Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Kamis, 08 Juli 2010

OTM Pilokarpin HCl Laporan 1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Pengertian Obat Tetes Mata
Obat tetes mata merupakan sediaan berupa larutan atau suspense, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Obat-obat yang digunakan pada produk optaimik dapat dikategorikan menjadi miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti glaucoma, senyawa diagnostic dan anestetik local.

I.2 Kelebiahan Dan Kekurangan Obat Tetes Mata
 Kelebihan :
1. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal homogeny, bioavailabilitas, dan kemudahan penanganan.
2. Suspense mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.

 Kekurangan :
1. Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (± 7μL) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasel cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Misalnya β-bloker untuk perawatan glaucoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronchial.
2. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatf non permeable sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya local atau topical.Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatf non permeable sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya local atau topical.

I.3 Persyaratan Sediaan Tetes Mata
1. Steril
Farmakope modern mesyaratkan sterilitas kuman bagi optalmika (angka kuman harus 0). Pembuatan tetes mata pada dasarnya pada kondisi kerja aseptik.
2. Jernih
Persyaratan larutan bebas partikel bertujuan menghindari rangsangan akibat bahan padat. Filtrasi dengan kertas saring atau kain wol tidak dapat menghasilkan larutan bebas partikel melayang. Oleh karena itu, sebagai material penyaring kita menggunakan leburan gelas. Misalnya Jenaer Fritten berukuran pori G3-G5.
3. Pengawetan (antimicrobial preservative)
Meskipun steril, ketika disalurkan setiap larutan untuk mata ini harus mengandung bahan antibakteri yang efektif yang tidak mengiritasi atau campuran dari bahan-bahan tersebut untuk mencegah berkembang atau masuknya mikroorganisme dengan tidak sengaja yang masuk k edalam larutan, ketika wadah terbuka selama pemakaian. Pengawetan yang tepat dan konsentrasi maksimum dari pengawet untuk tujuan ini termasuk:
a) 0,013% benzalkonium klorida
b) 0,01% benzetonium klorida
c) 0,5% klorobutanol
d) 0,004% fenilmerkuri asetat
e) 0,004% fenilmerkuri nitrat
f) 0,01% timerosal


4. Tonisitas
Karena kandungan elektrolit dan koloid di dalamnya, cairan air mata memiliki tekanan osmotik, yang nilainya sama dengan darah dan cairan jaringan. Besarnya adalah 0,65 – 0,8 M Pa (6,5 – 8 atmosfir), penurunan titik bekunya terhadap air 0,52° K atau konsentrasinya sesuai dengan larutan natrium klorida 0,9% dalam air. Larutan hipertonis relatif lebih dapat diterima daripada hipotonis. Larutan yang digunakan pada mata luka atau yang telah dioperasi menggunakan larutan isotonis. Pada larutan yang mengandung perak, kita memakia garam nitrat 1,2 – 1,6%.
5. Stabilitas
a) Pendaparan
Harga pH mata sama dengan darah, yaitu 7,4. Pada pemakaian tetesan biasa, larutan yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan pH 7,3 – 9,7. Namun, daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Larutan dapar berikut digunakan secara internasional:
1) Dapar Natrium asetat – Asam borat, kapasitasnya tinggi di daerah asam.
2) Dapar fosfat, kapasitasnya tinggi di daerah alkalis.

b) Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kekurangan karena dapat ditekan keluar dari saluran konjungtiva oleh gerakan pelupuk mata. Namun, melalui peningkatan viskositas tetes mata dapat mencapai distribusi bahan aktif yang lebih baik di dalam cairan dan waktu kontak yang panjang. Sebagai peningkat viskositas, kita memakai metilselulosa dan polivinilpirilidon (PVP) dan sangat disarankan menggunakan polivinilalkohol (PVA) 1-2%. Kita memakai larutan dengan viskositas 5-15 mPa detik (5-15 cP). Apabila zat padat sulit larut, maka kita dapat menambahkan Tween 80, polioksietilen 40, stearat dan benzalkonium klorida atau benzalkonium bromida.

I.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Obat Tetes Mata
1. Sterilisasi sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
2. Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohidris maka larutan dibuat hipertonis dan pH dicapai melalui teknik euhidri.
3. Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan mata (maka perlu ditambahkan bahan pengental).
4. pH optimum lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas sediaan.
5. Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah, tetapi masih efektif untuk menunjang stabilitas zat aktif dalam sediaan.
6. Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti mekanika absorpsi dengan cara difusi pasif.
7. Peningkatan viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan dengan kornea mata.
8. Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran denagn air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara.
9. Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik larutan obat steril dengan larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemampuan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan segera sebelum digunakan.

BAB II
PRAFORMULASI
II.1 Data Zat Aktif
Nama : Pilocarpini Hydrochloridum
Sinonim :
Rumus molekul : C11H16N2O2. HCl
Berat molekul : 244,72
Organoleptis :
Bentuk : Hablur (Higroskopis)
Warna : Tidak berwarna atau putih
Bau : Tidak barbau
Rasa : Agak pahit
Kelarutan :
Dalam air : Sangat mudah larut
Dalam etanol 95% : Mudah larut
Dalam kloroform : Sukar larut
Dalam eter : Praktis tidak larut
Dosis lazim :
pH : 3,5-5,5
Kestabilan :
Jenis sterilisasi : Autoklaf 115-1160C selama 30 menit, filtrasi, pemanasan dengan bakterisid
Khasiat : 1. Digunakan dalam pengobatan glaucoma
2.Memberi efek miotik untuk mengatasi midriasis yang disebabkan oleh atropin
3. Menurunkan tekanan intraokular dan memberi efek miosis intensif sebelum pembedahan pada penanganan darurat glaukoma sudut terbuka

Efek samping : Iritasi dan efek miosis pada awal pemakaian yang mungkin tidak menyamankan.


II.2 Formula Standar Dari Fornas
R/ Phylocarpine Hydrochloridum 500 mg
Benzalkonii Hydrochloridum 1 mg
Dinatrii Edates 5 mg
API ad 10 mL

II.3 Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT)
Alkalis, chlorhexidine acetat, iodine, silver salt, phenyl… salt, merkurius chloride.

II.4 Usul Penyempurnaan Sediaan
Menggunakan sterilisai aseptis.

II.5 Alat Dan Cara Sterilisasi
Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
Erlenmeyer 1 buah Oven 1700 C
Gelas Ukur 1 buah Autoklaf 115-1160 C
Beaker glass 2 buah Oven 1700 C
Kaca Arloji 3 buah Oven 1700 C
Pinset 1 buah Oven 1700 C
Pipet tetes tanpa karet 1 buah Autoklaf 115-1160 C
Batang Pengaduk gelas 1 buah Oven 1700 C
Spatel logam 1 buah Oven 1700 C
Kertas saring 2 buah Autoklaf 115-1160 C
Corong 1 buah Autoklaf 115-116° C
Spuit 1 buah Autoklaf 115-116° C
Botol tetes mata plastik 1 buah Autoklaf 115-116° C


II.6 Formala Akhir
R/ Phylocarpine Hydrochloridum 1000 mg
Benzalkonii Hydrochloridum mg
Dinatrii Edates mg
API ad 20 mL

II.7 Perhitungan Bahan

II.8 Langkah Pembuatan
1. Menyiapkkan alat dan bahan yang akan di gunakan
2. Alat dan bahan disterilisasi sesuai dari data sterilisasi
3. Membuat API (Aqua Proinjection)
1) Dipanaskan aquadest dalam Erlenmeyer sampai air mendidih (dicatat waktunya)
2) Setelah mendidih dipanaskan kembali hingga 30 menit
3) Kemudian dipanaskan kembali selama 10 menit agar diperoleh API bebas O2
4. Menimbang zat aktif dan zat tambahan (ditempatkan pada kaca arloji yang berbeda-beda yang telah disterilisasi)
5. Zat aktif dan zat tambahan dilarutkan dengan Aqua proinjection (API) didalam beaker glass
6. Kaca arloji yang telah digunakan dibilas dengan Aqua proinjection (API), kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass
7. Larutan ditambahkan Aqua proinjection (API) sampai sebelum tanda batas, kira-kira 3 mL sebelum tanda batas (beaker glass telah dikalibrasi)
8. Dilakukan cek pH
9. Larutan ditambahkan Aqua proinjection (API) sampai tanda batas
10. Larutan disaring menggunakan kertas saring rangkap dua (sebelumnya kertas saring telah dibasahi dengan Aqua proinjection (API)
11. 10 mL larutan dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol tetes mata
12. Botol tetes mata ditutup

II. 9 Prosedur Tetap
PROSEDUR TETAP
PEMBUATAN SEDIAAN
Disusun oleh :
Nurul Farihah
Yayah Qomariah Diperiksa oleh :
Nursitasari P Dsetujui oleh :
Ibu Farida
Sulistiawati M.SiApt
Tgl :
13 Mei 2009 Tgl :
13 Mei 2009 Tgl :
13 Mei 2009

Penanggung jawab Rencana produksi
Pembuatan Injeksi Vitamin B6
Kegiatan produksi
 Sterilisasi wadah
 Pembuatan Aqu Pro Injection
 Penimbangan bahan
 Pencampuran
 Pelarutan
 Pengisian
 Pengemasan
 Evaluasi sediaan
 Penyerahan produk jadi
II.1. Sterilisasi wadah
1. Melakukan pensterilisasian wadah sesuai dengan aturan resmi
2. Pensterilisasian wadah dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.01/ERT
II.2. Pembuatan Aqua pro Injection
1. Melakukan pembuatan Aqua Pro Injection sesuai dengan aturan resmi
2. Pembuatan Aqua Pro Injection dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.02/ERT
II.3. Penimbangan bahan
1. Melakukan penimbangan bahan dan mencatat hasil penimbangan sesuai
2. Penimbangan bahan dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.03/ERT
II.4. Pencampuran
1. Melakukan proses pencampuran bahan yang telah ditimbang dan hasilnya dicatat
2. Pencampuran bahan dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai1k no. 04/ERT
II.5. Pelarutan
II.6. Pengisian
II.7. Pengemasan
1. Menyiapkan produk untuk dikemas dan mencatat kondisi pengemasan
II.8. Evaluasi sediaan
II.9 Penyerahan produk jadi
1. Menyiapkan produk jadi untuk diserahkan dan produk
2. Siap untuk dipasarkan

II.10 Evaluasi
1. Potensi atau kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll
2. pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat dengan wadah
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 oC). Suhu tinggi menyebabkan penguraian
4. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 3-5 tahun. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan mikroorganisme.
5. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan
6. Toksisitas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan
7. Evaluasi wadah

Namun pada praktikum kali ini uji evaluasi yang hanya dilakukan adalah :
1. Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni bening.
2. pH
Tidak terjadi perubahan pH. pH sediaan tetap direntang 2,8-3.
3. Evaluasi Larutan
Homogenitas : zat aktif terlarut secara homegen dengan pelarutnya.
Bebas Partikel Melayang : Tidak terdapat partikel yang melayang dalam sediaan tetes mata.

II.11 Etiket











BAB III
PEMBAHASAN



















BAB IV
KESIMPULAN



















DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Sulistiawati, Farida M.Si, Apt. dan Suryani, Nelly M.Si, Apt. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta.
The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan, Drs, dkk. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.









LAMPIRAN

Tidak ada komentar: