Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Kortison 3

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
LARUTAN INJEKSI KORTISON ASETAT
21 April 2010


















PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
I. ZAT AKTIF

Cortisoni Acetas
Kortison Asetat







21-asetoksi-17α-hidroksi pregn-4-en-3,11,20-trion

C23H30O6 BM 402,49

Kortison asetat mengandung tidak kurang dari 97.0 % dan tidak lebih dari 102.0 % C23H30O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau praktis putih; tidak berbau. Mantap di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol (95 %) P; mudah larut dalam kloroform P; sangat sukar larut dalam aseton P; larut dalam dioksan P.
Indikasi: Terapi substitusi meliputi insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia, adrenal congenital, insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis. Terapi non endokrin meliputi karditis reumatik, penyakit ginjal, penyakit kolagen, asma bronchial dan penyakit ginjal.
Kontraindikasi: Diabetes militus, tukak peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi dan gangguan system kardiovaskular.
Efek samping: Insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan malaise.
Dosis: Berdasarkan Farmakope III
1xp= 150 mg
1xh= 400 mg


II. FORMULASI FORNAS
Cortisoni Injectio – Injeksi Kortison
Komposisi : Tiap ml mengandung:
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya
Dosis : Im, sehari 2 ml sampai 16 ml, dalam dosis bagi
Catatan : 1) Digunakan kortison asetat serbuk sangat halus
2) pH 5,0 sampai dengan 7.2
3) Dibuat dengan teknik aseptik
4) Pada etiket harus juga tertera: “tidak untuk intravenous”
III. FORMULASI
Cortison acetas 25 mg
Polysorbatum 80 4 mg
Carboxymethylcellulosum Natrium 3 mg
Natrii chloridum 9 mg
Benzylalcoholum 9 mg
Aqua pro injectione hingga 1 ml

IV. PERHITUNGAN
E kortison asetat = = = 0,076
E polisorbat 80 = 0,02
E Na CMC = 0,03
E NaCl = 1
E benzyl alcohol = 0,17
Karena kortison tidak larut, maka ia tidak diperhitungkan dalam perhitungan isotonis.
V = W x E x 111,1
= (0,004g x 0,02 x 111,1)+(0,003g x 0,03 x 111,1)+(0,009g x 1 x 111,1)+ (0,009g x 0,17 x 111,1)
= 1,1888 ml (Hipertonis)

V. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat Sterilisasi Suhu dan Waktu Literatur
1. Beker glass 50ml dan 100ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
2. Erlenmeyer 50ml dan 100ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
3. Gelas ukur 10ml dan 25ml Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
4. Kaca arloji Oven 1500 C, 30 menit FI IV
5. Batang Pengaduk Oven 1500 C, 30 menit FI IV
6. Spatula Oven 1500 C, 30 menit FI IV
7. Ampul Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
8. Pipet Direndam alcohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
karet pipet Direbus dengan air mendidih 30 menit Watt 1/45
9. Spuit Direndam alcohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
10. Kertas saring Autoklaf 1210 C, 30 menit FI IV
11. Corong pisah Oven 1500 C, 30 menit FI IV
12. Pinset Oven 1500 C, 30 menit FI IV
13. Krustang Oven 1500 C, 30 menit FI IV
14., Spatula Direndam alkohol Suhu kamar, 30 menit Watt 1/45
15. Mortir Dibakar dengan etanol95% - -

B. BAHAN
Kortison asetat
Polisorbat 80
Na CMC
NaCl
Benzyl alcohol

VI. PROSEDUR KERJA
1) Sterilisasi alat dengan cara yang telah diuraikan di atas.
2) Na-CMC dikembangkan dalam 2 bagian air hangat sampai menjadi mucilago.
3) Lalu eksipien lainnya disuspensikan ke dalam mucilago.
4) Sterilisasi eksipen yang telah disuspensikan ke mucilago dan tween 80 ke dalam autoklaf (121oC selama 15 menit).
5) Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan pembawa yang telah disterilkan (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus.
6) Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi.
7) Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi.

VII. EVALUASI
1. Kekedapan
Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%), ditambahi 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm sodium hydrochloiride. Bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70mmHg (0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15 menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan berwarna akan masuk dan mewarnai ampul sehingga menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna, diuji dengan larutan berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan pada sinar UV.

2. Kejernihan
Ampul diputar 1800 secara berulang-ulang didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya. Dengan demikian, serpihan gelas akan berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu berkumpul didasar ampul. Bahan melayang akan berkilauan jika terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux – 3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam.

3. Kadar Zat Aktif
Volumetrik, spektrofotometer, HPLC, atau standar farmakope

4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji pada setiap kelompok dan masing-masing farmakope berbeda-beda. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila sterility Assurance Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptic maka SAL = 104.

5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.

6. Volume Terpindahkan
Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan.

7. pH
Menggunakan indicator pH universal dan pH meter

8. Homogenitas
Diberlakukan untuk suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogen setelah penggocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat viscometer Brookfield, sedangkan pengujian emulsi dilakukan secara visual.

9. Toksisitas
Uji BSLT LD¬50

VIII. HASIL PERCOBAAN DAN EVALUASI
Pada percobaan ini, kami membuat dua ampul suspensi injeksi masing-masing 5 ml. Terhadap hasil percobaan, kami melakukan hanya dua evaluasi, yaitu
1) Uji pH
Uji pH kami lakukan menggunakan indikator pH universal. pH sediaan berdasarkan evaluasi adalah 6. pH ini telah sesuai dengan rentang stabil pH sediaan.
2) Volume terpindahkan
Volume terpindahkan seharusnya telah terhitung saat membuat sediaan. Volume sediaan per vial adalah 5 ml. Berdasarkan referensi farmakope Indonesia edisi III, untuk sediaan kental volume 5 ml, perlu ditambahkan 0.5 ml sehingga volume total per vial adalah 5.5 ml. Setelah uji pemindahan menggunakan spuit, volume yang ikut terukur setelah dipindah adalah 5 ml. Hal ini menunjukkan kesesuaian yang baik dengan literatur.

IX. PEMBAHASAN
Sediaan injeksi tidak selalu berupa larutan air. Selain terdapat juga larutan dengan pelarut non air, terdapat pula sediaan injeksi berupa suspense dan emulsi. Masing-masing zat aktif memiliki spesifikasi kelarutan berbeda berdasarkan stabilitasnya. Ada beberapa zat aktif yang tidak larut dan stabil dalam air. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat digunakan pelarut non air, dibuat suspensi,atau dibuat emulsi. Zat aktif yang disuspensikan biasanya karena zat tersebut tidak larut air namun membutuhkan pembawa air. Zat aktif disuspensikan dengan membuat mucilage dari suspending agent yang sesuai.
Zat aktif yang kami gunakan dalam praktek ini adalah kortison. Bahan yang digunakan adalah bentuk asetat dari kortison karena kortison asetat memiliki kelarutan lebih baik dalam air sehingga lebih mudah melarut dalam air meskipun masih termasuk kriteria tidak larut. Jadi, berdasarkan sifat tersebut dan informasi dari beberapa literatur, kami memilih membuat sediaan injeksi kortison asetat berupa suspensi. Kami juga menggunakan formulasi yang telah familiar, yaitu formulasi berdasarkan FORNAS.
Sebagai suspending agent, kami menggunakan CMC-Na. CMC-Na merupakan suatu suspending agent yang baik karena ia membentuk mucilago dengan penampilan baik atau lebih jelasnya ia membentuk mucilago gel bening yang tidak terlalu mengganggu warna sediaan.
Suatu suspensi harus berkriteria zat-zat yang disuspensikan harus mudah tersuspensi kembali saat dilakukan pengocokan. Kortison asetat merupakan zat yang sulit dibasahi, sehingga perlu adanya tambahan zat yang mampu menurunkan tegangan permukaan antara zat aktif dengan air yang dikenal dengan istilah wetting agent. Wetting agent yang kami gunakan adalah polysorbat 80. Wetting agent mempermudah partikel-partikel tersuspensi kembali setelah mengendap saar penyimpanan dalam waktu yang lama.
Selain itu, kami menggunakan bahan tambahan lain seperti benzyl alkohol yang berguna sebagai pengawet karena sediaan merupakan sediaan dosis berulang dan dapat pula berfungsi sebagai anestesi saat penyuntikan untuk menghilangkan rasa sakit. Sebagai pengisotoni, kami menggunakan NaCl. Hasilnya, sediaan bersifat hipertonis. Keadaan ini dapat diterima untuk sediaan suspensi injeksi untuk tujuan intramuskular.
Proses pembuatan sediaan dilakukan dengan teknik aseptis sehingga membutuhkan sterilisasi awal. Beberapa alat yang digunakan dalam proses pembuatan di white area disterilisasi terlebih dahulu menggunakan alat yang sesuai dengan karakteristik komponen penyusun alat. Hal ini telah diuraikan dalam tabel sebelumnya. Saat sterilisasi awal, kami membuat mucilago terlebih dahulu yang terdiri dari CMC-Na, beberapa bagian dari API yang dibutuhkan. Selain itu, pada wadah berbeda, kami mendispersikan kortison asetat dalam air disertai tambahan polysorbat 80 dan benzyl alkohol. Mucilago dan campuran kortison asetat, air, dan bahan lain ditempatkan masing-masing dalam beaker glass lalu disterilisasi dengan autoklaf dengan suhu 121oC. Proses ini membutuhkan waktu 15 menit. Sebetulnya, berdasarkan pengalaman percobaan sebelumnya, kortison asetat dapat disterilkan dalam keadaan kering, tanpa perlu didispersikan dalam air terlebih dahulu, tidak perlu ada kekhawatiran menjadi gosong/ abu.
Setelah masing-masing disterilisasi, campuran kortison asetat dimasukkan ke dalam mucilago CMC-Na sambil langsung diaduk sampai homogen. Dari sediaan yang dihasilkan, tampak beberapa pertikulat dapat terlarut sehingga partikulat yang masih terlihat hanya sedikit meskipun pada dasarnya, kortison asetat masih merupakan zat yang sangat tidak larut. Ternyata, setelah peninjauan ulang pasca pembuatan, kami menggunakan zat aktif yang salah. Lebih jelasya, kami menggunakan zat lain yang tidak sesuai dengan yang dituliskan pada etiket di wadah stok bahan baku laboratorium (KORTISON ASETAT). Dapat diperkirakan, zat yang kami gunakan dalam percobaan ini memiliki kelarutan yang jauh lebih besar daripada kortison asetat.
Evaluasi lain yanng kami lakukan selain evaluasi penampilan adalah evaluasi pH. Uji pH menggunakan indikator universal menunjukkan sediaan memiliki pH 6. Nilai pH ini masuk dalam rentang pH stabil sediaan, yaitu antara 5 dan 7.

X. KESIMPULAN
1) Kortison asetat merupakan senyawa yang tidak larut air. Berdasarkan karakteristik ini, untuk tujuan injeksi, kortison asetat dibentuk sediaan supensi.
2) Eksipien yang digunakan antara lain CMC Na sebagai suspending agent, benzyl alcohol sebagai pengawet dan anastesi, polisorbat 80 sebagai wetting agent, dan NaCl sebagai pengisotoni.
3) Sterilisasi injeksi kortison asetat ini di sterilisasi dengan sterilisasi awal.
4) Hasil yang diperoleh kurang baik dikarenakan kortison asetat yang digunakan bukanlah kortison asli, zat aktif pada tempat yang berlabelkan kortison asetat ternyata bukan kortison asetat.
5) Evaluasi yang dilakukan adalah uji pH, pH yang diperoleh adalah 6. Nilai ini sesuai dengan rentang nilai yang telah ditentukan yaitu pH 5-7.


XI. DAFTAR PUSTAKA
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 1998. ISO Indonesia. Volume 32. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nelly Suryani dan Farida Sulistiawati. 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen Kesehatan RI
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eight edition. London : The Pharmaseutical Press.
Tjay, Tan Hoan,dkk. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia
Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Excipients. Second edition. Washington : American Pharmaseutical Association








LAMPIRAN
Brosur
KORSET®
INJEKSI SUSPENSI KORTISON ASETAT
Kortison Asetat 25mg/mL
Komposisi :
Tiap ml mengandung Kortison Asetat ...................................................................... 25 mg
Indikasi : Terapi substitusi meliputi insufisiensi adrenal kronik, hyperplasia, adrenal congenital, insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis
Efek Samping : Insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan malaise.
Kontraindikasi : Diabetes militus, tukak peptic atau duodenum, infeksi berat, hipertensi dan gangguan system kardiovaskular.
Dosis :
1xp= 25mg
Penyimpanan : Simpan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya
Kemasan :
Box, 3 ampul @ 1 ml No. Reg. DKL 0805634704 A1


Diproduksi oleh: PT. NAFTALEN PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia

Tidak ada komentar: