Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Vit.C Laporan 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
 Mengetahui cara membuat sediaan injeksi volume kecil pelarut air
 Mengetahui metode-metode pembuatan injeksi vitamin C

1.2 Teori dasar
a. Definisi Sediaan Parenteral dan Sediaan Injeksi
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Meskipun demikian, perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin (Perancis) dan Friedlaeder (Jerman), seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapetik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan, atau organ.
Asal kata injeksi dari injectio yang berarti memasukkan ke dalam sedangkan infusio berarti penuangan ke dalam.
Keuntungan dan Kelemahan pemberian obat secara parenteral,
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja yang cepat)
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
4. kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan
5. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma
Kelemahan :
a. Rasa nyeri pada saat disuntik
b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah pemberian intravena
d. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktik dokter oleh dokter dan perawat yang berkompeten

b. Persyaratan sediaan parenteral
Kerja optimal larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
a. Sesuai dengan kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimiawi dan lain sebagainya
b. Penggunaan wadah yang cocok sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara bahan obat dan material dinding wadah
c. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi
d. Bebas kuman
e. Bebas pirogen
f. Isotonis
g. Isohidris
h. Bebas partikel melayang

c. Klasifikasi sediaan injeksi
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
2. Larutan ejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi phenobarbital
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi Bismuthsubsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol

d. Komponen Larutan obat suntik
1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
3. Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :
- Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol, gliserin.
- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
- Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
- Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
- Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
- Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah kelarutan steroid.
b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH >9, jaringan mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan NaNO3.
d. Antioksidan
- Asam ascorbic 0,1%
- BHA 0,02%
- BHT 0,02%
- Natrium Bisulfit 0,15%
- Natrium Metabisulfit 0,2%
- Tokoferol 0,5%
- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
e. Bahan Pengawet (preservatives)
- Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%
- Benzyl alkohol 2%
- Chlorobutanol 0,5%
- Chlorocresol 0,1-0,3%
- Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%
- Fenol 0,5%
f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan obat .

e. Tonisitas larutan obat suntik
 Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
 Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan ).
 Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut Hemolisa.
 Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut plasmolisa.

f. Proses pembuatan dan proses sterilisasi
 Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunkan dalam pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan lebih dahulu.
 Cara aseptis
Cara ini terbatas penggunaanya pada sedian yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologisnya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
 Sterilisasi panas dengan tekanan atau Sterilisasi uap (autoklaf)
Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 121°C selama 30 menit. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan alat-alat persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
 Sterilisasi panas kering (oven)
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan alat yang disterikan lalu merambat kebagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan mematikan jasad renik meluli mekanisme dehidrasi-oksidasi terhadap mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 170°C selama 30 menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti beaker glass, elenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang pengaduk.

g. Pengujian atau evaluasi obat suntik
Dalam pembuatan sediaan obat suntik, kita perlu melakukan pengujian dengan mengambil beberapa sample dari jumlah produksi setiap kontainer yang dihasilkan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan bermutu baik.
Jumlah sample obat suntik yang diuji atau di evaluasi dari total produksi dan hasil yang diperbolehkan rusak, dapat dilihat pada table dibawah ini :

Jumlah produksi Jumlah sampel Jumlah sample (max) yang diperbolehkan rusak
151-280 32 1
281-500 50 2
501-1.200 80 3
1.201-3.200 125 5
3.201-10.000 200 7
10.001-35.000 315 10
35.001-150.000 500 14

Obat suntik yang telah diproduksi memerlukan pengujian kualitas, meliputi:
1. Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat oleh mata atau secar makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Ampul dimasukkan ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah ampul terwarnai oleh larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan berwarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan pengamatan pada cahaya UV.
2. Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux- 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau hitam. Umur petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa mata.
3. Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.



4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).Bila proses pembuatan menggunakan aseptic,maka SAL =10 -4
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang tertera pada etiket.

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Cairan encer Cairan kental
0,5 ml
1,0 ml
2,1 ml
5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih 0,10 ml (20%)
0,10 ml (10%)
0,15 ml (7,5%)
0,30 ml (6%)
0,50 ml (5%)
0,60 ml (3%)
0,80 ml (2,6%)
2,00 ml (4%) 0,12 ml (24%)
0,15 ml (15%)
0,25 ml (12,5%)
0,50 ml (10%)
0,70 ml (7%)
0,90 ml (4,5%)
1,20 ml (4%)
3,00 ml (6%)

7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu 1050C; timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air, kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 g
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih 10,0
7,5
5,0

8. pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara konvensional) atau dengan alat pH meter.

















BAB II
PRAFORMULASI
A. TINJAUAN PUSTAKA ZAT AKTIF DAN ZAT TAMBAHAN
1. Asam Askorbat
a. Pemerian
Serbuk atau hablur, putih agak kuning, tidak berbau, rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering mantap di udara, dalam larutan dapat teroksidasi
b. Kelarutan
Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena
c. Suhu lebur
Lebih kurang 1900C
d. Rotasi jenis
antara +20,50 dan +21,50, pengujian dilakukan dengan menggunkan larutan 4% b/v
e. Sisa pemijaran
Tidak lebih dari 0,1 %
f. Kestabilan
Larutan disterilkan pada suhu 98 – 1000C dengan penambahan bakterisid dan penyaringan. Stabilitas larutan Asam askorbat selama sterilisasi dengan autoklaf dapat dimaksimalkan dengan penambahan n-hidroksietiletilen asam-diamintriasetik.
g. Khasiat
Antiskorbut
h. Indikasi
Pengobatan dan pencegahan kekurangan vitamin C pada wanita hamil, menyusui, sariawan, anorexia, astenia, pencegahan pendarahan pada gusi.
i. Incompatible
Injeksi asam askorbat inkompatibel dengan aminopilin, estrogen terkonjugasi, natrium bikarbonat
j. Rute Pemberian
Oral, intramuskular

Daftar Obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis Sterilisasi Khasiat
Acidum ascorbicum Anak : Oral;intramuskular
DL sehari : 200-300 mg dibagi dalam 3-4 dosis
Dewasa : Oral;intramuskular
DL sehari : 75 mg- 1 gram biasanya 500 mg Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%)P, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena 5,5 - 7 Fornas :
Cara sterilisasi C (Filtrasi)
Marindale :
Sterilisasi dengan autoklaf 98 –1000C selama 30 menit antiskorbut, defisiensi vitamin C

2. Natrium Hidroksida
a) Rumus molekul
NaOH
b) Pemerian
Berupa butiran-butiran berwarna putih, keras, higroskopis
c) Kegunaan
Sebagai pendapar (adjust pH)
d) Kelarutan
Larut dalam 1 bagian dalam 0,3 air pada suhu 1000C
e) Inkompatibel
NaOH akan bereaksi dengan asam-asam, ester, dll.
3. Benzalkonium Klorida
a) Nama kimia
Alkilbenzildimetilamonium klorida
b) Pemerian
Berupa gel warna jernih, bau aromatis, dan rasanya pahit.
c) Kegunaan
Pengawet antimikroba
d) Kelarutan
Praktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol, air.
e) Inkompatibel
Inkompatibel dengan aluminium, surfaktan anionik,

B. FORMULASI STANDAR DARI FORNAS

Injeksi Vitamin C
Komposisi : Tiap ml mengandung
Acidum ascorbicum 100 mg
Natrii subcarbonas 48 mg
Thiocarbamidum 12 μg
Aqua pro injection hingga 1 ml

Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya
Dosis : Pengobatan : 1 – 2x sehari 1 – 2,5 ml
Pencegahan : 1x sehari 0,5 ml

Catatan :
1. Dapat ditambahkan dinatrium edetat
2. Digunakan air untuk injeksi bebas udara
3. Natrium subkarbonat dapat diganti dengan natrium hidroksida atau natrium carbonat
4. pH 5,0 – 6,5
5. Pada pembuatan, dialiri gas nitrogen atau CO2
6. Disterilkan dengan cara sterilisasi C
7. Sediaan berkekuatan lain : 50 mg

Tak tersatukan zat aktif (OTT)
Injeksi vitamin C inkompatibel dengan aminophilin, estrogen terkonjugasi, natrium bikarbonat

Usul Penyempurnaan Sediaan
 Wadah ampul yang digunakan berwarna gelap untuk mencegah terjadinya oksidasi vitamin C karena pengaruh cahaya.
 Penambahan bahan pengawet karena suhu pada proses sterilisasi akhirnya masih memungkinkan mikroba dapat tumbuh kembali.

Sejumlah alat dan cara sterilisasinya
Nama alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu
Kaca arloji 2 Oven 1700C Dispensasi
Batang pengaduk 1 Oven 1700C Dispensasi
Beackerglass 2 Oven 1700C Dispensasi
Erlenmeyer 2 Oven 1700C Dispensasi
Spatula 1 Oven 1700C Dispensasi
Gelas ukur 2 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
Corong 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
Spuit 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
Pipet tetes 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
Kertas saring 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
Karet pipet 1 Rendam dalam alkohol 96% Dispensasi


Formula akhir
Injeksi Vitamin C
Kekuatan sediaan : 100 mg/1 ml
Komposisi : Acidum ascorbicum 100 mg
Natrium hidroxida 100 mg
Benzalkonium klorida 0,1 mg
Aqua Pro Injeksi 1 ml

Keterangan
Acidum ascorbicum : e = 0,18
Natrium hidroxida : e = 1,445  e= (Liso/ BM) x 17 = (3,4/40) x 17 = 1,445
Benzalkonium klorida : e = 0,16  e= (Liso/ BM) x 17 = (3,4/360) x 17 = 0,16

Perhitungan
1. Rumus Kesetaraan NaCl
= ( 0,1 x 0,18 ) + ( 0,1 x 1,445 ) + ( 1 x 10-4 x 0,16 )
= 0,1625 g
NaCl 0,9% = (0,9/100) x 1 ml = 0,009 g
Hipertonis, maka tidak perlu penambahan NaCl

2. Rumus White- Vincent
V = W x E x 111,1
= [ ( 0,1 x 0,18 ) + ( 0,1 x 1,445 ) + ( 1 x 10-4 x 0,16 ) ]
= 18,05 ml

Pengkajian Formulasi
 Volume yang akan dibuat
( n+2 ) x V + (2 x 3 ) ml
( 3+2 ) x 1,10 + 6 ml
11,5 ml ≈ 25 ml
 Vitamin C yang dibutuhkan
100 mg x 25 ml = 2500 mg = 2,5 g
 NaOH yang dibutuhkan
100 mg x 25 ml = 2500 mg = 2,5 g

 Benzalkonium yang dibutuhkan
0,1 mg x 25 ml = 2,5 mg























BAB III
PROSEDUR KERJA
Metode Pembuatan
A. Penyiapan Aqua Pro Injeksi (API)
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menyiapkan aqua bebas CO2 dan O2 dengan memanaskan aqua destilata selama 30 menit terhitung sejak mendidih lalu dialiri gas nitrogen. Sedangkan untuk pembebasan oksigen, pemanasan ditambah 10 menit lagi sejak mendidih.

B. Pembuatan sediaan injeksi vitamin C
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang zat aktif dan zat tambahan dengan menggunakan kaca arloji, kemudian dimasukkan ke dalam beacker glass. Zat aktif dan zat tambahan dilarutkan dengan API kemudian bilas kaca arloji 2x
3. Menuangkan sedikit API untuk membasahi kertas saring yang akan digunakan untuk menyaring
4. Larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan, adkan dengan air bilasan beackerglass sampai tepat 15 ml, kemudian cek pH larutan zat
5. Memindahkan corong yang telah dilapisi oleh kertas saring ke erlenmeyer yang bersih dan kering
6. Menyaring larutan dalam gelas ukur melalui corong ke dalam erlenmeyer yang telah disiapkan
7. Sisa 19 ml digunakan untuk membilas gelas piala berulang kali. Ditampung dalam gelas ukur, kemudian disaring ke dalam erlenmeyer yang berisi filtrat larutan 15 ml
8. Mengisikan larutan zat ke dalam wadah (dengan menggunakan spuit) dilebihkan 1,1 ml
9. Aliri gas nitrogen (dispensasi)
10. Menutup ampul dengan api
11. Disterilkan dengan autoklaf pada suhu 98 – 1000C selama 30 menit



























BAB IV
EVALUASI SEDIAAN
Evaluasi sediaan injeksi yang telah jadi

 Penampilan
Larutan berwarna jingga, homogen, serta tidak ada partikel yang melayang.
 Kadar pH
Injeksi asam askorat yang kami buat memiliki pH sediaan 12 (sangat basa), kondisi seperti ini dikarenakan penambahan natrium hidroksida yang berlebihan, pH asam askorbat menjadi sangat basa dan warna larutan injeksi juga berwarna orange, akibat reaksi yang terjadi. Seharusnya penambahan NaOH sebagai adjust pH menggunakan larutan NaOH encer, agar kenaikan pH asam askorbat tidak signifikan.
 Kebocoran
Evaluasi kebocoran ampul, tidak kami lakukan, dikarenakan ampul yang berisi larutan injeksi tidak dapat ditutup karena ketidaksediaan api untuk membakar tutup ampul, sehingga proses sterilisasi akhir pun tidak berjalan.












BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi steril kali ini, kelompok kami mengerjakan sediaan injeksi asam askobat (vitamin C) dengan metode sterilisasi akhir. Dengan menggunakan formula
a. asam askorbat sebagai zat aktif,
b. natrium hidroksida sebagai buffer (adjust),
c. benzalkonium klorida sebagai pengawet dan
d. aqua pro injeksi sebagai pembawa sediaan.
Menurut FORNAS (Formularium Nasional) asam askorbat dapat dibuat dengan menggunakan metode filtrasi dan sterilisasi akhir (metode A dan C), kelompok kami menggunakan sterilisasi akhir dengan pertimbangan zat aktif tahan dan stabil terhadap suhu pemanasan yang tinggi. Alasan penggunaan natrium hidroksida sebagai buffering agent dan benzalkonium klorida sebagai pengawet karena compatibel dengan zat aktif dan larut dalam air. Sediaan di buat dalam pembawa aqua pro injeksi karena zat aktif bersifat larut air.
Pada proses pembuatan injeksi, kami menggunakan cara Intermediate ad (IAD), yaitu suatu cara yang melibatkan pengukuran sebanyak 2x pada tahap pembuatannya. Pada praktikum kali ini, kami membuat volume larutan 25 ml, maka 15 ml digunakan untuk intermediate ad dan sisa 10 ml digunakan untuk membilas wadah, yang kemudian kedua volume disatukan pada tahap akhir.
Evaluasi sediaan yang dapat kami lakukanya setelah sediaan injeksi selesai dibuat, adalah evaluasi penampilan sediaan injeksi yang dihasilkan diperoleh larutan bening berwarna orange, ini dikarenakan telah terjadi reaksi asam dengan basa yang menyebabkan perubahan warna pada injeksi vitamin C. Seharusnya larutan injeksi vitamin C berwarna bening. Dengan kadar pH 12 (kondisi sangat basa) seharusnya larutan injesi vitamin C yang ideal dan stabil pada pH 6-6,5. hal ini dikarenakan penggunaan natrium hidroksida padat sebagai buffering agent yang berlebihan, seharusnya mengadjust pH sediaan dengan menggunakan larutan natrium hidroksida encer, dan digunakan dengan sangat hati-hati, karena sifat basa NaOH tinggi, dalam penggunaan yang sedikit, kenaikan pH dapat langsung cepat berubah menjadi basa seharusnya penggunaannya diteteskan sedikit demi sedikit sambil pengecekan pH sampai pH yang diinginkan.
Sementara untuk tonisitas sediaan didapatkan dari perhitungan rumus kesetaraan NaCl nilai tonisitas vitamin C yang didapatkan 0,1625 g sementara nilai NaCl 0,9 % yang dibutuhkan 0,009 g, ini berarti bahwa vitamin C telah hipertonis dan tidak perlu penambahan NaCl. Kemudian untuk evaluasi kebocoran ampul dan proses sterilisasi akhir tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan alat yang diperlukan. Hanya dapat menguji pH sediaan apakah pH sediaan telah cocok dengan pH cairan di dalam tubuh. Untuk praktikum selanjutnya, diharapkan dapat melakukan proses sterilisasi akhir dan dapat menguji semua evaluasi untuk sediaan injeksi.
















BAB VI
KESIMPULAN
 .Pembuatan sediaan injeksi asam askorbat menggunakan metode sterilisasi akhir.
 Formula yang digunakan, yaitu asam askorbat sebagai zat aktif, natrium hidroksida sebagai buffering agent, benzalkonium klorida sebagai pengawet dan aqua pro injeksi (API) sebagai pembawa.
 Evaluasi sediaan steril injeksi adalah uji penampilan sediaan, kadar pH, tonisitas, kebocoran ampul dan sterilitas sediaan.




















DAFTAR PUSTAKA

Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik Indonesia.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press



















LAMPIRAN
Brosur

ASCORBAT Injection
Vitamin C 100 mg/mL

Komposisi :
Tiap ml mengandung vitamin C ............................................................................. 100 mg

Indikasi :
Pengobatan dan pencegahan kekurangan vitamin c pada wanita hamil dan menyusui, sariawan, anoreksia, astemia, pencegahan dan pendarahan gusi, fragility.

Efek Samping :
Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare, serta meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan di ekskresi sebagai oksalat. Penggunaan kronik vitamin C dosis sangat besar dapat menyebabkan ketergantungan.
Interaksi Obat :
• Vit C-pil KB : Resiko hamil dapat meningkat jika digunakan vit C 1g/hari dan menghentikan penggunaan vit C secara tiba-tiba.
• Vit C-Vit B12 : Aktivitas vitamin B12 menurun
• Vit C-Besi : Penyerapan besi meningkat

Dosis :
Anak-anak 1xH = 200 mg – 300 mg dibagi dalam 3 – 4 dosis
Dewasa 1xH = 74 mg – 1 gram
Penyimpanan :
Simpan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya

Kemasan :
Box, 2 ampul @ 1 ml No. Reg. DKL 0604121804 A1

Diproduksi oleh: PT. NAFTALEN PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia



Etiket

Tidak ada komentar: