API secukupnya sampai larut. (M2).
8. Mencampurkan M1 ke dalam M2 sampai larut, kemudian mengecek pH-nya.
9. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring yang telah dijenuhkan dengan API sebelumnya dan kemudian menampungnya dalam beaker gelas.
10. Menambahkan API sampai volume tercapai 20 ml
11. Memipet 10 ml larutan kemudian memasukannya ke dalam botol berpipet yang khusus digunakan untuk sediaan tetes mata.
12. Memberi etiket

BAB V
EVALUASI

1. Uji pH
pH sediaan yang diperoleh 7 pH tersebut sudah sesuai dengan pH sediaan yang diinginkan.

2. Uji Penampilan
a. Bentuk : Sediaan berbentuk larutan.
b. Warna : Sediaan tetes mata yang dibuat berwarna jernih.

3. Evaluasi wadah
Wadah yang digunakan tertutup rapat

BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum steril kali ini, kami membuat sediaan tetes mata dengan zat aktif kloramfenikol. Sediaan tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan pada mata dengan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata.
Sebelum kami membuat sediaan tetes mata, maka langkah awal yang kami lakukan adalah membuat rancangan praformulasi terlebih dahulu, tujuan dari rancangan praformulasi untuk memilih metoda serta bahan tambahan yang sesuai untuk digunakan pada sediaan tetes mata kloramfenikol yang sesuai dengan sifat fisika kimia maupun stabilitas dari masing-masing zat tersebut. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa kloramfenikol memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam kondisi asam dan memiliki pH 7 – 7,5. Karena kelarutan dari kloramfenikol yang sukar larut dalam air, maka kami me menggunakan pelarut air berupa API (Aqua Pro Injeksi) yang harus steril dan bebas pirogen sesuai dengan persyaratan sediaan parenteral volume besar. Jika dilihat dari sifatnya, glukosa bersifat hipotonis sehingga kami harus menambahkan NaCl sebagai larutan pengisotonis dalam sediaan infus yang dibuat.
Pelarut yang digunakan dalam sediaan infus yang dibuat berupa API (Aqua Pro Injeksi) yang harus steril dan bebas pirogen. Pembuatan API (Aqua Pro Injeksi) bebas pirogen dilakukan dengan cara menambahkan karbon aktif sebesar 0.1 % dari jumlah total volume yang dibuat, kemudian dipanaskan larutan pada suhu 40-70oC dan didiamkan selama 15 menit yang selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring rangkap dua. API (Aqua Pro Injeksi) yang digunakan harus bebas pirogen karena sediaan yang dibuat ditujukan untuk injeksi iv yang langsung dialirkan ke dalam darah.
Berdasarkan literatur, pembuatan infus glukosa ini dilakukan secara sterilisasi akhir segera setelah dibuat. Sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit karena zat aktif yang digunakan tahan terhadap pemanasan.
Dari data praformulasi yang telah kami buat maka kami dapat menetapkan formula infuse glukosa terdiri dari glukosa dan API (Aqua Pro Injeksi) bebas pirogen. Glukosa memiliki konsentrasi 5 mg/ml dengan dosis tunggal sehingga tidak perlu ditambahkan pengawet dan zat tambahan lainnya. Pada sediaan injeksi pelarut air yang digunakan harus bebas pirogen, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
Sediaan infus glukosa yang telah kami buat menghasilkan bentuk larutan yang berwarna jernih dan memiliki pH 6. Larutan dan pH yang diperoleh sudah sesuai dalam sediaan injeksi yang diinginkan. Wadah yang digunakan untuk menyimpan infus berupa wadah botol bening dan sesuai dengan yang diinginkan.

BAB VI
PENUTUP

VI.1. KESIMPULAN
• Infus merupakan sediaan parenteral volume besar berupa sediaan cairan steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk menusia dan umumnya diberikan secara intravena dengan kecepatan pemberian dosisnya konstan.
• Pembuatan sediaan infus glukosa menggunakan :
Zat aktif : Glukosa
Zat tambahan : API (Aqua Pro Injeksi) bebas pirogen sebagai pelarut
• Metode sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi akhir
• Sediaan infus glukosa yang telah kami buat sudah sesuai dengan sediaan yang diinginkan, yaitu bentuk larutan yang berwarna jernih dan memiliki pH 6.

VI.2. SARAN
Fasilitas laboratorium sebaiknya dilengkapi lagi demi kelancaran proses praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, Muhamad.1993. Farmaseutika Dasar. Yogyakarta : UGM Press

Anonim. 1978. FORMULARIUM NASIONAL.Ed: II. Jakarta: DEPKES

Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.

Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.

Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.

Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.

Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta : UI Press

Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress

Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.

LAMPIRAN
ETIKET :

Tidak ada komentar: