Assalamu'alaikum ...

Foto saya
depok, jawa barat, Indonesia
jadilah apa yang kau inginkan!

Selasa, 13 Juli 2010

Injeksi Vit.B12 Laporan 2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sediaan-sediaan farmasi pada proses pembuatannya kemungkinan dapat tercemar oleh mikroorganisme terutama pada bahan bakunya. Pada waktu penggunaan dapat pula terjadi kontaminasi. Sediaan obat yang telah terkontaminasi dapat menyebabkan kerusakan seperti turunnya potensi, berubahnya rasa maupun bau dan terjadinya reaksi pirogenik, sehingga akan terjadi infeksi pada pengguna.
Sediaan lain seperti alat kesehatan steril digunakan untuk orang yang sedang sakit dimana kondisinya dalam keadaan lemah, sehingga terkontaminasi akan berpotensi menambah penyakit. Sediaan yang penggunaanya disuntikan pemakaiannya lansung berhubungan dengan sirkuasi darah dimana darah media berpotensi untuk tumbuhnya mikroorganisme. Kontaminasi akan mempercepat berkembangnya mikroorganisme dalam sediaan.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, sediaan obat harus steril dan berlebelkan steril. Oleh karena itu, perlu proses sterilisasi dan uji sterilitasnya. Steril berarti bebas dari jasad renik, bakteri pathogen dan non pathogen,vegetatif atau non vegetatif. Apabila pada penandaan obat diterakan kata steril, maka ini berarti bahwa batch yang sampelnya diuji sterilitasnya adalah steril.

1.2 Tujuan
a. Memahami tentang larutan injeksi steril
b. Memahami prinsip dasar pembuatan dan mampu mengaplikasikannya dalam praktikum untuk skala lab
c. Memahami evaluasi dan mampu mengaplikasikannya dalam praktikum untuk skala lab

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lender. Menurut definisi dalam Farmakope,sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu:
1) Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama: injeksi. Contoh: Injeksi Insulin
2) Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril. Contoh: Sodium steril
3) Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya: untuk injeksi. Contoh: Methicillin Sodium untuk injeksi.
4) Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya: suspensi steril. Contoh: Cortison Suspensi steril
5) Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa yang sesuai. kita dapat membedakan dari nama bentuknya: steril untuk suspensi
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir ineksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan, maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena.
Waktu mulai dan lamanya obat dapat diatur sesuai dengan bentuk kimia obat yang digunakan. Keadaan fisik obat suntik (larutan atau suspensi), dan pembawa yang digunakan. Obat yang sangat larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat diabsorbsi dan mula kerjanya paling cepat. Artinya, obat dalam larutan air mempunyai mula kerja yang lebih cepat dari pada obat dalam larutan minyak. Obat suspensi dalam minyak. Alasanya adalah sediaan dalam air lebih muah bercampur dengan cairan tubuh sesudah disuntikkan dan kemudian kontak partikel obat dengan cairan tubuh menjadi lebih cepat. Kita seringkali, membutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi pengulangan pemberian suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa disebu jenis sediaan “depot” atau “repository”. Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus steril, tidak terkonaminasi bahan asing, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.
Sediaan injeksi ini memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain
a) Kelebihan
1) Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung berhenti)
2) Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral (tidak tahan asam lambung)
3) Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau tidak sadar)
4) Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
5) Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi atau anastiologi
6) pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit.

b) Kekurangan
1) Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personal yang terlatih dan membutuuhkan waktu pemberian yang lebih lama
2) Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptic rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
3) Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
4) Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pegemasan
5) Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral dan interaksi obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilitas karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
6) Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas parenteral harus oleh semua personel yang terlihat.

Evaluasi
a) Kekedapan
Ampul dikumpulkan pada bak 3L, lalu dimasukkan larutan metilen blue (0,08-0,09%), ditambahi 0,9% benzyl alcohol dan 3ppm sodium hydrochloiride. Bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70mmHg (0,96kg/sq.cm) selama beberapa menit, <15 menit. Lalu bak dinormalkan kembali dan dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai pewarna. Dengan adanya celah kapiler, larutan berwarna akan masuk dan mewarnai ampul sehingga menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna, diuji dengan larutan berflouresensi dan diakhiri dengan pengamatan pada sinar UV.

b) Kejernihan
Ampul diputar 1800 secara berulang-ulang didepan latar gelap dan sisisnya diberi cahaya. Dengan demikian, serpihan gelas akan berjatuhan yang mulka-mula turun, lalu berkumpul didasar ampul. Bahan melayang akan berkilauan jika terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux – 3500 lux dan jarak 25cm, latar gelap/hitam.

c) Kadar Zat Aktif
Volumetrik, spektrofotometer, HPLC, atau standar farmakope.
d) Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium pertumbuhan tertentu. Penetepan jumlah wadah yang diuji pada setiap kelompok dan masing-masing farmakope berbeda-beda. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila sterility Assurance Level (SAL) = 106 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptic maka SAL = 104.

e) Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.

f) Volume Terpindahkan
Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan.

g) pH
Menggunakan indicator pH universal dan pHmeter.

h) Homogenitas
Diberlakukan untuk suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogen setelah penggocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat viscometer Brookfield, sedangkan pengujian emulsi dilakukan secara visual.

i) Toksisitas
Uji BSLT LD¬50






BAB III
PRAFORMULASI









α-(5,6-dimetilbenzimidazol-2-)-kobalimida sianida
C63H88CoN14O14P BM = 1355,35
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; merah tua; tidak berbau. Bentuk anhidrat sangat higroskopik.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P; praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P; dan dalam aseton P.
Struktur : Molekul vitamin B12 terdiri atas bagian cincin porfirin dengan satu atom Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose, dan asam folat. Penambahan gugus -CN pada kobalamin menghasilkan sianokobalamin, sedangkan penambahan gugus –OH menghasilkan zat yang dinamakan hidroksikobalamin. Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosi kobalamin dan metilkobalamin.
Defisiensi : Kekurangan vitamin B12 disebabkan oleh kurangnya asupan, terganggunya absorbs, terganggunya utilisasi, meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berlebihan atau ekskresi yang meningkat. Defisisensi kobalamin ditandai dengan gangguan hematopoesis, gangguan neurologi, kerusakan sel epitel terutama epitel saluran cerna dan debilitas umum.
Indikasi : Anemia pernisiosa yang tidak terkomplikasi atau malabsorbsi pada intestinum yang menyebabkan defisiensi vitamin B12.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik pada wanita hamil.
Stabilitas : Dalam larutan yang mengandung tiamin HCl, sianokobalamin, dan penyusun lain vitamin B Kompleks, kerusakan produk tiamin HCl menyebabkan kerusakan sianokobalamin yang cepat ion Fe konsentrasi rendah dapat melindungi produk tanpa mempengaruhi stabilitas tiamin.
Inkompatibel : Dengan oksidator dan reduktor dan dengan garam logam berat. Stabil dalam larutan netral dan dalam larutan asam kuat.
Efek samping : Sianokobalamin biasanya bisa ditoleransi dengan baik. Reaksi alergi setelah injeksi jarang terjadi.
pH : stabil pada pH 4 sampai dengan 7
Titik lebur : Melebur pada suhu 300oC
Suhu stabilitas : Stabil pada suhu kamar
Rusak pada suhu : 140 – 145oC karena ikatan sianida melepas pada suu tersebut.
Injeksi sianokobalamin
• BP: Larutan steril sianokobalamin dalam API yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida yang sesuai untuk mencapai pH 4 (rentang 3.9-5.5), dapat pula mengandung buffering agent yang sesuai. Disterilkan dengan sterilisasi autoklaf. Potensinya setara dengan sianokobalamin anhidrat dengan jumlah yang sama. Terlindung dari cahaya.
• USP: Larutan steril sianokobalamin dalam API, atau dalam API isoosmotik oleh penambahan NaCl. pH 4,5–7. Dapat pula mengandung buffering agent yang sesuai. disterilkan dengan sterilisasi dengan autoklaf. Potensinya setara dengan sianokoblamin anhidrat dengan jumlah yang sama. Terindung dari cahaya.

Formulasi berdasarkan fornas hal. 89
Komposisi: Tiap ml mengandung:
Sianookobalamin 1 mg
API ad 1 ml
Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal atau wadah ganda terlindung cahaya
Dosis: Secara IM pemeliharaan sekali sebulan 100µg
Pengobatan 3x seminggu 1mg
Catatan:
1. Pada pembuatan ditambahkan asam asetat atau asam klorida encer secukupnya hingga pH ± 4,5. Dapat juga ditambahkan Na dihidrogenfosfat.
2. Ditambahkan NaCl secukupnya.
3. Dapat ditambahkan fenil raksa (II) nitrat 0,001% b/v atau benzyl alcohol 1% b/v.
4. Disterilkan dengan cara sterilisasi A, B dan C.
5. Sediaan berkekuatan lain: 500µg/ml












BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN

4.1 Formulasi
Sianokobalamin 1 mg
API ad 1 ml

4.2 Volume Larutan yang Dibuat
Volume larutan yang dibuat
V = (n + 2) V’ + (2 x 3) ml
= (3 + 2) 1.1 + 6 ml
= 11.5 ml

Keterangan
V = volume larutan yang dibuat
V’= volume larutan per wadah setelah ditambah volume yang dilebihkan berdasarkan panduan pada Farmakope III halaman 19.
n = jumlah wadah yang dibuat

4.3 Perhitungan Dapar
Berdasarkan catatan untuk injeksi sianokobalamin pada FORNAS halaman 89, injeksi ini dapat pula ditambah dapar Na dihidrogenfosfat. Oleh karena itu, kami memilih menggunakan dapar fosfat. Berikut ini perhitungan daparnya.
pH stabil sediaan = 4.5 – 7
pH stabil yang dipilih = 6
pKa H2PO4- = 7,12
Persamaan Henderson-Hasselbach untuk Buffer
pH = pKa + log
6 = 7,12 + log
log = -1,12
= 0,076
[HPO42-] = 0,076 [H2PO4-]

Persamaan Koppel-Spiro-Van Slyke untuk Kapasitas Dapar
Ka = antilog (-pKa) = antilog (-7,12) = 7,6 . 10-8
[H3O+] = antilog (-pH) = antilog (-6) = 1 . 10-6


β = 2.3 C
0,01 = 2.3 C
= 2.3 C
= 2.3 C (6,55 x 10-2)
C = 0,066 mol/L
C = [garam] + [asam]
0,066 = [HPO42-] + [H2PO4-]
= 0,076 [H2PO4-] + [H2PO4-]
= 1,076 [H2PO4-]
[H2PO4-] = 0,061 M
[HPO42-] = 0,076 [H2PO4-]
= 0,076 x 0,061
= 4,636 x 10-3 M
Komposisi dapar = NaH2PO4 + Na2HPO4
BM NaH2PO4 = 120
BM Na2HPO4 = 142
Konsentrasi komposisi dapar per ml
[NaH2PO4] = [H2PO4-] = 0,061 mol/l
= 0,061 x 120
= 7,32 gram/l
= 7,32 mg/ml
[Na2HPO4] = [HPO42-] = 4,636 x 10-3 mol/l
= 4,636 x 10-3 x 142
= 0,6583 g/l
= 0,6583 mg/ml
Volume larutan injeksi yang dibuat adalah 11,5 ml, maka jumlah pendapar yang diperlukan
NaH2PO4 = 7,32 mg/ml x 11,5 ml = 84,18 mg
Na2HPO4 = 0,6583 mg/ml x 11,5 ml = 7,57 mg

4.4 Perhitungan Tonisitas Larutan Injeksi
Untuk menghitung tonisitas menggunakan persamaan White-Vincent, kita perlu mengetahui nilai ekuivalensi NaCl masing-masing bahan terlarut.
Ekuivalensi NaCl
EB12 =
=
= 0,023
ENaH2PO4 =
=
= 0,482
ENa2HPO4 =
=
= 0,407
Persamaan White-Vincent
V = W x E x 111,1
= (11,5 x 10-3 x 0,023 x 111,1) + ( 84,18 x 10-3 x 0,482 x 111,1) + (7,57 x 10-3 x 0,407 x 111,1)
= 4,88 ml → hipotonis
Maka, NaCl yang perlu ditambahkan untuk mencapai isotonis adalah
V = W x E x 111,1
W=
=
= 0,0596 g
= 59,6 mg →untuk 5 ml
Maka, per 1 ml mengandung = 5,18 mg

4.5 Formula Akhir
Sianokobalamin 1 mg
NaH2PO4 7,32 mg
Na2HPO4 0,6583 mg
NaCl 5,18 mg
API ad 1 ml




BAB V
MATERI DAN METODE

5.1 Alat dan Bahan
5.1.1 Alat
a) Beaker glass 50 ml
b) Beaker glass 100 ml
c) Kaca arloji
d) Cawan penguap
e) Batang pengaduk
f) Spatula
g) Ampul
h) Gelas ukur kecil (25 ml)
i) Pipet
j) Karet pipet
k) Spuit

5.1.2 Bahan
a) Sianokobalamin
b) NaCl
c) NaH2PO4
d) Na2HPO4

5.2 Prosedur Kerja
1) Membuat aqua pro injeksi dengan memanaskan aquadest sampai mendidih lalu terus mendidihkannya selama 30 menit.
2) Menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan.
3) Melarutkan bahan-bahan pada beaker glass dengan sebagian dari API yang dibutuhkan sampai seluruh bahan terlarut seluruhnya.
4) Menuangkan larutan pada gelas ukur. Menambahkan API sampai volume yang ditentukan.
5) Memasukkan larutan injeksi ke dalam ampul sesuai dengan ketentuan volume per ampul.
6) Menutup ampul.
7) Sterilisasi sediaan dengan autoklaf 115oC selama 30 menit dengan posisi ampul terbalik di atas kapas dalam wadah beaker glass.




















BAB VI
HASIL DAN EVALUASI PERCOBAAN

a) Kejernihan
Evaluasi ini dilakukan dengan cara memperhatikan dengan teliti larutan didalam ampul ada atau tidaknya partikel yang mengambang.
b) Volume Terpindahkan
Volume didalam ampul diambil menggunakan spuit, volume yang diambil harus sesuai dengan volume awal yang dimasukkan.
c) pH
pH diuji dengan menggunakan indicator pH universal dan pHmeter. pH larutan injeksi adalah 6.
d) Homogenitas
Evaluasi ini dilakukan dengan memperhatikan larutan injeksi yang dihasilkan terlarut sempurna ditunjukkan dengan tidak adanya partikel yang menggambang dan menggendap.












BAB VII
PEMBAHASAN

Sediaan injeksi yang kami buat berupa larutan dengan zat aktif vitamin B12 (Sianokobalamin). Injeksi sianokobalamin memiliki konsentrasi 1mg/ml yang bertujuan untuk pengobatan anemia persiniosa. Berdasarkan literatur, sianokobalamin memiliki pH stabil antara 4-7 dan akan rusak pada suhu 1400-1450 C karena pada suhu ini ikatan sianida yang ada pada sianokobalamin akan putus menyebabkan toksik.
Pada pembuatan ini kami menggunakan larutan pendapar untuk menstabilkan pH yang diinginkan selain itu larutan pendapar dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan pada saat penyuntikan. Larutan pendapar yang digunakan adaah kombinasi antara Na2HPO4 dengan NaH2PO4. pH dapar untuk sediaan kami adalah pH 6. pH ini dipilih karena masih didalam rentang pH stabil dan berada dipertengahan, karena apabila pH beergeser, pergeserannya tidak jauh dari pH stabilnya.
Proses pembuatan dilakukan dengan cara membuatan larutan pendapar terlebih dahulu sesuai dengan perhitungan pendapar yang dibutuhkan. Pendapar tersebut dilarutkan dengan API (Aqu Pro Injeksi) kemudian diisotonis dengan NaCl yang telah diperhitungkan sebelumnya. Lalu melarutkan Sianokobalamin kedalam larutan pendapar dan mengiisotonisnya kembali dengan NaCl yang telah diperhitungkan sebelumnya. Setelah sediaan selesai dimasukkan kedalam ampul dan dilakukan sterilisasi akhir menggunakan autoklaf dengan suhu 1210 selama 30 menit.
Berdasarkan hasil praktikum, kami menghasilkan 3 ampul larutan injeksi sianokobalamin 1 ml dengan kadar sianokobalamin 1mg/ml. Ampul tidak ditutup karena alat yang biasa digunakan untuk menutup ampul sedang rusak. Oleh karena itu, uji kebocoran tidak dapat kami lakukan. Salah satu uji yang kami lakukan adalah uji pH. pH larutan injeksi kami uji setelah larutan selesai dibuat (volume sampai yang tepat dibutuhkan). pH larutan injeksi yang kami buat adalah 6.
Evaluasi uji kejerrnihan kami lakukan sebelum dan setelah proses sterilisasi. Berdasarkan pengamatan kami, sediaan yang kami hasilkan jernih dengan parameter dapat melihat tembus pandang melalui zat dan tidak ada partikel-partikel yang tidak terlarut. Selanjutnya adalah evaluasi volume terpindahkan. Berdasarkan perhitungan volume larutan, volume yang perlu ditambahkan sebagai volume yang hilang per 1 ml sediaan yang dibuat adalah 0,1 ml. Evaluasi menunjukkan bahwa volume yang hilang saat pemindahan adalah 0,05ml.




















BAB VIII
KESIMPULAN

1) Sediaan steril harus bebas dari jasad renik, bakteri patogen non patogen baik yang vegetatif maupun non vegetatif. Oleh karena itu, untuk suatu sediaan parenteral perlu dibuat steril untuk menghindari kontaminasi yang akan mempengaruhi kesehatan tubuh pengguna.
2) Sediaan steril yang kami buat berupa larutan injeksi sianokobalamin 1mg/ml yang dibuat dengan sterilisasi akhir (autoklaf) yang stabil pada pH 5 sampai dengan 7.
3) Untuk membuat sediaan stabil pada pHnya kami menggunakan tambahan dapar fosfat (kombinasi NaH2PO dan Na2HPO4) sesuai dengan perhitungan yang telah dianjurkan untuk mendapar pada pH 6.
4) Selain itu, kami juga menggunakan tambahan NaCl sebagai pengisotoni larutan injeksi terhadap tonisitas darah.
5) Dari beberapa evaluasi yang dilakukan, larutan injeksi sianokobalamin yang kami buat memiliki pH 6, homogen, dan jernih. Beberapa uji tidak dilakukan karena terbatasnya alat skala laboratorium.










DAFTAR PUSTAKA


Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta : UI press
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 1998. ISO Indonesia. Volume 32. Jakarta : PT. Anem Kosong Anem
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nelly Suryani dan Farida Sulistiawati. 2009. Formulasi Sediaan Steril. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen Kesehatan RI
Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eight edition. London : The Pharmaseutical Press.
Tjay, Tan Hoan,dkk. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia
Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Exipients. Second edition. Washington : American Pharmaseutical Association








LAMPIRAN
Brosur
LANSIA®
LARUTAN INJEKSI SIANOKOBALAMIN
Vitamin B12 1mg/mL
Komposisi :
Tiap ml mengandung vitamin B12 ............................................................................... 1 mg
Indikasi :
Anemia pernisiosa yang tidak terkomplikasi atau malabsorbsi pada intestinum yang menyebabkan defisiensi vitamin B12.
Efek Samping :
Sianokobalamin biasanya bisa ditoleransi dengan baik. Reaksi alergi setelah injeksi jarang terjadi.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik pada wanita hamil.
Dosis :
1xp= 1mg
Penyimpanan :
Simpan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya
Kemasan :
Box, 3 ampul @ 1 ml No. Reg. DKL 0805634704 A1


Diproduksi oleh: PT. NAFTALEN PHARMACEUTICAL, Jakarta, Indonesia

Etiket

Tidak ada komentar: