Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Vit.E laporan 2

LAPORAN PRAKTIKUM STERIL
FORMULASI INJEKSI VITAMIN E








Disusun Oleh:

PROGRAM STUDY FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010






BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntuikkan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan. Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Indikasi pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hydrogen peroksida (pada bayi prematur dengan berat badan yang rendah, pada penderita-penderita dengan sindrom malabsorpsi dan steatore, dan penyakit dengan gangguan absorpsi lemak).



1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.

1.3 Tujuan Formulasi Sediaan
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari bahasa yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral.
Syarat-syarat obat suntik :
Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
Sedapat mungkin isohidri
Sedapat mungkin isotonis
Harus steril
Bebas pirogen

Pelarut yang digunakan untuk sediaan injeksi yaitu pelarut air dan pelarut bukan air (minyak). Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat tambahan lain. Air ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang diinginkan.


Pelarut dan Pembawa Bukan Air
Minyak : Olea neutralisata ad injectionem
Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati atau ester asam lemak tinggi, alam atau sintetik harus jernih pada suhu 10oC.
Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Harus jernih pada suhu 10oC
2. Tidak berbau asing atau tengik
3. Bilangan asam 0,2-0,9
4. Bilangan iodium 79-128
5. Bilangan penyabunan 185-200
6. Harusbbebas minyak mineral
Macamnya :
• Oleum Arachidis (minyak kacang)
• Oleum Olivarum (minyak zaitun)
• Oleum Sesami (minyak wijen), dan sebagainya

Syarat-syarat untuk ini adalah
• Tingkat kemurnian yang tinggi
• Bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah.
• Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.

Sebelum memakainya, kita netralkan minyak-minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol supaya tidak merangsang. Pemakaiannya secara intravena tidak dimungkinkan karena tidak tercampurkannya dengan serum darah dan dapat menyebabkan emboli paru-paru. Oleh karena itu, penggunaannya hanya ditujukan untuk preparat injeksi intramuscular dan subkutan. Larutan atau suspensi minyak mempunyai wakru kerja lama ( depo ), sering sampai 1 bulan penyerapan obat dalam membebaskan bahan penyerapan obat dan membebaskan bahan aktifnya secara lambat.
Minyak hewan atau minyak kaki sapi, diperoleh dari perdagangan hasil pemurnian lapisan lemak kuku sapi atau tulang kaki bawah. Fraksi yang diperoleh melalui pengepresan dingin digunakan sebagai bahan pelarut obta injeksi yang dapat diterima tubuh tanpa rangsangan. Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad injectione.
Vitamin E mudah didapat dari bagian bahan makanan yang berminyak atau sayuran. Vitamin E banyak terdapat pada buah-buahan, susu, mentega, telur, sayur-sayuran, terutama kecambah. Contoh sayuran yang paling banyak mengandung vitamin E adalah minyak biji gandum, minyak kedelai, minyak jagung, alfalfa, selada, kacang-kacangan, asparagus, pisang, strawberry, biji bunga matahari, buncis, ubi jalar dan sayuran berwarna hijau. Vitamin E lebih banyak terdapat pada makanan segar yang belum diproses. Satu unit setara dengan 1 mg alfa-tocopherol asetat atau dapat dianggap setara dengan 1 mg. Selain itu ASI juga banyak mengandung vitamin E untuk memenuhi kebutuhan bayi. Dalam perkembangannya, Vitamin E diproduksi dalam bentuk pil, kapsul, dan lain-lain sebagaimana vitamin-vitamin yang sudah terlebih dahulu ada. Vitamin yang sudah dikemas dalam berbagai bentuk ini banyak dijual bebas di pasaran. Dengan penggunaan yang tepat, vitamin E dalam kemasan akan sangat berguna.
Vitamin E dapat meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi stres, meningkatkan fertilitas, meminimalkan risiko kanker dan penyakit jantung koroner. Vitamin E juga memiliki peran sangat penting bagi kesehatan kulit, yaitu dengan menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan kulit, mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka . Semua vitamin E adalah antioksidan dan terlibat dalam banyak proses tubuh dan beroperasi sebagai antioksidan alami yang membantu melindungi struktur sel yang penting terutama selaput sel dari kerusakan akibat adanya radikal bebas. Vitamin ini larut dalam lemak. Kelarutannya dalam lemak merupakan sifat yang menguntungkan karena sebagian besar kerusakan akibat radikal bebas terjadi di dalam membran sel dan lipoprotein yang terbuat dari molekul lemak. Vitamin E juga mampu melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh dari kerusakan. Selain bisa melindungi dari efek kelebihan vitamin A dan melindungi vitamin A dari kerusakan, vitamin ini juga bisa melindungi hewan dari efek berbagai obat, bahan kimia, dan logam yang mendukung pembentukan radikal bebas.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai antioksidan dalam tubuh, vitamin E bekerja dengan cara mencari, bereaksi dan merusak rantai reaksi radikal bebas. Dalam reaksi tersebut, vitamin E sendiri diubah menjadi radikal. Namun radikal ini akan segera beregenerasi menjadi vitamin aktif melalui proses biokimia yang melibatkan senyawa lain. Kekurangan vitamin E akan menimbulkan efek yang sangat buruk. Ketika kadar vitamin E dalam darah sangat rendah, sel darah merah dapat terbelah. Proses ini disebut hemolisis eritrodit dan dapat dihindari dengan vitamin E. Akibat lain kekurangan vitamin E adalah: perubahan degeneratif pada sistem saraf dan otot, kelemahan dan kesulitan berjalan, nyeri pada otot betis, gangguan penglihatan, anemia, retensi cairan (odem), dan kelainan kulit
Pada bayi, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan kelainan yang mengganggu penyerapan lemak pada bayi yang prematur dan kekurangan gizi. Namun kekurangan vitamin E sesungguhnya sangat jarang terjadi karena vitamin ini banyak terdapat dalam makanan, terutama dalam minyak sayur. Pada manusia kekurangan vitamin E bisa disebabkan karena diet yang sangat buruk dalam jangka waktu lama. Dosis vitamin E yang besar bisa memperbaiki dan mencegah terjadinya perkembangan kelainan saraf. Beberapa penelitian menunjukan bahwa peningkatan konsumsi vitamin E dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Pada umumnya vitamin E dianggap sebagai bahan yang cukup aman. Dalam beberapa kasus, kelebihan vitamin E menimbulkan gangguan pada kinerja sistem imun terhadap infeksi. Gejala yang akan dirasakan adalah sakit kepala, lemah dan selalu lelah, serta pusing yang disertai gangguan penglihatan. Untuk itu, jumlah vitamin E dalam tubuh harus berada dalam batasan yang ketat.

BAB III
PRAFORMULASI

3.1 BAHAN AKTIF
ALFA TOCOFEROL

 Sifat Kimia
Nama Lain : Vitamin E
Rumus Molekul : C29H50O2
Berat Molekul : 430,69
 Sifat Fisika
a. Organoleptis
Bentuk : Cairan seperti minyak ;
Bau : Tidak berbau atau sedikit berbau
Warna : kuning, jernih.
Rasa : tidak berasa atau sedikit berasa
Kelarutan :
Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam larutan alkali, larut dalam etanol, dalam eter dan dalam minyak nabati; sanagt mudah larut dalam kloroform.
b. Kestabilan : tidak stabil terhadap cahaya terutama suasana alkalis, Mudah teroksidasi, Tidak stabil dalam air
c. pH :
d. Titik lebur :
 Sifat Farmakologi dan Farmakokinetik
a. Khasiat
Bahan aktif sebagai anti oksidan.
b. Efek Samping
Pada penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kelemahan otot, gangguan pencernaan, gangguan reproduksi.
c. Tempat absorps
Saluran pencernaan
d. Interaksi obat
- Dengan antikoagulan : Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah. Akibatnya resiko
pendarahan akan meningkat.
- Dengan vit A : Aktifitas vitamin A akan meningkat.
- Dengan minyak mineral ( pencahar) : penyerapan vit E akan berkurang.
- Dengan vit C: aktifitas vitamin E akan meningkat.
- Dengan besi : aktifitas vitamin E akan menurun.
e. OTT

f. Indikasi
Untuk pencgahan dan pengobatan kekurangan vitamin E dan Zinc, membantu memelihara kulit, menjaga fertilitas dan anti oksidan.

 Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tak tembus cahaya.
 Dosis
Dosis Lazim (1XHP) : 1 – 2 mg/kgBB
 Cara penggunaan : IM
 Cara sterilisasi : Sterilisasi A ( autoklaf ) dan C ( Filtrasi )

RANCANGAN FORMULASI
R/ Vitamin E 80 mg
Olium ad. 30 ml

1.4. LEMBAR KERJA PENGKAJIAN PRAFORMULASI

BAHAN AKTIF : alfa tokoferol DOSIS LAZIM
Vitamin E Dewasa (1XHP) : 1 mg – 2 mg

TABEL I
Masalah Diinginkan Alternatif Pilihan Alasan
Zat aktif larut air Dipakai sediaan steril • SPVK
• SPVB SPVK Akan dibuat sediaan injeksi dosis tunggal
Zat aktif akan dibuat SPVK Sediaan injeksi • Pelarut air
• Pelarut non air Injeksi pelarut non air Karena zat aktif lebih mudah larut dalam pelarut non air
Pemberian obat harus tepat sasaran Sediaan obat dapat diberikan sesuai dan tepat sasaran • IV
• IM IM Melalui IM secara kuantitatif hasil absorpsi baik dan bioafvaibilitas obat mencapai 80 – 100 %
Zat aktif dibuat sediaan injeksi Bebas kuman, pirogen dan mikroorganisme • Sterilisasi akhir
• Aseptis Sterilisasi Aseptis Zat aktif tidak tahan pemanasan
Zat aktif terurai jika terkena cahaya Tidak terurai oleh cahaya • Ampul berwarna gelap.
• Ampul berwarna bening Ampul berwarna gelap Agar sediaan stabil dan tidak terurai oleh cahaya



DATA ZAT AKTIF

Daftar obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis sterilisasi khasiat
Alfa tokoferol Dewasa (1XHP) : 1 mg – 2 mg Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam larutan alkali, larut dalam etanol, dalam eter dan dalam minyak nabati; sanagt mudah larut dalam kloroform. Aseptis Bahan aktif sebagai anti oksidan.











TABEL II

SPESIFIKASI DAN SYARAT SEDIAAN YANG DIINGINKAN

NO. Nama Produk Alfa Injecsi
Bentuk sediaan Injeksi

Bahan Aktif Vitamin E

Kemasan Vial 2 ml


Pemeriksaan SPESIFIKASI SYARAT
Warna Tidak berwarna
Tidak berwarna










Alat dan cara Sterilisasi

Nama Alat Jumlah Cara sterilisasi
Kaca arloji
Beaker glass
Erlenmeyer
Spatula
Batang pengaduk
Pinset
Gelas ukur
Spuit
Corong dan kertas saring
Ampul 2
2
2
1
1
1
2
1
1
2 Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’



Formulasi Akhir
R/ Vitamin E 80 mg
Olium aracidis ad. 30 ml



Perhitungan dosis

Volume yang akan dibuat : ( n + 2 ) V’ + ( 2 X 3 )
( 2 + 2 ) 5,5 + 6
22 + 6
28 ml ≈ 30 ml


Penimbangan Bahan
Thiamin HCl = 80 mg x 2 = 160 mg
Olium aracidis = ad 30 ml

Prosedur Kerja :

1 Mensterilkan alat – alat sesuai prosedur pensterilan alat.
2 Timbang zat aktif menggunakan kaca arloji, kemudian masukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji kemudian dibilas.
3 Tuangkan sebagian olium untuk melarutkan zat yang ditimbang.
4 Larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan.
5 Isikan larutan kedalam ampul .
6 Aliri gas nitrogen ( jika perlu )
7 Tutup ampul.
8 Sterilkan menurut metode.










BAB IV
EVALUASI
1. Potensi/kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll
2. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 oC). Suhu tinggi menyebabkan penguraian
3. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 3-5 tahun. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan mikroorganisme.
4. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan
5. Toksisitas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan
6. Evaluasi wadah

Namun pada praktikum kali ini uji evaluasi yang hanya dilakukan adalah :
1. Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni kuning.
2. Evaluasi wadah
Wadah yang digunakan cukup rapat dan baik yakni tidak mengalami kebocoran. Vial yang digunakan vial bening .

BAB V
PEMBAHASAN



















BAB VI
KESIMPULAN
Kesimpulan


















DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American Pharmaceutical Association.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press

Tidak ada komentar: