Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Vit.E laporan 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntuikkan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan.
Obat–obat dapat disuntikkan ke dalam hampir seluruh organ atau bagian tubuh termasuk sendi (intaarticular), ruang cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan spinal(intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalm otot (intramuskular), ke dalam kulit (intradermal) atau di bawah kulit (subkutan).

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.
1.3 Tujuan Formulasi Sediaan
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Dasar
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari bahasa yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral.

Syarat-syarat obat suntik :
Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
Sedapat mungkin isohidri
Sedapat mungkin isotonis
Harus steril
Bebas pirogen

Menurut rute pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan sebagai berikut
Injeksi Intravena (iv)
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan atau tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air. Volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan injeksi iv, harus jernih betul dan bebas dari endapan atau pertikelpadat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian.
Injeksi Subkutan
Umumnya larutannya isotonis, pH nya sebaiknya netral dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. disuntikkanpada jaringan dibawah kulit ke dalam alveola.
Injeksi Intramuskular
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntukkan masuk ke otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml.

Injeksi Intradermal
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0.1-0.2 ml).

Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100 mL Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat tambahan lain. Air ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang diinginkan.

Pelarut dan Pembawa Bukan Air
Minyak : Olea neutralisata ad injectionem
Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati atau ester asam lemak tinggi, alam atau sintetik harus jernih pada suhu 10oC.

Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Harus jernih pada suhu 10oC
2. Tidak berbau asing atau tengik
3. Bilangan asam 0,2-0,9
4. Bilangan iodium 79-128
5. Bilangan penyabunan 185-200
6. Harusbbebas minyak mineral
Macamnya :
• Oleum Arachidis (minyak kacang)
• Oleum Olivarum (minyak zaitun)
• Oleum Sesami (minyak wijen), dan sebagainya

Syarat-syarat untuk ini adalah
• Tingkat kemurnian yang tinggi
• Bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah.
• Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.

Sebelum memakainya, kita netralkan minyak-minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol supaya tidak merangsang. Pemakaiannya secara intravena tidak dimungkinkan karena tidak tercampurkannya dengan serum darah dan dapat menyebabkan emboli paru-paru. Oleh karena itu, penggunaannya hanya ditujukan untuk preparat injeksi intramuscular dan subkutan. Larutan atau suspensi minyak mempunyai wakru kerja lama ( depo ), sering sampai 1 bulan penyerapan obat dalam membebaskan bahan penyerapan obat dan membebaskan bahan aktifnya secara lambat.
Minyak hewan atau minyak kaki sapi, diperoleh dari perdagangan hasil pemurnian lapisan lemak kuku sapi atau tulang kaki bawah. Fraksi yang diperoleh melalui pengepresan dingin digunakan sebagai bahan pelarut obta injeksi yang dapat diterima tubuh tanpa rangsangan. Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad injectione.

II.2 Pengkajian Praformulasi
Nama bahan aktif : Vitamin E
Sinonim : Tokoferol
Dosis Lazim : 1 – 2 mg/Kg.BB
1) Organoleptis
Warna : Kuning atau kuning kehijauan
Bau : Tidak berbau
Rasa : Tidak berasa
Bentuk : Minyak kental jernih
2) Sifat dan Kelarutan
Dalam air : tidak larut
Dalam ethanol : Larut
Dalam chloroform : Sangat mudah larut
Minyak Nabati : larut
3) Stabilitas
Terhadap oksidasi-reduksi : Dalam larutan mudah teroksidasi
Terhadap cahaya : Tidak stabil



Sifat kimia
Rumus molekul : C29H50O2
Rumus bangun :



OTT : benzyalkohol
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Farmakodinamik
Sebagai antioksidan, mencegah oksidasi bagian sel yang penting atau mencegah terbentuknya hasil oksidasi yang toksik (hasil peroksidasi asam lemak tidak jenuh).Defisiensi biasanya lebih sering disebabkan oleh gangguan absorpsi, misalnya steatore, obstruksi biliaris dan penyakit pankreas. Bayi prematur dengan makanan yang kaya asam lemak tidak jenuh ganda dan kurang vitamin E akan mengalami lesi kulit, anemia hemolitik dan udem.
Farmakokinetik
Diabsorpsi baik melalui saluran cerna. Dalam darah terutama terikat dengan beta lipoprotein dan didistribusi ke semua jaringan. Kebanyakan diekskresi secara lambat ke dalam empedu, sedangkan sisanya diekskresi melalui urine sebagai glukuronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain.
Indikasi
Pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hidrogen peroksida (pada bayi prematur dengan berat badan yang rendah, pada penderita-penderita dengan sindrom malabsorpsi dan steatore, dan penyakit dengan gangguan absorpsi lemak).

Rute Pemberian
Vitamin E tidak larut dalam air. Namun vitamin E memiliki kelarutan yang dapat larut di dalam minyak. Sehingga vitamin E termasuk pada larutan sejati dengan pembawa bukan air. Maka dapat diberikan dengan rute pemberian intra muskular.

II.3 Bahan Tambahan
a) Oleum Arachidis
Minyak kacang adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh pemerasan biji Arachis hypogea L yang telah dimurnikan.

Pemerian : Bentuk cairan; Warna kuning pucat; Bau bau khas lemah; Rasa tawar
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dan dalam minyak tanah P.
Bobot per ml : 0,911 g sampai 0,915 g
Indeks bias : 1,468 sampai 1,472
Bilangan asam : tidak lebih dari 0,5
Bilangan iodium : 85 sampai 105
Bilangan penyabunan : 188 sampai 196
Fungsi : Zat pembawa, zat pelarut









BAB III
METODE PEMBUATAN

III.1 Data Zat
Daftar Obat Dosis Lazim Kelarutan Jenis Sterilisasi Khasiat
Vitamin E 1 -2 mg/kg BB
Tidak larut dalam air; larut dalam ethanol; sukar mudah larut dalam kloroform, larut dalam eter, larut dalam minyak nabati. Pada suhu 1500 C selama 1 jam dalam oven (aseptis). Antioksidan, melindungi kerusakan membran biologis akibat radikal bebas, dll.

Data Bahan Tambahan

Daftar Zat Dosis Lazim Kelarutan Jenis Sterilisasi Khasiat
Oleum Arachidis (Minyak Kacang)
Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak tanah P.
Pada suhu 1500 C selama 1 jam dalam oven (aseptis). Sebagai pelarut







III.2 Formulasi Standar dari Fornas :
Tiap ml mengandung
R/ Tokoferol 100 mg
Oleum pro injection ad 5 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda
Dosis : Diberikan secara Intra Muskular atau sehari
Catatan 1. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi Aseptis

III.3 Usul dan Penyempurnaan Sediaan

Masalah Yang diinginkan Alternatif Pilihan Alasan
Zat aktif tidak larut dalam air. Zat aktif larut dengan pelarut bukan air yang jenis pelarutnya cocok dengan zat aktif Pelarut bukan air jenis :
• Dengan pelarut minyak
• Dengan pelarut campur
• Dengan pelarut alkohol Injeksi bukan air dengan pelarut minyak Vitamin E lazim dibuat sediaan injeksi dengan pelarut minyak dan cocok terhadap minyak-minyak alam.
Zat aktif dibuat sediaan injeksi dengan pelarut minyak yang merupakan sediaan parenteral, dengan banyak rute pemberian Zat aktif cepat mencapai efek terapetik menggunakan rute pemberian yang sesuai Dipilih rute pemberian secara :
• Intravena
• Subcutan
• Intramuskular
• Intraarteri Intramuskular Karena larutan memiliki basis minyak, bersifat asam
Zat aktif dibuat sediaan berupa injeksi yang pembuatannya harus steril Sediaan bebas pirogen dan mikroorganisme menggunakan metode sterilisasi yang sesuai
Dilakukan sterilisasi
• Akhir dengan autoklaf
• Aseptis Sterilisasi aseptis Karena zat aktif tidak tahan terhadap proses pemanasan suhu tinggi

Zat aktif dilarutkan oleh zat pembawa berupa minyak. Minyak yang digunakan banyak macamnya Dipilih pembawa dengan minyak yang cocok Menggunakan jenis minyak :
• Oleum Arachidis
• Oleum Sesami
• Oleum Olivarum Oleum Arachidis Oleum ini tidak OTT terhadap zat aktif; mudah didapat; dan lazim digunakan.
Penandaan berdasarkan golongan obat bermacam-macam
Penandaan golongan yang sesuai sebagai petunjuk penggunaan konsumen  Obat keras


 Obat bebas terbatas


 Obat bebes





Karena penggunaan sediaan injeksi harus dengan resep dokter dan perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis sehingga merupakan golongan obat keras



III.4 Alat dan Cara Sterilisasinya
Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi Waktu
Kaca arloji 1 Oven 170oC 30 menit
Erlenmeyer 1 Oven 170oC 30 menit
Beacker glass 1 Oven 170oC 30 menit
Krustang 1 Oven 170oC 30 menit
Batang pengaduk 1 Oven 170oC 30 menit
Vial 2 Oven 170oC 30 menit
Pipet 1 Autoklaf (115 - 116oC) 30 menit
Gelas ukur 2 Autoklaf (115 - 116oC) 30 menit
Cawan penguap 2 Autoklaf (115 - 116oC) 30 menit


III.5 Formula Akhir
R/ Vitamin E 100 mg
Oleum Arachidis ad 5 ml

III.6 Perhitungan Bahan
Oleum pro injection yang digunakan
(n+2)v’ + (2x3) ml
(2+2)5,5 + (2x3) ml
= 16,5 +6 ml
= 28ml ≈ 30 ml
Jadi oleum pro injection yang dibutuhkan adalah 30 ml
Penimbangan bahan
Tokoferol = 100mg x 2 vial = 200mg
Oleum Arachidis = 30ml / 2 ampul


III.7 Prosedur Pembuatan

1. Alat dan bahan disiapkan
2. Semua alat- alat yang digunakan disterilkan dengan oven dan autoklaf sesuai petunjuk sterilisasi alat diatas. Vial yang akan digunakan sebelumnya dikalibrasi menggunkan minyak dengan volume 5,5 ml.
3. Oleum arachidis disterilisasi sebelumnya.
4. Vitamin E ditimbang, lalu dilarutkan dengan sebagian oleum arachidis.
5. Bahan-bahan yang telah disterilkan dicampurkan satu persatu lalu dimasukkan kedalam gelas ukur dan ditambah oleum pro injection sampai volume 3/5 nya, yaitu 20 ml
6. Setelah itu sisa oleum pro injection 2/5 nya (8ml)digunakan untuk membilas alat yang digunakan untuk melarutkan bahan-bahan, lalu oleum tersebut dimasukan kedalam gelas ukur , diaduk homogen.
7. Dimasukkan kedalam vial yang sebelumnya telah dikalibrasi terlebih dahulu sebayak 5,5 ml
8. Vial ditutup rapat dengan alat penutup vial
9. Diberi etiket












BAB IV
EVALUASI

1. Potensi/kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll
2. pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat dengan wadah
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 oC). Suhu tinggi menyebabkan penguraian
4. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah 3-5 tahun. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau pertumbuhan mikroorganisme.
5. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan
6. Toksisitas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan
7. Evaluasi wadah

Namun pada praktikum kali ini uji evaluasi yang hanya dilakukan adalah :
1. Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni kuning pekat.


2. Evaluasi wadah
Wadah yang digunakan cukup rapat dan baik yakni tidak mengalami kebocoran. Vial yang digunakan vial bening yang seharusnya ditutup dengan kardus karena zat aktif bila terkena cahaya akan teroksidasi, tetapi karena keterbatasan waktu dan alat, kami tidak menggunakan kardus tersebut.

























BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum steril kali ini, kami membuat sediaan injeksi steril dengan pelarut bukan air. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan injeksi, antara lain zat aktif, pembawa, zat tambahan seperti antioksidan dan zat pengawet, serta wadah yang digunakan. Zat aktif yang kami gunakan dalam sediaan injeksi steril kali ini adalah Vitamin E. Dilihat dari kelatutannya vitamin E tidak larut dalam air dan larut dalam minyak nabati oleh karena itu digunakan pembawa minyak.
Pembawa minyak yang sering dapat digunakan banyak diantaranya oleun sesami, oleum arachidis, oleum olivarum, minyak jagung,dan lain-lain. Kami memilih oleum arachidis sebagai pembawa minyak sediaan injeksi vitamin E yang buat menggunakan oleum arachidis karena selain sebagai pembawa, Oleum Arachidis juga memenuhi persyaratan minyak untuk sediaan injeksi (bilangan asam oleum arachidis yaitu tidak lebih dari 0.5, bilangan iodium antara 85 sampai 105, dan bilangan penyabunan antara 188 sampai 196) serta tidak OTT dengan vitamin E serta bahan tambahan lainnya.

Adapun persyaratan oleum pro injection yaitu :
• Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati / ester asam lemak tinggi, alam / sintetik, harus jernih pada suhu 100 C.
• Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9.
• Bilangan iodium tidak kurang dari 79 dan tidal lebih dari 128.
• Bilangan penyabunan tidak kurang dari 185 dan tidak lebih dari 200 Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik.
• Tingkat kemurnian harus tinggi.
• Bilangan asam dan peroksida yang rendah.
• Sebelum memakainya kita netralkan dulu minyak dari asam lemak bebas melalui pengocokan dengan etanol.



Pemberian secara perenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Rute pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata terhadap formulasi yang dibuat. Rute pemberian untuk vitamin E intramuskular. Hal ini dikarenakan bahwa apabila diberikan secara intravaskulat (iv), akan menimbulkan reaksi syok anafilaksis serta penggumpalan pada pembuluh darah oleh minyak sebagai zat pembawa.
Sediaan vitamin E dapat dibuat dalam sediaan parenteral, maka maka untuk stabilitas zat aktif dibuat dalam volume kecil yang harus bebas dari mikroba dan diusahakan bebas pirogen.
Pada formulasi kami tidak menambahkan antioksidant karena vitamin E sudah mengandung antioksidan. Kami tidak menggunakan pengawet karena biasanya mikroba jarang ada yang tumbuh di minyak.
Proses sterilisasi yang kami lakukan adalah sterilisasi aseptis, yaitu suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan dan ditujukkan untuk bahan/zat aktif yang tidak tahan pemanasan/rusak dengan pemanasan.
Bahan yang akan digunakan juga sebelumnya disterilisasi yaitu oleum arachidis disterilisasi didalam oven selama 1 jam pada suhu 1500C. Namun dalam prakteknya waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi bahan yang digunakan dikurangi menjadi 10 menit saja karena keterbatasan waktu praktikum.
Vitamin E mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap cahaya, maka pemilihan wadah yaitu vial yang bening dan nantinya ditutup dengan kardus untuk menghindari rusaknya zat aktif dari pengaruh cahaya.
Menurut aturan resmi, vial yang berisi volume 5 ml, perlu ditambahkan volume berlebih sebanyak 0,5 ml, karena pembawa yang digunakan adalah larutan kental sehingga volume total sediaan pada vial menjadi 5,5 ml untuk mencegah zat yang tinggal dalam vial atau jarum suntik sehingga saat pemberian kepada pasien, jumlah obat yang diinjeksikan tetap sesuai dosis yang diperlukan.
Penandaan obat sediaan injeksi vitamin E yang digunakan adalah label obat keras, karena pada umumnya pemberian sediaan injeksi perlu dilakukan oleh tenaga ahli medis dan harus dengan resep dokter untuk menghindari penyalahgunaan sediaan.



























BAB VI
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
• Sediaan injeksi steril Vitamin E merupakan jenis injeksi dengan pelarut minyak.
• Pelarut minyak yang digunakan dalam sediaan injeksi vitamin E ini adalah oleum arachidis.
• Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi secara aseptis dimana zat aktif, bahan-bahan tambahan dan alat-alat disterilkan terlebih dahulu sebelum dibuat sediaan injeksi vitamin E tersebut.
• Hasil evaluasi sediaan injeksi vitamin E sebagai berikut :
Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni kuning pekat.
Evaluasi wadah
Wadah yang digunakan cukup rapat dan baik yakni tidak mengalami kebocoran. Vial yang digunakan vial bening yang seharusnya ditutup dengan kardus karena zat aktif bila terkena cahaya akan teroksidasi tetapi karena keterbatasan waktu dan alat, kami tidak menggunakan kardus tersebut.

VI.2 Saran
Kami harus lebih teliti lagi dalam menimbang, mencampurkan dan melarutkan bahan-bahan. Dan kami harus memperhatikan dalm menyiapkan alat-alat yang akan digunakan.




DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.
Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.


















LAMPIRAN
ETIKET



98

Tidak ada komentar: